"Makasih untuk makanannya, Ga. Maaf, udah merepotkan lo."
"Nggak ada yang direpotkan, Div. Gue melakukan ini semua atas dasar keinginan gue," ujar Raga.
Saat ini, keduanya masih di rooftop dengan sinar matahari siang yang mulai meninggi bahkan membuat tempat itu semakin panas. Namun, keduanya masih setia di sana sembari menunggu bel masuk berbunyi.
"Ga, gue boleh nanya sesuatu nggak?"
Raga mematikan lagu di ponselnya. Kemudian, laki-laki itu memfokuskan diri pada Diva.
"Boleh. Mau nanya apa?"
Diva menopang dagunya di atas meja.
"Lo percaya nggak, kalau benci bisa berubah jadi cinta?"
Raga mengerutkan dahi. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya jika Diva menanyakan hal itu.
"Percaya nggak percaya, sih."
"Alasannya?"
"Karena, ada dua hal yang membuat gue yakin menjawabnya. Pertama, ada yang dibenci akan selamanya dibenci. Kedua, ada yang dibenci bisa berubah menjadi dicintai, begitu juga sebaliknya," jawab Raga.
"Terus, kalau tentang mencintai dan dicintai, menurut lo gimana?"
"Nggak gimana-gimana. Kenyataannya yang harus lo sadari, yaitu mencintai atau dicintai. Jika lo merasakan keduanya, itu berarti lo beruntung. Namun, kalau lo mencintai tanpa dicintai, itu berarti lo harus mengikhlaskannya," lanjut Raga.
"Kenapa harus mengikhlaskannya? Padahal kita bisa berjuang dulu."
"Buat apa berjuang kalau dia nggak pernah menghargai perasaan lo. Buat apa lo menyakiti diri lo sendiri, sedangkan dia aja nggak pernah peduli. Karena cinta yang paling tulus ada mengikhlaskannya. Mencintai itu nggak harus memiliki, Div, karena melihat dia bahagia bersama yang lain, hati kita pun akan bahagia," jelas Raga.
Hati Diva menghangat saat Raga menjelaskan apa yang selama ini menjadi ketakutan Diva. Dulu, Diva mengatakan pada Celisa jika dia benci pada Raga, tetapi sekarang perasaan benci itu mulai berubah menjadi cinta.
Diva memiliki rasa lebih untuk Raga. Bukan karena dia tampan, bukan juga karena dia pandai bernyanyi. Namun, Raga adalah orang yang bisa dewasa, bijak, perhatian dan menyebalkan pada waktunya.
"Kenapa lo menanyakan kedua hal itu?" tanya Raga.
"Enggak papa. Gue hanya ingin tahu apa pendapat orang lain tentang keduanya."
"Gue pikir lo lagi merasakannya," tukas Raga.
Jantung Diva berdetak hebat. Dia takut kalau Raga tahu perasannya. Apa lagi dia juga belum tahu apakah Raga memiliki rasa yang sama padanya atau hanya sebatas rasa sebagai partner dalam band.
Melihat Raga mengantongi ponselnya, lalu beranjak pergi, Diva pun segera merapihkan kotak bekalnya dan mengejar Raga yang sudah menuruni anak tangga.
"Tunggu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVBAND [SELESAI]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Memiliki hobi menyanyi dan bercita-cita menjadi penyanyi terkenal, Diva memutuskan bergabung ke dalam band Charming yang ada di sekola...