Part 3: Permainan

4.6K 446 4
                                    

***

"Apa saya boleh masuk, tuan Toni?"

Lui berdiri di depan pintu ruangan kerja Toni. Toni mengangguk, dia memberikan beberapa surat yang dipegangnya. Hari itu Toni sedang bertemu dengan pengacaranya. Lui berdiri di samping kursi roda Toni, dia mengambil surat-surat itu dan melihatnya.

"Aku tidak terlalu paham teknologi, apa kamu bisa membuatkan email untukku, Lui?"

Lui menatap Toni.

"Maaf tuan Toni, kita sudah punya email dari 20 tahun yang lalu." Lui beranjak mengambil laptopnya, dia mengerti terkadang Toni memang sedikit pelupa.

"Ah maksudku, bisakah kamu memberitahu email kita kepada pengacara ini, Lui." Toni tertawa sambil menaikkan bahunya. Mungkin memang faktor umur yang membuatnya lupa.

"Baik, tuan Toni." Lui membuka laci di meja kerja Toni dan mengeluarkan kartu nama milik Toni. Toni hanya tertawa melihat itu, dia sepertinya harus mengakui dirinya sudah pikun.

"Terima kasih, Pak Lui," ucap pengacara itu.

"Lui duduklah di sini. Bantu Aku." Toni menatap Lui yang memilih berdiri di sampingnya. Lui menuruti Toni untuk tetap di ruangan itu, dia tahu mereka sedang membicarakan tuan muda Hydan.

"Hydan, tentu saja tidak akan pernah pulang jika kita tidak memancingnya." Toni mengusap tangannya.

"Tuan Toni, di surat ini sudah tertulis nama Hydan sambara sebagai anak tunggal yang berhak mendapat semua harta Toni Sambara, jika Tuan Toni meninggal dunia," kata pengacara itu.

"Aku tidak keberatan semua hartaku jatuh ke tangan Hydan, tapi anak itu sudah hampir 10 tahun tidak pulang. Seandainya aku tidak sakit, aku pasti akan menemuinya. bahkan untuk menelponku saja, dia juga tidak mau. Lui saja tidak bisa memaksanya pulang untuk menemuiku." Toni menatap Robbi, pengacara itu masih tidak mengerti kemauan Toni.

"Jadi anda memanggil saya hari ini karena anda mau merubah surat warisan ini?" Robbi mengambil surat warisan di atas meja.

"Aku... hanya mau membuat sebuah permainan Rob."

Pengacara itu menatap Toni, dia mematung.

"Tuan, jika sebuah surat sudah dibuat secara legal ada undang-undang yang mencakup dan melindunginya. Kita tidak bisa bermain-main dengan itu," Robbi mulai berkata tegas. Dia memang baru bekerja sebagai pengacara dan konsultasi hukum di keluarga Sambara. Tapi pengacara sebelumnya, sudah memberitahunya bahwa Tuan Toni ini terkadang punya pemikiran menyimpang, mungkin seperti ini maksudnya.

"Rob, aku hanya ingin melihat anakku pulang. Aku rasa, kamu pun juga tahu, hidupku mungkin tidak lama lagi," suara Toni terdengar serak.

"Hm..." Pengacara itu melepas kacamatanya. Dari awal, dia pusing mendengar rencana Toni.

"Ini akan mengorbankan seseorang tuan...." Robbi meletakan surat warisan di depan Toni.

"... Atau mungkin akan merubah Hydan lebih baik," sahut Toni.

"Tidak akan ada perubahan yang baik, kalau anda memaksanya, tuan Toni." Pengacara itu menggaruk tengkuknya. Toni terlihat masih bersikeras.

"Aku tahu, tapi aku kenal anakku." Toni selalu bisa menjawab perkataan Robbi.

"Bagaimana tuan Toni mengetahui sifat tuan Hydan, sedang hampir 10 tahun tuan tidak bertemu dan tinggal tinggal dengannya."

"Aku sudah bilang. Hydan akan datang pulang karena permainan ini. Aku hanya ingin bertemu dengan anakku sebelum aku mati." Toni tidak ingin dibantah. Walau pun dia tidak sekuat atau secerdas saat dia muda, dia memakai perasaannya sebagai ayah kandung Hydan.

Suami Superior Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang