FMS : 33

29.4K 3.2K 135
                                    

Happy reading!

Ansel terus menggigit bibir bawahnya saat pintu ruang operasi di depannya perlahan tertutup. Bayangan Brandon yang tergeletak dengan mulut yang terus memuntahkan darah pekat terus membekas diingatannya. Belum lagi Theo yang digendongan Victor terus menangis tanpa henti membuat kepala Ansel serasa ingin pecah saat itu juga.

Satu hal yang dia tahu jika sebelum Brandon menyusulnya ke toilet, pria itu menitipkan Theo pada Victor yang kebetulan juga datang ke restoran itu dan Victor juga yang berteriak meminta bantuan hingga akhirnya Brandon sudah berada di dalam ruang operasi.

"OH SHIT! SHUT UP THEO ALEXANDER!" bentak Ansel dengan mata yang terlihat memerah.

Victor yang berdiri di samping Ansel pun ikut tersentak kaget. Ketika pria itu menoleh, terlihat kondisi Ansel yang juga sama berantakannya. Kemeja biru muda yang dipakainya sudah terkena darah Brandon di bagian dadanya.

Theo yang tadinya menangis histeris kini mulai reda dan memilih mengalungkan kedua tangannya melingkari leher Victor. Bayi itu menelusupkan wajahnya pada leher pria yang menggendongnya dan tidak berani menatap wajah sang Mama yang terlihat cukup mengerikan.

"Valena?" tanya Ansel dengan menatap Victor intens.

"Udah ditanganin sama pihak yang berwajib," jawab Victor lugas.

Setidaknya untuk kali ini Ansel bisa bernapas lega. Mata sendunya mendongak menatap pintu ruangan operasi yang barusan tertutup. "Dosa lo ke gue sama Theo banyak dan sekarang lo mau ninggalin kami gitu aja? Bahkan kata maaf pun belum keluar dari mulut lo buat Theo."

"Gue mau ke kantor polisi nanti buat ngasih keterangan. Lo di sini dan gue juga udah ngabarin Dikta, dia udah otw," jelas Victor.

Ansel terlihat tidak perduli. Wajah pucatnya semakin berubah pucat saat melihat lampu pertanda operasi dimulai sudah dihidupkan. Tanpa sadar, lelaki itu menyatukan kedua tangannya dan menumpukan dahinya di sana.

Segala perlakuan buruk Brandon di masa lalu seolah lenyap begitu saja dalam ingatan Ansel saat lelaki itu melihat dengan matanya sendiri tentang kondisi Brandon yang cukup mengerikan. Tidak! Bukan ini yang dia mau. Dia memang sempat ingin agar Brandon pergi dari hidupnya dan Theo, bukan pergi dari dunia ini. Dia juga tidak ingin beberapa khayalannya tentang Theo yang suatu saat akan belajar berjalan dengan Brandon yang menuntun putra mereka agar tidak terjatuh, akan lenyap. Ansel tidak ingin.

Terlalu banyak melamun hingga Ansel tidak sadar jika kini Dikta menuntunnya untuk duduk di salah satu kursi dan merangkulnya.

"Nangis kalo misal lo nggak kuat," bisik Dikta lembut.

Mendengar itu Ansel menggeleng. "Udah banyak air mata yang dulu gue keluarin karena Brandon dan sekarang nggak lagi," balas Ansel dengan sorot mata linglung.

"Tolong bawa Theo, gue mau ke kantor polisi dulu." Victor menyerahkan Theo ke Dikta.

"Ansel nggak ikut?" tanya Dikta sambil membenarkan letak Theo di pangkuannya agar lebih nyaman.

Victor menggeleng. "Kondisi dia lagi nggak memungkinkan buat dimintai keterangan."

Dikta mengangguk mengerti dan kembali fokus pada Ansel.

FAMOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang