Gue melirik papa yang sedang memijit pangkal hidungnya. "Sekarang apa lagi." Katanya.
Gue menghela napas.
"Henggar, coba jelasin ke papa kenapa kamu bolos lagi?"
Gue menunduk sambil meremas jari. Gue nggak suka situasi seperti ini, gue nggak suka akhir-akhir ini papa sering marah ke gue. Gue juga nggak suka mama yang cuma diam tanpa mau bantu gue. Dan kedua kakak gue seakan tutup mata dan telinga.
Tapi ini nggak semuanya salah gue. Gue ngelakuin ini karena ada sebabnya.
"Henggar." Panggil papa.
Gue mendongak. Kita saling bertatapan, tapi buru-buru gue menunduk lagi.
"Kamu nggak suka Riska tinggal disini." Tanya papa.
Gue menggeleng.
"Kalo bukan, lalu apa?"
Gue menelan saliva bingung mau memberi alasan apa. Mau mengiyakan, tapi takut papa sedih karena anak-anaknya nggak akur. Mau bagaimana pun kak Riska tetep anak pertama papa.
"Henggar ---"
"Henggar!"
Gue mendongak melihat kak Riska yang baru masuk ke rumah.
"Lo kan" kata kak Riska seperti menuduh.
Gue mengernyit. "Apa?"
"Jangan pura-pura nggak tau. Pasti lo kan yang nyebar berita itu."
"Berita apa? Gue nggak tau."
"Ada apa ini Riska?" Tanya papa.
"Pah." Kak Riska menghampiri papa lalu duduk di sampingnya.
"Kenapa, hmm." Tanya papa lembut. Kenapa gue iri melihat papa memperlakukan kak Riska seperti itu. Padahal kak Riska, kan juga anaknya. Nggak sepantasnya gue iri. Gue juga sering diperlakukan lembut sama papa, cuman akhir-akhir ini udah jarang. Semenjak kak Riska pindah ke sini.
"Henggar pah" rengek kak Riska melirik gue.
Gue menghela napas. Sekarang apa lagi. Perasaan gue nggak ngelakuin apapun yang menyangkut kak Riska hari ini.
"Dia udah ngomong sama temen-temen aku, kalo aku kakak tirinya Henggar yang jahat." Adu kak Riska.
Gue menghela napas, kurang kerjaan banget gue ngomong kayak gitu ke temen-temennya kak Riska. Apa gunanya buat gue.
"Henggar. Apa benar?" Tanya papa.
"Enggak pa." Jawab gue seadaanya.
"Dia bohong, pah." Rengek kak Riska.
Gue masih mendengarkan cerita kak Riska.
"Sekarang temen-temen aku nggak mau temenan sama aku lagi." Kata kak Riska sedih.
"Henggar!" Papa menatap gue tajam.
Gue mengepalkan tangan, belum genap seminggu kak Riska tinggal disini udah buat gue kewalahan. Ini untuk yang pertama kali gue nggak betah di rumah sendiri.
"Kak! Gue nggak pernah ngomong apa-apa sama temen-temen lo."
"Bohong." Kata kak Riska mengelak. Lalu memeluk papa.
"Pah Henggar kayaknya nggak suka sama aku. Aku belum juga seminggu Henggar udah buat ulah terus."
Gue mendengus. Drama apa lagi yang mau kak Riska buat.
"Henggar kamu coba jelasin ke papa, kamu kenapa?" Tanya papa.
"Bukan Henggar pah, tapi kak Riska! Kenapa sih papa nggak percaya sama Henggar. Henggar tau kak Riska juga anak papa. Tapi bukan Henggar yang salah!" Kata gue kesal. Gue menatap tajam kak Riska yang ketakutan, masih memeluk papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
OH MY OM
أدب المراهقين"OM!" "udah di bilangin jangan ikut-ikutan panggil gue OM" "Suka-suka gue dong" "Mulai hari ini panggil gue sayang" kata Henggar sungguh-sungguh. "Kalo gue nggak mau" tantang Aneska, melipat tangannya di depan dada. "Apa susahnya sih love kita fl...