17. Kita Saling Mengenal

377 78 17
                                    

Ocehan Minho mengiringi sarapan pagi mereka, dan biasanya Seohyun selalu menyahuti ocehan adiknya. Namun, kali ini gadis itu hanya diam seperti sedang memikirkan sesuatu.

Anjani melirik heran putrinya yang hanya mengaduk-ngaduk sayur sop tanpa berniat memakannya. "Kakak lagi sakit, ya? Kok, belum dimakan?"

Tak ada jawaban.

Minho menyeruput sisa kuah sayur sop langsung dari mangkoknya, lalu menurunkannya dan pandangannya langsung tertuju pada kakaknya yang duduk di hadapannya. Ia pun terlihat heran dengan sikap kakaknya yang jadi pendiam dari biasanya. Ia melirik sang ibu dengan senyum jahil, lalu dengan santainya menginjak kaki kakaknya yang berada di kolong meja.

"Aaawww!! Sakiiittt!!!" jerit Seohyun, refleks menatap adiknya tajam. "Nih, anak apaan, sih? Nginjek kaki orang!"

"Nah, gitu, dong! Ini baru kakak aku. Dari tadi anteng banget," ujar Minho.

"Minho, kamu iseng banget, sih, sama kakak kamu. Kebiasaan," ucap Anjani, menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu kembali menatap putri sulungnya yang terlihat kesal. "Kamu juga kenapa, pagi-pagi udah ngelamun aja. Mikirin apa?"

"Mikirin cowok pasti," sahut Minho.

Tak terima dengan sahutan adiknya, Seohyun pun membalas injakan kaki adiknya dengan lebih kencang, lalu ia tersenyum puas begitu jeritan Minho memenuhi ruangan. "Tuh, rasain, ya!"

"Dendaman!" ujar Minho sebal seraya menaikkan kaki kirinya ke atas kursi, lantas melepas kaus kaki putihnya. "Ya Allah, sampe merah gini. Jahat banget."

"Upsss... Kakak lupa kalo Kakak udah pake heels. Maaf, ya, adikku ganteng," sahut Seohyun seraya terkekeh kecil.

Minho menunduk, menatap sandal rumah yang ia pakai. Rasanya tidak adil dirinya mendapatkan rasa sakit dari sepatu heels kakaknya. Jika saja jahat, ia ingin membalasnya dengan sepatu futsalnya. "Sabar, Minho. Oke, itu kakak kandung, bukan kakak tiri. Jadi, jangan dibales," gumamnya, lalu bangkit berdiri menghampiri ibunya. "Mama, aku berangkat sekarang, ya."

"Gak bareng Kakak kamu?"

"Ma to the Les! Males!!" jawab Minho sinis.

"Lah? Emang Kakak mau nganterin kamu? Enggak, lah! Ngabisin bensin."

Embusan napas panjang keluar dari bibir Minho seraya mengusap-ngusap dadanya. Ia mengulurkan tangannya, lalu mencium tangan ibunya. "Pamit, ya, Ma. Assalamu'alaikum," ucapnya.

"Wa'alaikumussalam," jawab Anjani.

"Wa'alaikumussalam," jawab Seohyun sambil mengangkat tangan kanannya, menyodorkan ke arah adiknya, namun tanpa diduga malah ditepis oleh bocah menyebalkan itu. "Ish! Gak sopan, tau!"

Minho terkekeh kecil, lalu mengecup sisi kepala kakaknya, lantas melengos pergi meninggalkan dapur. "Bye, bye!" ujarnya seraya melambaikan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menenteng kotak makan buatan sang kakak. "KAK, MAKASIH, BEKELNYA!!"

"Anak Mama makin nyebelin banget," gumam Seohyun, lalu melirik ibunya yang malah tersenyum. Ia pun meraih sendok, lalu mulai menyuapkan sayur sop yang sejak tadi tidak disentuhnya.

"Nikmatin aja kebersamaan kalian," sahut Anjani, tersenyum. "Ya, karena nanti kalo kamu udah nikah, dia gak akan bisa sering-sering jahil ke kamu. Apalagi kalo kamu dibawa jauh sama suami kamu, Minho pasti akan sedih. Ya, walaupun kalian sering berantem, tapi, Mama juga tau kalo kalian berdua saling sayang satu sama lain. Iya, kan?"

Seohyun pun tersenyum mendengar ucapan sang ibu, lantas mengangguk setuju. "Iya, Ma. Suatu saat nanti aku pasti akan dibikin kangen sama adek aku yang nyebelin itu," sahutnya geli.

Hijrah Cinta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang