Bagian 10 ; Serpihan Mimpi Yang Membekas

45 11 2
                                    

"NAEL!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"NAEL!"

Rangga melambaikan tangannya semangat. Ini sudah minggu ke berapa mereka berteman dan kadang mereka suka diajak jalan ke tempat umum, ditemani bermain, seperti mandi bola, yang ada di mall. Kebetulan mereka tetangga, jadi tak terlalu sulit bagi keluarga mereka untuk keluar bersama.

"Udah baikan sekarang?" tanya Aesha sambil menyentuh kening Rangga.

Lantas Rangga mengangguk.

Oh, iya, nyaris seminggu terakhir, Rangga dan Aesha tidak bertemu karena Rangga tiba-tiba saja demam entah karena apa. Cuaca juga sedang baik-baik saja.

"Makanya jaga kebersihan terus!"

Rangga langsung murung karena tiba-tiba diomeli oleh temannya sendiri. Karena pada dasarnya Aesha sangat tidak suka jika ada orang yang sedih, Aesha langsung memeluk teman kecilnya itu.

"Gak boleh nangis, ya. Nanti kamu jadi jelek."

"Jelek?"

Aesha mengangguk. Setelah itu dia melepas pelukannya. "Kalau sekarang kamu jelek," ujar Aesha. Setelah itu dengan kedua jari telunjuknya, diarahkan hingga senyum Rangga yang tadinya murung, kini sudah terangkat. "Ini baru ganteng!"

Rangga langsung lebih mengembangkan senyumnya. Tak lupa juga matanya ikut menyipit kala dia memperlebar senyumnya.

"Kini ngapain sekarang?"

"Ayo masuk. Kamu belum pernah masuk ke rumah aku. Nanti kita makan es krim."

Aesha suka es krim. Tidak mungkin ajakan Rangga kali ini ditolak oleh Aesha.

Rangga juga buru-buru menarik tangan Aesha. Betapa terkejutnya Aesha ketika kakinya sudah menginjak lantai rumah Rangga. Aesha lebih terkagum dengan semua furnitur di rumah keluarga pemuda itu. Meskipun mereka cuma tetanggaan, tapi rasanya seperti adanya perbedaan kasta yang terlampau jauh antara keluarga mereka berdua.

Bukan berarti keluarga Aesha yang tidak mampu atau bagaimana, tetapi, hanya saja rumahnya lebih ke gaya sederhana dibanding mewah seperti rumah tetangganya yang satu ini.

"Woah, terang banget kuning-kuning."

Saat ini mungkin banyak yang tertawa kalau mendengar satu kalimat yang keluar dari Aesha. Tapi, kebenarannya memang seperti itu. Warna lampu yang mendominasi di rumah Rangga memang berwarna kuning.

Tiba di satu rak kaca yang berisikan beberapa piala, medali, beberapa foto keluarga, benda-benda yang rawan pecah, dan beberapa benda lain yang membawa kesan mewah di rumah ini.

"Wah, pialaaa. Ini punya kamu?"

Rangga menggeleng.

"Terus ini punya siapa?"

"Kakak aku. Aku belom bisa ngasih apa-apa. Jadi, semuanya ini punya kakak aku."

Aesha mengangguk paham sambil mengedarkan pandangannya kembali lagi ke rak kaca yang berada tepat di hadapannya.

BIFURKASI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang