fourty eight

1.8K 86 33
                                    

Jangan lupa vote sama comment biar aku semangat nulisnya lagii🥲💓💓

...


"Si brengsek tua itu memaksaku untuk membawamu datang makan malam, baru mau memberi apa yang aku butuhkan—" ucap Dylan sambil memainkan rambutku lembut
"Shit! Aku sangat membutuhkan barang itu."

"Mengapa kita tidak datang saja? Lagi pula tak ada salahnya datang ke rumah ayahmu bukan?" Ucapku sambil menatapnya

"Tapi aku tidak mau menginjakkan kaki di rumah brengsek tua itu lagi Vanilla." Tegasnya

"Apa alasannya? Apa karena Queensy?" Potongku membuatnya memberhentikan tangannya yang sebelumnya memainkan rambutku 
"Apa maksudmu?" Cibirnya

"Maksudku, apakah alasan kau tak mau bertemu dengan ayahmu karena kau masih belum bisa menerima ia bersama Queensy sekarang?"

"Bukan itu—"

"Kau masih mencintainya bukan? Maka dari itu kau tak bisa pergi kesana—"

"Kita pergi nanti malam kerumah si brengsek tua itu." Tegasnya dengan bibir yang ia garis tegaskan
"Berhenti berfikir bahwa aku masih mencintai jalang itu. Bukankah terlalu bodoh jika kau berfikir demikian."

Bayangan itu hingga sekarang memang tak pernah lepas dari ingatanku, aku tak bisa membayangkan seberapa cintanya Dylan kepada Queensy  dulu , dan apakah ia sudah tidak mencintainya? hingga kadang bayangan itu bisa menyakiti diriku sendiri.

"Aku minta maaf." Ucapku membuatnya mengarahkan wajahku untuk menatapnya

"Kini hanya ada kau dihatiku, tidak dengan dengan jalang itu atau siapapun itu. Aku hanya tak siap untuk bersikap biasa saja saat bertemu dengan mereka. Membayangkan penghianatan itu dan membayangkan bagaimana ia menyakiti ibuku hingga kini aku tak bisa menemukannya. Aku hanya belum cukup kuat untuk kembali melihat rumah dengan kenangan kenangan buruk disana yang berhasil menghancurkanku—" ia kemudian mengambil nafasnya dalam dalam dan kemudian mulai bicara lagi
"Berhenti berfikir bahwa aku masih mencintai jalang itu, aku hanya mencinatimu Vanilla."

Aku segera memeluknya erat, aku benar benar keanak anakan. Aku gampang sekali terbakar api cemburu saat membahas Queensy, bahkan aku melupakan fakta bahwa mereka berdualah yang sudah menghancurkan Dylan hingga seperti sekarang—, tapi aku malah memaksanya untuk datang kesana  karena hanya rasa cemburuku

"Kita tidak perlu kesana, maafkan aku tadi memaksamu dan bersikap keanak anakan."

"No, its okey. Kita akan tetap kesana—"

"Tapi—"

"Lagi pula terakhir kali kita kerumah si brengsek tua itu, kau berhasil membuatku teralihkan dengan emosiku dan hasratku untuk membunuh mereka. Jadi aku tidak perlu susah payah menahan diriku saat melihatnya bukan?"

"Kau serius dengan perkataanmu itu Dylan?"

"Tentu saja sayang " ucapnya yang kemudian tersenyum sambil mencubit hidungku

"Aww! Berhenti melakukannya Dylan!"

"Tidak bisa,aku sangat menyukainya!" Tekannya yang melakukan hal itu berulang ulang

Bukankah kami sudah terlihat benar benar seperti sepasang kekasih? Bertengkar kecil, membicarakan masalah, lalu kembali berbaikan. Hubungan ini tidak terlalu buruk walau jika di bayangkan oleh orang lain terlihat sangat menyeramkan. Gadis bodoh dengan lucifer outlaws, lelaki berhati dingin yang kini aku bisa merasakan kehangatannya

"Apa yang kau fikirkan Vanilla?"

"Tidak ada. Ayoo kita keluar—"

"Jangan mengalihkan pembicaraan. Apa yang kau fikirkan tadi?"

Wound HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang