16.NESKA •Hari Panas Nasional•

344 35 0
                                    

Sial.

Satu kata yang pas buat hari ini. Gue mendengus, biasanya waktu bakal lebih cepet kalo lagi jamkos tapi nggak buat sekarang kerasanya lama banget.

AC di kelas ada dua tapi nggak membantu sama sekali. Tetep badan gue kerasa panas. Gue meremas-remas kertas yang baru aja gue sobek dari buku.

Pengin banget rasanya gue sumpelin ke mulut cewek yang ada di samping gue. Gue mengibaskan rambut gue yang lupa nggak gue iket. Ini yang dinamakan gerah hati gerah body.

Gue merogoh tas mencari karet yang biasanya gue simpen di tempat pensil. Pas nggak sengaja gue liat ternyata cewek di samping gue, senyum-senyum sendiri karena lagi chatting sama Henggar.

Henggar juga ngapain sih kegantengan banget, kirim-kirim foto segala.
Gue menggigit iket rambut yang lagi gue pegang.

"Sial, sial, sial." Umpat gue dalam hati.

Dengan emosi yang semakin meletup-letup di dada, gue iket rambut gue asal. Gue menghela napas gue pelan mencoba tenang.

"Jangan emosi, jangan emosi. Inget Henggar udah jadi mantan lo" kata gue dalam hati.

Gue menhela napas lega, saat suara bel istirahat berbunyi menekik telinga. Tanpa membereskan meja, karena memang dari tadi meja gue udah bersih dan udah dari tadi juga gue udah pengin cepet-cepet keluar. Nggak mau lama-lama sama temen sebangku gue yang baru.

"Eh.. Nes." Karin mencekal tangan gue.

Gue berbalik lalu melirik tangan Karin yang masih memegang tangan gue.

"Apa."

"Mau kemana?"

"Kantin."

"Gue ikut ya."

"Nes! Kantin kuy!" Teriak Bianca dari depan pintu kelas gue.

Gue menghempaskan tangan Karin yang masih memegang tangan gue. Tanpa menjawab permintaan Karin, gue langsung berlari kecil keluar kelas.

"Yuk." Gue menarik tangan Bianca yang masih di depan pintu.

"Nes, Nes... " Karin memukul lengan gue brutal.

"Aduh, apaan sih. Bi." Gue mendorong lengan Bianca kesamping agar jauh dari badan gue.

"Itu siapa? Anak baru? Tapi kok kayak yang pernah liat." Tanya Bianca beruntun.

"He'em. Lo pernah liat."

Bianca seperti berpikir sebentar. Dia menggebrak meja kantin cukup keras.

"Anjim! Si Karin kan? Selingkuhannya Hengar." Pekik Bianca nggak tau malu. Dia masih melotot dengan mulut yang menganga. Nggak tau apa sekarang ini udah jadi pusat perhatian.

"Iya." Jawab gue lesu. "Udah dong kagetnya, lama banget." Kata gue.

"Di belakang lo." Tunjuk Bianca kayak liat setan.

Gue nengok kebelakang. Gue mengela napas lalu memasukkan kecap dan sambal banyak ke dalam bakso gue.

"Lo mau langsung gue potong lambung lo apa gimana." Tanya Bianca dengan muka galaknya.

Gue menghela napas. Gue mulai menyendok bakso yang kuahnya udah berubah jadi merah.

"Jangan pake kuah." Peringat Bianca.

"Ck."

"Kenapa? Kesel lo liat Henggar makan bareng sama Karin."

Gue mengangguk, lalu menggeleng.

Bianca berdecak. "Masih aja ngelak, kalo nggak kesel liat Henggar sama Karin duduk bareng." Cibir Bianca.

"Udah nggak usah di bahas." Gue meminum teh pucuk dingin sampai tersisa setengah. Udah nggak bener hati gue kalo kayak gini terus, gue kayaknya harus ngadem dulu.

OH MY OMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang