Kelas 11 IPA 2 terlihat tenang dan damai saat jam kosong. Maklum, kelas mereka diisi oleh penghuni yang muridnya kalem dan disiplin.
Sama halnya dengan ketiga orang yang duduk tenang di kursi bagian belakang. Mereka adalah Raga, Egra dan Aden.
Ketiganya memang sekelas, sedangkan Yuan dan Alto di kelas 11 IPS 1.
"Lo nggak ada niatan minta maaf sama dia?" tanya Egra memecahkan keheningan.
Raga yang sedang main game karena sudah selesai mengerjakan tugas menoleh pada Egra.
"Siapa?" tanya Raga.
"Siapa lagi kalau bukan Diva," imbuh Aden yang baru selesai mengerjakan tugasnya.
Netra coklat Raga kembali fokus dengan game–nya.
"Nggak penting. Gue nggak sengaja, lagi pula suruh siapa dia ada di sana," lanjutnya tanpa menolehkan pandangan dari layar ponsel.
Raga memang seperti itu. Jadi, jangan heran dengan karakternya yang seperti air, yaitu mengikuti arus. Jika lawan bicaranya sopan, dia akan jauh lebih sopan, tapi jika dari awal sudah memancing keributan maka Raga pun akan bersedia untuk menanggapinya.
"Dia cewek, Ga. Seharusnya lo jangan kayak gitu. Kasihan keningnya. Lagipula lo yang salah," lanjut Aden.
Raga menghentikan game–nya dan menatap Aden.
"Anak baru itu cuma cari perhatian gue," tandas Raga.
"Kepedean banget lo," decih Egra.
"Gue benar kok. Kita di sekolah punya penggemar, khususnya gue. Siapa tahu dia emang cari perhatian. Pikiran orang kan nggak ada yang tahu."
"Kalau ternyata nggak cari perhatian, gimana?"
Raga mengantongi ponselnya.
"Tetap aja gue nggak akan minta maaf sama dia, Gra."
"Bilang aja lo gengsi, Ga," timpal Egra.
Raga menaikkan kakinya pada laci meja dengan punggung menyandar di punggung kursi, lalu ia memejamkan kedua matanya.
Sedangkan di kursi depannya, Aden menggelengkan kepala melihat tingkah Raga.
"Ck, kebiasaan," decak Aden.
Egra yang duduk di sebelah Raga mengedikkan bahunya.
"Biarin aja, Den. Emang gitu sahabat kita. Kayak baru tahu aja."
Telinganya masih bisa mendengar obrolan kedua sahabatnya. Namun, Raga malas untuk membahas cewek yang dari awal sudah tidak berkesan dengannya.
Menurutnya, Diva terlalu berani untuk seukuran cewek yang baru pertama kali bertemu.
Raga melirik bekas cubitan di lengannya yang memerah. Rahangnya mengeras saat mengingat Diva mencubitnya dengan kasar.
Dia tidak menyangka jika bola basket yang dilemparkannya malah mengenai Diva. Apalagi tadi di lapangan basket Diva mencemoohnya di hadapan orang banyak. Itu membuat emosi dalam diri Raga bergejolak. Sebelumnya tidak ada cewek yang berani mencemooh padanya, tapi Diva, kini jadi salah satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVBAND [SELESAI]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Memiliki hobi menyanyi dan bercita-cita menjadi penyanyi terkenal, Diva memutuskan bergabung ke dalam band Charming yang ada di sekola...