"Nes, lo mau langsung pulang atau kita makan dulu." Gue mengeratkan pegangan gue di jaket kak Hanif.
"Em.. terserah kak Hanif aja." Gue sebenernya pengen cepet-cepet pulang, tapi masih pengin sama kak Hanif. Tapi gue juga ngerasa bersalah kalo berduaan gini.
"Kita makan dulu ya. Di deket-deket sini ada cafe."
"Iya."
Motor kak Hanif melaju dengan kecepatan sedang. Cuaca yang mendung membuat udara terasa sejuk. 15 menit kita sudah sampai di depan cafe Putih abu-abu, seperti nuansa cafenya. Pokoknya SMA banget. Gue berjalan di belakang kak Hanif. Cafe lumayan ramai, rata-rata pengunjung anak SMA terbukti dari seragam yang masih mereka pakai.
Kita duduk di salah satu meja dekat panggung. Hanya meja itu yang tersisa.
Seorang waiters mendekati meja kita lalu menyerahkan buku menu.
"Lo mau pesen apa?" Tanya kak Hanif sambil membuka buku menu.
"Gue nggak laper kak. Pesen minum aja, ya."
Setelah mendikte ulang pesanan kita, mbak waiters pamit dan meminta kita buat nunggu. Selama menunggu pesanan datang kita sibuk dengan ponsel masing-masing.
"Cek, cek 1, 2, 3 hehehh.. oke selamat siang teman-teman."
Karena memang meja gue deket banget sama panggung, gue bisa melihat dengan jelas. Henggar. Dia duduk di depan mikrofon sambil memangku gitar.
"Dia mau ngapain" batin gue.
"Gue disini buka cuma mau cek sound, ya. Gue mau nyanyi." Kata Henggar dengan muka idiotnya.
"Udah cepetan nyanyi, kebanyakan basa-basi." Celetuk Raka yang ternyata duduk di paling pojok ruangan. Nggak cuma Raka tapi ada kelima sahabat Henggar juga. Ada dua cewek yang satu Stela yang satunya lagi gue nggak kenal, tapi di liat dari mukanya kayaknya nggak seumuran, mungkin 20 tahunan.
"Ya, sabar dong. Gue tau lo pada nungguin gue nyanyi." Gue mendengus, Henggar itu terlalu PD. Gue tertegun melihat kak Hanif tertawa. Em... Tambah ganteng.
Petikan gitar yang dimainkan Henggar, mengalihkah keterpanahan gue sama kak Hanif.
"Hidupku tanpa cintamu, bagai malam tanpa bintang..."
"Cintaku tanpa sambutmu, bagai panas tanpa hujan..."
"Jiwaku berbisik lirih.. 'Ku harus milikimu..."
Suara Henggar memang nggak terlalu bagus. Tapi dia benar-benar menghayati di setiap liriknya.
"Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku, meski kau tak cinta.. kepadaku..."
"Beri sedikit waktu..
Biar cinta datang karena telah terbiasa.."Henggar menatap gue. Dari ekspresi yang Henggar tunjukin, gue ngerasa Henggar minta gue buat nunggu. Seperti lirik lagu yang lagi dia nyanyikan.
"Simpan mawar yang kuberi, mungkin wanginya mengilhami"
"Sudikah dirimu untuk, kenali aku dulu..."
"Sebelum kau ludahi aku..."
"Sebelum kau robek hatiku..."
Emosi yang ada di liriknya benar-benar sampe ke gue. Nyesek banget, apa seberat itu Henggar ngejar gue. Apa sejahat itu juga gue nolak dia.
"Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku, meski kau tak cinta... kepadaku"
KAMU SEDANG MEMBACA
OH MY OM
Novela Juvenil"OM!" "udah di bilangin jangan ikut-ikutan panggil gue OM" "Suka-suka gue dong" "Mulai hari ini panggil gue sayang" kata Henggar sungguh-sungguh. "Kalo gue nggak mau" tantang Aneska, melipat tangannya di depan dada. "Apa susahnya sih love kita fl...