Gue menghembuskan napas, hari ini gue ngerasain capek banget.
Gue yang tadinya mau masuk kamar, urun saat gue liat kak Riska yang lagi nangis di pelukan Mama. Seketika perasaan gue jadi nggak enak.
Gue langsung masuk ke kamar kak Riska yang memang pintunya sedikit terbuka. Dan ternyata di dalamnya ada Papa juga.
Kak Riska nangis kenapa?
"Henggar." Panggil Papa. Gue yang masih berdiri di depan pintu menoleh ke arah papa yang lagi duduk di kursi deket jendela.
"Iya, pah."
"Sini kamu."
Tunggu, ada yang salah sama papa. Nada bicaranya dingin banget gue sampe takut cuma buat natap papa. Apa gue punya salah.
"Kenapa tadi kamu bolos pelajaran." Tanya papa tegas.
Gue melirik ke arah balkon, kak Anggi dan bang Haikal lagi duduk di ayunan. Karena memang balkon di kamar kak Anggi dan kamar kak Riska tersambung jadi satu, begitu juga kamar gue dan bang Haikal.
Kenapa mereka nggak ikut masuk aja, malah duduk di balkon.
Gue melirik papa, lalu menunduk. "Itu pah, tadi Henggar ngambilin buku matematikanya kak Riska yang ketinggalan. Eh tapi nggak jadi, salah jadwal." Mengingat kejadian itu lagi membuat gue sedikit emosi.
"Salah jadwal lo bilang. Gara-gara lo yang nggak ngasih bukunya ke gue, gue pasti dapat nilai jelek di rapot." Kata kak Riska sambil sesenggukan.
Gue melotot karena kaget. "Lah, bukannya lo sendiri yang ngomong salah jadwal dan minta gue yang bawa buku lo balik ke rumah. Pas ngomong kayak gitu lo lagi sama Dino kan, pacar lo."
"Tuh kan pah, Henggar ngarang cerita lagi. Dino itu sahabat aku bukan pacar aku."
Gue menghela napas. Kak Riska itu lagi ngomongin apa? kenapa nggak sesuai kenyataan banget.
"Henggar jawab pertanyaan papa!" Bentak papa.
"Pertanyaan apa pah?" Tanya gue bingung.
"Kenapa kamu bolos pelajaran?"
"Henggar nggak bolos pah, Henggar kan pulang ke rumah ambil buku."
"Tapi kakakmu bilang dia udah minta tolong ke kamu sebelum istirahat dan bertepatan kelas kamu yang lagi jam kosong. Lalu kemana saja kamu hah, kenapa di jam setelah istirahat kamu baru sampai rumah." Jelas papa meski ngomongnya tenang tapi tatapannya mengintimidasi.
"Kak lo kalo ngomong yang bener dong, itu nggak sesuai sama kenyataannya kak." Kesal gue.
"Henggar, papa nggak pernah ajarin kamu berbicara nggak sopan sama yang lebih tua."
"Maaf pah." Kata gue menunduk.
"Papa nggak pernah ngelarang kamu buat main sama temen-temenmu, tapi kalo waktunya sekolah papa nggak suka sampai kamu bolos pelajaran tanpa keterangan Nggar. Tadi wali kelas kamu telfon ke papa, dia bilang kamu bolos pelajaran pas sedang ada kuis." Kata papa.
Gue memejamkan mata erat. Ah iya gue juga melewatkan kuis.
"Seminggu ke depan. HP, laptop dan motor papa sita."
Gue mengangkat kepala. "Pah, jangan HP. Laptop sama motor aja." Kata gue bernegosiasi.
"Nggak ada, itu hukuman buat kamu karena udah bolos dan membuat nilai kakakmu jelek."
"Pah itu bukan salah Henggar, apa yang udah kak Riska omongin semuanya nggak bener pah, percaya sama Henggar." Kesal gue.
"Henggar udah sekarang masuk kamar." Kata Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
OH MY OM
Teen Fiction"OM!" "udah di bilangin jangan ikut-ikutan panggil gue OM" "Suka-suka gue dong" "Mulai hari ini panggil gue sayang" kata Henggar sungguh-sungguh. "Kalo gue nggak mau" tantang Aneska, melipat tangannya di depan dada. "Apa susahnya sih love kita fl...