Chapter 15

2.1K 364 33
                                    

Denting jam bergema, Larut malam Renjun merasa haus sampai merasa tenggorokannya sakit karena kering, akhirnya walau malas ia memutuskan keluar kamar untuk mencari minum. Suasana malam itu sangat sunyi, tentu saja itu lewat tengah malam, hanya ada penjaga malam dan beberapa penjabat yg berjalan di koridor.

"Kenapa malam ini begitu panas?" Gumamnya, ia melonggarkan kerah bajunya, membuka sampai ujung pundak memperlihatkan tulang selangkanya.

Dengan mengenakan pakaian putih tipis, Renjun memtuskan berjalan-jalan sebentar merasakan angin malam yg menyejukkan kulitnya.

Rambutnya yg tergerai tertiup lembut oleh angin, dan pakaian yg tipis berayun menyikap kaki rampingnya. Renjun melepas sandalnya berjalan bertelanjang kaki ke arah paviliun, ia ingin mendinginkan telapak kakinya di marmer hitam taman itu.

Untungnya area ini sangat membatasi orang untuk berkeliaran. Hanya keluarga kerajaan yg akan datang ke sini, jadi Renjun tak terlalu khawatir dirinya akan terlihat.

Meskipun ia sudah mendapat ijin rasanya agak canggung. Untung saja ini tengah malam jadi ia sedikit bebas melakukan apapun.

Crashh

Klang

Blam

Gerakan kaki Renjun terhenti, ia menoleh ke arah suara yg keras di belakang sana. Ia berlari ingin melihat apa yg terjadi.

"Yang Mulia!" Renjun segera berlari ke arah Jisung, ia menghentikan pergerakan tangannya yg tengah mengayunkan pedang api miliknya ke arah pelayan yg tengah bersujud di depanya.

"Lepaskan aku" Nada suaranya tinggi penuh kemarahan, dan matanya menyala karena marah.

Sihir itu menggores tangan Renjun namun tak ia hiraukan karena Jisung lebih penting sekarang.

"Tolong tenang dulu Yang Mulia" Renjun hampir kewalahan karena perbedaan kekutan fisik mereka.

Jisung menoleh dan menatap Renjun "Orang ini pantas mati" suara itu membekukan tubuh Renjun, bahkan itu bukan untuknya tapi suara dan tatapannya amat sangat dingin.

Ia mencoba menenangkan hatinya dan menyentuh bahu Jisung "Yang Mulia, aku tahu tapi, kumohon tenang sebentar"

Seperti sengatan listrik bagi Jisung ia terdiam merespon sentuhan Renjun. Mendapat respon baik, Renjun melanjutkan dengan mengelus bahu itu agar sang empu lebih tenang dan terkendali.

Jisung menurunkan pedangnya perlahan, mengatur nafas dan melirik sekali lagi pada Renjun, Renjun menatap bingung kenapa Jisung menatapnya seperti itu.

Hup

Kedua tangannya berada di pundak Renjun dan berdiri tepat di depanya seperti menghalanginya dari pandangan orang lain.

"Ada apa Yang Mulia?"

Jisung tak menjawab ia hanya melepas jas miliknya lalu memakaikannya pada Renjun
"Jangan keluar dengan berpakaian seperti ini lagi" Matanya menatap kerah baju Renjun yg sangat terbuka, tak tahan dengan itu Jisung menarik kerah itu agar menutupi tubuhnya.

Memang berpakaian tipis dan sedikit terbuka di anggap tidak sopan tapi Renjun memakainya karena kepanasan juga tak ada satupun di sana, pikirnya.

"Baik aku mengerti. Apa Yang Mulia sudah tenang?"

"Belum"

"Uh?"

"Aku masih ingin memenggal kepala pelayan itu, setidaknya mencongkel matanya sudah cukup"

"A-apa? Yang Mulia maafkan aku, tapi apa kesalahannya?"

"Dia menatapmu"

Renjun mematung "H-huh?"

Mon Espoir [SungRen] || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang