FMS : 21

33.3K 3.6K 234
                                    

Ansel yang sedang membalik ikan di atas wajan langsung beralih menatap pintu rumah yang diketuk oleh seseorang. Sorot mata lelaki itu berubah nyalang saat berpikir jika si pengetuk adalah Brandon karena di jam-jam sekarang adalah waktu untuk pria itu kembali mengganggunya serta putranya.

Tanpa berniat untuk membuka pintu, Ansel kembali melanjutkan acara masaknya. Tetapi sayangnya semakin ia menghiraukan malah ketukan itu semakin ganas. Dengan perasaan kesal, Ansel lalu mematikan kompor dan melangkah terburu-buru untuk membuka pintu.

Sumpah serapah dan segala umpatannya lantas terhenti di ujung lidah saat melihat pria sedikit berumur berdiri gagah di teras rumah. Ditelisik lebih jauh, Ansel pikir pria di depannya cukup mirip dengan Darren. Oh apa jangan-jangan....

"Apa benar ini kediaman putra saya?" tanya pria itu.

Ansel mengernyit bingung. Putra? Putra siapa?

"Maaf?" jawab Ansel tak mengerti.

"Saya ayahnya Malvin."

Ansel tersentak kaget. Sambil menggaruk telingannya yang tak gatal, lelaki itu lalu menyalami tangan yang lebih tua. "Maaf om. Silahkan masuk!"

Pria itu lalu masuk dengan diikuti Ansel di belakang.

"Duduk dulu om. Emm om mau minum apa?" tawar Ansel yang dibalas gelengan oleh yang lebih tua. Lelaki itu lalu pamit undur diri untuk memberitahu Malvin akan kedatangan ayahnya.

Sesampainya di depan kamar Dikta, Ansel langsung masuk begitu saja dan aroma khas bayi sontak menyeruak di indra penciumannya.

Di depan sana terlihat Dikta sedang membedak-i tubuh gempal Darren yang asik mengulet kesana-kemari dan tertawa.g

"Malvin mana?"

Dikta menunjuk ke arah kamar mandi yang pintunya tertutup. "Lagi mandi. Kenapa?"

"Ada bokapnya Malvin di luar."

Gerakan tangan Dikta yang akan mengambil bedak bayi lantas terhenti. Mata sipit lelaki itu tampak berkedip beberapa kali.

"Buruan suruh cepetan kalo mandi, kasian bokapnya nunggu lama."

Tak lama kemudian pintu kamar mandi itu terbuka menampakkan Malvin yang hanya menggunakan kaos oblong dan celana pendek sambil mengusakkan handuk kecil di tangannya ke rambutnya yang basah.

"Oh kebetulan lo dah selesai, buruan turun sekarang!"

Malvin menatap tak mengerti ke arah Ansel.

"Ada bokap lo di luar," tambah Ansel kemudian.

Raut wajah Malvin langsung berubah saat mendengar pernyataan barusan. Tanpa menunggu lama, pria itu lalu melempar handuk di tangannya ke atas sofa dan langsung melangkah keluar dengan kondisi rambut yang masih acak-acakan.

Dikta yang sudah selesai memakaikan baju untuk putranya, lantas berdiri dan menghampiri Ansel yang juga akan keluar.

"Bokapnya Malvin kapan dateng?"

"Barusan. Pas gue lagi masa- Lah iya, masakan gue belom mateng!" Ansel langsung ngibrit menuju dapur meninggalkan Dikta dan kegugupannya di dalam kamar itu.

++

"Jadi?"

Gerakan tangan Malvin yang sedang menyendok nasi langsung terhenti. ".... Nyokap gue jatuh sakit. Jadi, gue disuruh bokap buat pulang sekalian ngajak Dikta sama Darren."

Ansel ber oh sebagai respon.

Dirinya memang sudah tau jika hubungan Dikta dengan kedua orang tua Malvin terjalin cukup baik apalagi saat tau akan kelahiran Darren. Tiada hari terlewati tanpa kiriman kado dari sang nenek alias ibu Malvin.

FAMOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang