Chapter 6

2.5K 397 13
                                    

Langkahnya menjadi kasar dan lebar. Ia sengaja menghentak dengan keras pada lantai marmer di lorong itu. Ia marah dan kesal. Jika saja orang itu bukan orang penting, sudah ia pukul habis-habisan.

Sial

Renjun berhenti di ujung lorong menghadap hutan yg lebat. Matanya terpancing untuk melihat. Ia berhenti dan bersandar pada tiang di samping pagar, membiarkan rambutnya berayun kesana kemari oleh angin. Merasa nyaman membuat ia memejamkan matanya merasakan lebih intens angin yg menerpanya.

Sejuk..

"Sejuk" suara dalam dan dingin mengejutkannya. Kelopak matanya langsung terbuka dan menoleh mencari tahu siapa yg baru saja bicara.

"Pangeran?!"

Jeno menoleh dengan wajah datarnya namun tatapanya lebih normal, tak ada kedinginan atau penolakan.

"Kau suka hutan?"

Renjun menyerngit namun mengangguk
"...Ya. Karena saya besar disana?"

Jeno hanya merespon lewat anggukan. Membuat suasana jadi sedikit canggung.

"Apa Pangeran juga suka?"

Sempat terdiam, ujung bibirnya terangkat sedikit "Ya"

Jika kau lebih teliti kau bisa melihat tatapannya melembut dan tenang. Sudah pasti ia sedang memikirkan hal yg indah.

Renjun bahkan hampir terpana melihat itu. Atau mungkin dirinya sudah benar-benar terpana.

Itu hanya sebuah tatapan, yg bahkan bukan untuknya. Itu hanya sebuah senyuman tipis, yg bahkan samar. Itu hanya...

Plak

Renjun menampar kedua pipinya secara bersamaan, membuat Jeno menoleh dan menatap bingung dirinya.

"Ah s-saya hanya merasa mengantuk. Tapi saya sedang bersama pangeran,
itu tidak sopan, benar?" Renjun tertawa canggung

Jeno membalikan badanya menghadap Renjun menatapnya cukup lama, angin berubah menjadi kencang. Jubah biru agungnya berkibar dengan tegas, dan di depanya rambut Renjun mengayun lembut juga indah seperti tengah menari.

Jeno melangkah dengan pelan namun pasti, ia membuang jarak diantara mereka. Tangannya terulur, membuat Renjun berhenti bernafas. Tangan di samping pahanya mengepal tiba-tiba menjadi gugup.

Jemarinya meraih rambut panjang itu dan dengan perlahan melepaskan sesuatu dari sana. "Ada daun di rambutmu" ucapnya

"D-daun? A-ah iya terimakasih"

Apa yg kau pikirkan, kenapa kau mempermalukan diri sendiri. Ku harap dia tidak sadar akan kegugupanku. Apa itu tadi aku juga menutup mata. Astaga RENJUN!

Masih sibuk dengan merutuki dirinya, ia tak sadar jika wajah tampan itu mendekat perlahan. Sampai suara nafasnya dan hembusan dingin dari mulutnya menyentuh telinganya, ia baru sadar dan kembali mematung.

"Pa-" cicitnya

Suara itu berbisik membuat kulit sekujur tubuhnya merinding dan wajahnya menjadi panas.

Mata bulatnya melirik dengan gugup, damn mata dingin itu meliriknya.

🐭🦊🐭

Dinginnya malam tak membuat ia kian membaik, wajahnya masih panas. Dan kakinya bahkan lemas.

Dengan helaan nafas kasar ia bersandar pada kursi besi di pinggir danau.

Suara pangeran Jeno masih terngiang di telinganya

"Sangat menawan"

"Aaaaahhhhh hentikan!" Teriaknya sambil menutup telinganya, membuat hewan-hewan malam terkejut dan pergi dari sana. Untungnya tak ada seorangpun di sana, jika ada akan sangat memalukan.

Mon Espoir [SungRen] || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang