Kendaran beroda dua maupun empat masih berlalu lalang di jalan beraspal. Namun, tidak ada kendaran umum yang lewat satu pun. Padahal jarum jam masih menunjukkan angka 7 malam.
Dibalut sweter rajut hitam, tangannya memeluk tubuhnya untuk menghangatkan diri dari udara malam yang tidak bersahabat.
Langit juga terlihat mendung, tidak ada cahaya benda kecil yang selalu menghiasi malam.
Sesekali dia menoleh ke layar ponselnya. Berharap, sopir pribadinya segera menghubungi dan dalam perjalanan. Namun, itu hanya harapan saja, karena terakhir sopirnya mengabari jika mobil mogok saat keluar dari pelataran rumah.
Gadis itu lalu kembali duduk di kursi halte bus, untung saja ada beberapa pedagang kaki lima dan lampu yang menerangi tempat itu, jadi dia tidak merasa sendirian dan takut.
Diva mengembuskan napas gusar. Dia sebenarnya kurang nyaman jika berada di tempat yang sangat dihindarinya. Bukan karena Diva tidak biasa dengan hal umum, hanya saja dirinya selalu membaca artikel mengenai kejahatan yang menimpa remaja seusianya.
Kejahatan remaja memang sering terjadi di mana saja, tidak memandang tempat untuk melakukannya. Bahkan di tempat ramai pun, kejahatan remaja seperti pelecehan masih bisa terjadi.
Diva menyipitkan matanya saat lampu terang menyorot ke arahnya. Ternyata itu sebuah lampu kendaraan bermotor milik seseorang yang dia kenali.
"Belum pulang lo?" tanya pemilik netra cokelat terang saat melepas helm full face hitam miliknya.
"Belum. Lo baru pulang dari rumah Egra?"
Raga, laki-laki itu menghampiri Diva yang masih duduk di kursi halte. Setelah pulang dari latihan band yang dimulai sore hari dan berakhir malam, Diva sengaja menunggu sopir pribadinya di halte bus yang ada di depan gang perumahan Egra, hal itu memudahkan ketika sang sopir menjemputnya.
"Iya. Gue pikir lo udah pulang. Masih nunggu jemputan?"
Setelah latihan, Raga memang tidak pulang duluan. Dia mengobrol bersama keempat sahabatnya, tetapi karena rumah Raga jauh, makanya dia pulang lebih awal. Namun, siapa sangka jika saat keluar gang perumahan Egra, dirinya malah menemui Diva duduk sendirian di halte bus.
"Pak Boim tadi udah kasih tahu gue kalau mobilnya mogok, jadi sekarang lagi di benerin sama montir," jawab Diva.
Dia menggeser tempat duduknya saat Raga pun ikut duduk di sampingnya.
"Terus, kenapa nggak naik angkutan umum, taksi gitu."
"Dari tadi gue udah nunggu, cuma nggak ada yang lewat."
Hening.
Keduanya sama-sama terdiam. Apa lagi Raga, pikirannya masih bergelut dengan hatinya untuk mengutarakan niat baiknya pada Diva.
"Diva," panggil Raga.
Diva yang menatap jalanan di depannya menoleh. "Iya?"
"Mau pulang bareng nggak? Dari pada lo nunggu lama di sini, lebih baik gue antar pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVBAND [SELESAI]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Memiliki hobi menyanyi dan bercita-cita menjadi penyanyi terkenal, Diva memutuskan bergabung ke dalam band Charming yang ada di sekola...