"Kenapa baru ngomong sekarang?"
Geram. Dino benar-benar nggak punya otak. Bisa-bisanya dia ngancem Neska yang nggak tau apa-apa.
"Buat apa?" Ketus Neska.
Gue menghela napas panjang. Menekan emosi gue dalam-dalam, untung gue cinta apa adanya, kalo nggak udah gue tinggalin. Modelan cewek kayak Neska, nggak ada manis-manisnya perasaan kalo lagi deket sama gue. Bawaannya jutek terus.
Padahal gue udah berharap lebih dia bakalan balik lagi kayak dulu, Neska yang manis, manja dan menggemaskan. Bukan Neska yang galak, jutek dan nggak berperi kemanusiaan. Sebelas, dua belas mirip induk ayam yang baru bertelur.
"Seenggaknya lo nggak bakalan ketakutan sama ancaman dia, dan hubungan kita. Gue yakin nggak akan berakhir seperti ini." Gue kembali menyedot es cappucino. Setelah pulang sekolah gue langsung mengajak Neska ke cafe yang letaknya nggak jauh dari sekolah. Meski tanpa persetujuan Neska.
"Hubungan kita bakalan tetep berakhir." Jawab Neska datar.
Gue menyandarkan punggung gue ke sandaran kursi sambil menatap lurus Neska yang hanya mengaduk-aduk jus strawberrynya.
"Gue beli buat di minum bukan diaduk-aduk."
Neska mendengus. "Gue masih marah sama lo, karena lo selingkuh."
"Ck. Love, Karin itu---"
"Dia sodara lo." Potong Neska.
Gue mengangkat sebelah alis gue. Ajeng udah ngomong semuanya ke gue, dari Karin yang udah jelasin hubungan gue sama dia yang sepupuan, dan hubungan Karin dan si Arab waktu dulu.
"Kalo lo udah tau, kenapa masih nuduh gue selingkuh?" Tanya gue.
Neska membuang muka. "Pokoknya gue masih marah sama lo."
"Udah lah, nggak ada untungnya lo gengsi gitu sama gue, yang ada nanti lo-nya yang tersiksa."
"Pe'de."
Gue terkekeh. "Lo lupa? Kemarin lo sendiri yang ngomong kalo lo masih cinta dan sayang sama gue."
Neska nggak langsung jawab, dia menyedot jus strawberrynya yang dari tadi cuma di aduk-aduk.
"Dua taun Love, emang lo nggak capek." Tanya gue.
"Nggak. Gue udah sama kak Hanif."
"Yakin? Gue denger-denger lo udah putus sama si Arab." Kata gue memainkan sedotan.
Neska mendengus. "Mau lo apa sih."
"Liat gue." Gue menangkup kedua pipi Neska untuk menatap gue. Beberapa detik kita hanya saling tatap. Gue bisa merasakan Neska yang mulai salah tingkah di tatap gue sedalam ini.
"Cie.... Pipinya merah." Gue mencubit pipi Neska gemas.
"Ish, apaan sih Nggar." Neska membuang muka lalu memegangi kedua pipinya.
"Balikan yuk. Gue udah nurunin harga diri gue loh Love, cuma buat lo."
"Gue nggak pernah minta."
Gue cemberut. "Katanya masih sayang sama gue."
"Iya, gue emang masih sayang sama lo---"
Senyum gue semakin lebar. Sebelum kelanjutan kalimat Neska mampu membangkitkan sisi lain gue.
"Kita nggak mungkin bareng-bareng, lo lagi dalam bahaya. Dino nggak akan main-main sama ancamannya." Lirih suara Neska.
Gue menghela napas.
"Gue nggak mau lo kenapa-kenapa." Cicit Neska.
Gue mengepalkan tangan lalu memejamkan mata, mencoba meredam emosi di dada. Gue berjanji setelah ini gue bakalan hajar Dino, nggak perduli Riska yang bakalan tambah benci gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
OH MY OM
Dla nastolatków"OM!" "udah di bilangin jangan ikut-ikutan panggil gue OM" "Suka-suka gue dong" "Mulai hari ini panggil gue sayang" kata Henggar sungguh-sungguh. "Kalo gue nggak mau" tantang Aneska, melipat tangannya di depan dada. "Apa susahnya sih love kita fl...