Part 8: Kebingungan Mala

2.8K 353 6
                                    

***

"Apa hanya ini yang kamu inginkan, Mala?"

Lui membaca tulisan yang berikan Mala, sebagai syarat jika dia setuju untuk membantu Toni. Lui melirik wanita berambut Brunette yang duduk di depannya, Mala tampak sangat gugup, karena Lui menatapnya. Toni tidak bisa ikut datang ke toko hari itu, karena harus beristirahat.

"Iya... hanya itu saja pak Lui." Suara Mala terdengar pelan. Lui tersenyum datar. Pantas saja majikannya, Toni menyukai Mala. Wanita ini memang terlalu baik, tapi dia masih ragu. Lui tahu hal itu.

Mala hanya meminta syarat, tidak menyentuhnya secara fisik selama perjanjian berjalan, memperbolehkan Mala bekerja seperti biasanya, tidak ada aturan dan tidak ada perlakuan kasar. Hanya itu.

"Kamu tidak ingin materi? Misal sejumlah uang atau mungkin kamu mau melunasi toko kue ini? Tuan Toni tahu kamu masih menyicilnya."

Mala memandang tangannya. Sebenarnya, kalau diperbolehkan Mala ingin rumah sederhana untuk ibu dan keluarganya. Tapi.... Mala merasa itu terlalu berlebihan, sedang dirinya saja masih mampu menyicil bangunan toko kuenya.

Mala hanya menggeleng. Dia tidak mau apa-apa lagi.

"Atau kamu perlu sehari lagi untuk memikirkannya lagi? Tuan Toni berpesan kamu boleh minta apa saja, Mala. Kamu tenang saja, tentu saja tuan Toni tidak akan menyentuhmu." Lui melipat kertas di tangannya itu dan memberikannya kembali kepada Mala. Mala hanya diam memandangi kertas itu.

"Atau ada yang mau kamu tanyakan?" Perkataan Lui itu, membuat Mala ingin mengeluarkan unek-uneknya.

"Pak Lui, apakah saya harus ikut dalam kebohongan ini?"

"Jujur saja, Aku juga tidak tahu Mala, itu adalah ide Tuan Toni. Aku mengerti, kasarnya tuan Toni memang menggunakan dirimu sebagai pancingan." Lui mengambil teh panas di depannya. Dia menghirupnya sambil memandangi wajah Mala berubah setelah mendengar kata-kata Lui.

"Apakah benar karena saya mirip istri Pak Toni?" Tanya Mala.

"Tidak mirip secara langsung, tapi rambut, mata, postur tubuhmu memang mirip. Tapi dari sifat jauh berbeda," jawab Lui. Mala hanya tersenyum datar.

"Yang penting, tuan Hydan tetap tinggal di rumah itu sampai waktunya tiba," sambung Lui.

"Tapi.... sampai kapan?" Mala tiba-tiba merasa keberatan.

"Dokter memperkirakan hidup Tuan Toni mungkin 3 bulan kurang. Karena faktor umur juga imunnya udah sangat lambat, kanker tulang itu terus menggerogoti tubuh tuan Toni. Kami pun sudah pasrah." Lui menghela napasnya. Mala diam.

"Kamu takut dengan cerita Hydan meninggalkan luka di wajahku?" Lui tersenyum datar. Mala mengangguk pelan.

"Aku sebenarnya bisa saja membunuhnya jika aku mau. Tapi selama tuan Toni masih hidup, aku tidak akan melawannya."

Mata Mala lagi-lagi membesar, kalau pak Lui bisa saja menjaga diri sendiri... Sedang dirinya?

"Lalu, bagaimana saya tahu, saya akan selamat?" Mala mengaruk kepalanya, dia mulai pusing.

"Seperti yang tuan Toni katakan, Dia tidak akan menyakitimu. Tapi satu hal Mala, mungkin tuan Hydan bisa membuatmu terpesona..." Lui tiba-tiba tertawa. Mala bertambah bingung.

Suami Superior Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang