Jilid 27

153 5 0
                                    

GAGAKSETA-2

MELESTARIKAN CERITA SILAT INDONESIA

STSD-27

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH

karya mbah_man

Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo

STSD Jilid 27

Bagian 1

"NAH, KI RANGGA," berkata sang Maharsi kemudian membangunkan Ki Rangga dari lamunan, "Marilah kita berhadapan secara jantan! Tunjukkan dirimu yang sebenarnya! Jangan hanya berani bermain petak umpet!"

Untuk beberapa saat ujud Ki Rangga itu justru telah termenung. Glagah Putih yang melihat ujud semu kakak sepupunya itu terlihat seperti sedang merenung menjadi berdebar debar. Jika kakak sepupunya itu menerima tantangan sang Maharsi untuk berperang tanding, tentu peristiwa di padepokan Sapta Dhahana beberapa saat yang lalu akan terulang kembali.

"Apakah kakang Agung Sedayu akan mampu menundukkan Maharsi yang keras hati ini?" membatin Glagah Putih sambil sedikit demi sedikit bergeser menjauh, "Ataukah kakang Agung Sedayu akan terluka parah lagi?"

Pertanyaan itu ternyata telah membuat Glagah Putih gelisah. Namun anak laki-laki Ki Widura itu belum dapat menemukan jalan keluar menghadapi keadaan yang semakin gawat itu.

Namun lamunan Glagah Putih itu terputus ketika mendengar ujud semu Ki Rangga itu justru telah tertawa. Berkata ujud semu Ki Rangga itu kemudian, "Maharsi, sebenarnya perang tanding ini sudah dimulai sejak aku datang. Namun kita tidak perlu mengadu liatnya kulit dan kerasnya tulang."

Terlihat kening sang Maharsi yang sudah berkerut merut itu tampak berkerut semakin dalam. Bertanya sang Maharsi kemudian dengan nada sedikit ragu, "Apa maksudmu, Ki Rangga?"

Tampak ujud semu Ki Rangga tersenyum sekilas. Jawabnya kemudian dengan suara yang tegas dan mantap, "Temukanlah ujud wadagku yang asli, dan jika Maharsi berhasil silahkan bawa Glagah Putih!"

"Kakang!" seru Glagah Putih terkejut bukan alang kepalang. Tanpa sadar dia telah melangkah mendekat namun dengan sebuah isyarat ujud semu Ki Rangga telah melarangnya.

Glagah Putih menjadi berdebar debar. Dia kembali teringat peristiwa di Padepokan Sapta Dhahana beberapa saat yang lalu. Kakak sepupunya itu terakhir juga telah menggunakan ilmu semu yang pada akhirnya telah diketemukan persembunyian wadag aslinya oleh Kiai Damar Sasangka.

"Di manakah wadag kakang Agung Sedayu bersembunyi?" bertanya Glagah Putih dalam hati sambil sekali lagi mencoba mengedarkan pandangan mata ke sekelilingnya.

"Mungkin di seberang sungai atau di balik tanggul sungai yang tidak seberapa tinggi itu," kembali Glagah Putih berangan angan. Ada keinginan untuk mencoba bergeser mendekat ke arah tanggul. Namun keinginan itu diurungkannya ketika dia mendengar sang Maharsi tertawa.

"Ki Rangga," berkata sang Maharsi kemudian sambil menegakkan tubuhnya yang renta, "Alangkah mudahnya tantangan yang engkau tawarkan ini. Semudah membalik telapak tangan. Jangan salahkan aku jika dengan sekali loncatan, wadagmu yang sedang bersembunyi itu akan lumat terkena gempuran ilmuku!"

Selesai berkata demikian, sang Maharsi segera menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil menundukkan wajahnya dalam-dalam. Hanya sekejap dan sang Maharsi telah menegakkan kepalanya kembali sambil mengurai kedua tangannya.

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang