JILID 8 BAG 1

131 3 0
                                    

GAGAKSETA-2

MELESTARIKAN CERITA SILAT INDONESIA

STSD-08

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH

(Lanjutan TADBM)

karya mbah_man

Padepokan “Sekar Keluwih” Sidoarjo

STSD Jilid 8

Bagian 1

Untuk beberapa saat ketiga orang itu justru hanya diam mematung tersihir oleh kecantikan Ratri, gadis yang sedang beranjak dewasa dengan segala kelebihannya.

“Urus anak muda gila itu, Panut!” berkata Ki Jagabaya akhirnya kepada kawannya kemudian setelah dia menyadari akan tujuannya datang ke kediaman Ki Gede, “Aku akan mencoba melunakkan hati gadis itu. Siapa tahu dengan suka rela dia akan bersedia ikut dengan kita.”

Tanpa menunggu jawaban Panut, Ki Jagabaya pun dengan langkah lebar segera berjalan kembali menuju ke dapur.

Sedangkan Panut yang mendapat perintah untuk mengurus cantrik Gatra Bumi hanya dapat menarik nafas dalam-dalam. Jika saja dia boleh memilih, tentu dia akan memilih untuk mengurus gadis cantik itu, walaupun harus dengan sedikit kekerasan sekalipun.

Dalam pada itu, cantrik Gatra Bumi yang melihat kemunculan Ratri menjadi salah tingkah. Dia sama sekali tidak mengharap bertemu dengan gadis cantik namun terlihat sedikit tinggi hati itu. Sebenarnya ada niat untuk segera meninggalkan tempat itu, akan tetapi kata-kata terakhir dari Ki Jagabaya itu telah mengusik hatinya.

“Gadis itu akan diajak ke mana?” bertanya cantrik Gatra Bumi dalam hati sambil mengawasi langkah Ki Jagabaya, “Adalah sebuah tindakan deksura mengajak seorang gadis apalagi putri Ki Gede tanpa seijin orang tuanya.”

Pertanyaan itu berputar-putar dalam benak cantrik Gatra Bumi tanpa dia mampu mencari jawabannya.

Dalam pada itu Ratri yang pada awalnya berdiri di tengah-tengah pintu dapur telah melangkah keluar begitu dilihatnya ki Jagabaya menghampirinya.

“Ratri,” berkata Ki Jagabaya kemudian sesampainya dia di hadapan gadis itu, “Aku datang membawa pesan dari Raden Mas Harya Surengpati.”

Ratri mengerutkan keningnya. Ada sedikit rasa terkejut dalam hatinya mendengar kata-kata Ki Jagabaya.

“Raden Surengpati?” ulang Ratri sambil sepasang mata yang indah itu menatap tajam Ki Jagabaya, “Apakah benar Raden Surengpati menitipkan pesan untukku?”

Ki Jagabaya cepat-cepat membuang muka. Ada desir tajam yang menggores jantungnya. Pandangan tajam dari sepasang mata gadis yang dulu semasa kanak-kanak sering digendongnya jika dia berkunjung ke rumah Ki Gede itu seakan telah menjenguk langsung ke dalam dadanya dan melihat betapa jantung itu sekarang telah ditumbuhi oleh bulu-bulu ketamakan dan keserakahan?

“Aku harus kuat dan mampu menyingkirkan segala perasaan yang cengeng dan tidak beralasan ini,” geram ki Jagabaya dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, “Perjuangan Trah Sekar Seda Lepen harus berhasil. Dengan demikian nasibku pun akan berubah, dari seorang Jagabaya yang tidak mempunyai kekuasan selain menjadi pesuruh, menjadi seorang pemimpin sebuah tanah perdikan yang luas dan subur. Tanah perdikan Matesih.”

Tiba-tiba sebuah senyum tersungging di bibir Ki Jagabaya. Seolah-olah jabatan kepala Tanah Perdikan Matesih itu sudah berada dalam genggamannya.

“Ki Jagabaya,” tiba-tiba terdengar suara Ratri membangunkan mimpi indah Ki Jagabaya, “Ki Jagabaya belum menjawab pertanyaanku.”

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang