Part 6

2.6K 415 140
                                    

CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA, JIKA TERDAPAT KESAMAAN NAMA, TEMPAT, DAN KEJADIAN HANYA KEBETULAN SEMATA, DAN MURNI DARI IMAJINASI PENULIS.

MENGANDUNG BAHASA YANG KASAR DAN VULGAR DIMOHON PARA PEMBACA UNTUK LEBIH BIJAK DALAM MEMILIH BAHAN BACAAN

MENGANDUNG BAHASA YANG KASAR DAN VULGAR DIMOHON PARA PEMBACA UNTUK LEBIH BIJAK DALAM MEMILIH BAHAN BACAAN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👠👠👠

"Tatto burung Phoenix, heh??"

Suara Enrique yang berat membuat Emma terpaku di tempatnya berdiri. Ia mundur setengah langkah ketika pria itu mulai mendekatinya. Tanpa sadar juga Emma semakin mengencangkan pegangannya pada simpul handuk yang ia kenakan.

Emma merutuki kebiasaannya membasuh tubuh sebelum tidur, dan melupakan keberadaannya yang saat ini sedang ditawan di kandang singa. Pikiran bahwa pintu telah ia kunci dengan aman ternyata membuat Emma terlena.

Sepertinya dia lupa jika Enrique adalah anggota Red Blood yang bisa melakukan apa saja. Tapi ia tidak boleh terlihat gentar, dan Enrique juga tidak boleh tahu bahwa ia tengah gemetar ketakutan saat ini. Emma tidak terbiasa dengan laki-laki, dan kehadiran Enrique membuatnya sedikit panas dingin. Sebab itu Emma tidak ingin Enrique tahu, bahwa kehadiran pria itu sangat mempengaruhi Emma. Jadi Emma kembali mengangkat dagunya tinggi-tinggi dan melawan pria Red itu.

"Kenapa memangnya dengan tatto ku?" Seru Emma.

Enrique menyeringai, "Cantik. Secantik orangnya. Tapi tatto itu mengingatkanku pada sesuatu. Phoenix."

Enrique terdengar berbisik saat mengucap kata Phoenix.

"Kelompok pembunuh yang sempat membuat pemerintahan Spanyol kelabakan." Bisik Enrique sambil membaca raut wajah Emma yang datar.

"Dari sekian banyak burung, kenapa harus tatto Phoenix?" Tambah pria itu yang dibalas oleh Emma dengan mengangkat kedua bahunya.

"Aku suka." Jawab Emma pendek.

"Aku juga suka. Aku suka mengecupnya saat kita tengah bercinta di meja wastafel, kau ingat."

"Enrique." Desis Emma mengancam. Tatapan matanya pun mulai menajam.

Namun deringan suara ponsel membuat perhatian Enrique teralih. Laki-laki itu menghampiri setelan jasnya untuk mengambil ponsel yang tadi ia simpan dalam saku jas.

"Haloo?"

"Kau dimana?" Seru Hunter di seberang sana.

"Ada apa?" Balas Enrique.

"Di penthouse kan? Aku kesana sekarang. Aku ingin kau memeriksa sesuatu."

Enrique melirik keberadaan Emma yang kini sudah kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk memakai pakaiannya.

"Tunggu, aku masih ada urusan." Balas Enrique.

"Urusan menganggu sekretaris ku? Kau pikir aku tidak tahu kalau kau membawanya pergi tadi."

TEMPTATION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang