Sore itu, Rangga dan kakaknya, Raka, memutuskan untuk menghabiskan waktu mereka berdua. Bukan kegiatan yang terlalu memakan tenaga, hanya menggambar dan mewarnai. Meskipun mereka tahu mereka tidak ahli di bidang itu. Di hari yang sama, banyak tamu yang berkunjung.
Mereka berdua dibiarkan untuk menggambar dan mewarnai di ruang tamu. Dua anak kecil itu cukup patuh dan tidak nakal jadi tidak sulit diurus.
"Raka udah kelas berapa?"
"Kelas 2 sekarang."
"Rangga kelas berapa?"
"Baru TK. Tahun depan baru masuk SD."
Beberapa tamu menoleh ke arah dua anak kecil itu. Pasti karena mereka menggemaskan dan yang kedua karena mereka terlihat seperti anak yang penurut. Memiliki anak yang penurut adalah satu hal yang didambakan oleh para orang tua.
Satu hal yang menarik perhatian para tamu yaitu sebuah lemari yang berisikan piala-piala dan medali. Siapa lagi kalau bukan ulah anak mereka.
"Raka ikut lomba lagi, ya?"
Ibu dua anak itu mengangguk sembari melirik piala-piala yang ada di dalam lemari kaca itu. Sebenarnya, isi dari lemari itu tidak sepenuhnya hasil usaha dan kerja keras Raka. Perlu diingat ayah dari dua anak itu juga menyumbang banyak prestasi. Keluarga yang sangat cemerlang.
"Rangga bisa nyusul pasti. Turunan juga, lah. Agak aneh kalau kepinterannya gak nurun."
Rangga yang fokus awalnya berada pada kertas dan benda warna-warni di depannya kini mendongak menatap punggung beberapa tamu itu karena namanya disebutkan.
"Agak aneh?"
Raka langsung ikut mendongak ketika mendengar sodaranya yang berumur 2 tahun di bawahnya tiba-tiba mengucapkan hal yang cukup aneh pula.
"Kenapa?"
"Katanya kalau aku yak kayak kamu katanya aneh."
Hari itu Rangga ingat dengan persis bagaimana rasanya menanggung banyak beban dan harapan dari orang-orang di sekitarnya. Rangga merasa dirinya harus membuktikan kepada semua orang itu kalau dia bisa lebih dari siapa pun.
"Ngga usah didengerin. Temen-temennya mama memang suka ngomong sembarangan," balas si sulung sambil merangkul pundak adiknya. Raka juga berpikir mengapa pula orang-orang tua ini malah membahas hal yang seharusnya tidak dibahas di depan anak kecil. Rangga juga punya telinga yang bisa mendengar semua obrolan mereka.
"Kamu naik aja bobo siang. Biar tambah tinggi. Aku beresin nanti."
Bagi Rangga, Raka adalah kakak terhebat yang pernah dia kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIFURKASI RASA
FanfictionLakuna Bersua ; Bifurkasi Rasa, Jake ENHYPEN © senaraisendu, 2021 cover by A03PHL