FAMOUS ; Behind the Incident #1

4.1K 275 5
                                    

Aku bakal update sampe 5 bab dan dari bab 6 dst kalian bisa lanjut baca di bukunya, hehehe 💓



"Papa kalian menikah lagi dan sekarang dia sama istri barunya pindah ke luar negeri."

Ansel dan Malvin saling bertatapan satu sama lain. Dalam diam, jari Ansel bergerak untuk menghitung sesuatu dan dugaannya benar jika ayah dan ibunya baru bercerai satu bulan yang lalu. Secepat itukah ayahnya move on?

Berbeda dengan Malvin yang sontak mengangkat sebelah alisnya namun tak lama cowok dominan itu mengangkat bahu dengan raut acuh tak acuh. "Terus?" Malvin balik bertanya.

Andini beralih menatap anak sulungnya. "Mama cuma ngasih tau aja."

Malvin menghembuskan napas pelan seraya bangkit dari sofa. Tadi saat dirinya fokus main game, ibunya berteriak menyuruhnya dan Ansel untuk berkumpul di ruang tamu karena ada hal penting yang ingin dibicarakan dan Malvin tidak mengira jika kabar pernikahan ayahnya adalah hal penting yang dimaksud.

Sepeninggal Malvin, Ansel beralih menatap Andini. "Kapan nikahnya, Ma?"

Andini balas menatap anak bungsunya. "Kemarin."

"Jadi, sekarang Papa udah tinggal di luar negeri sama istri barunya?"

Andini hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Ansel mengangguk-anggukan kepala. Dia merasa biasa saja setelah mendengar kabar itu toh sebelumnya hubungan dia dan ayahnya tidak terlalu akrab. Saat ayah dan ibunya berkata akan bercerai, Ansel hanya menjawab 'terserah'.

Pada akhirnya, Ansel beranjak. "Aku mau nge-game sama Bang Malvin dulu. Mumpung orangnya belum balik ke Singapur." Cowok bertubuh agak sintal itu berjalan ke kamar kakaknya.

Di kamar Malvin, Ansel langsung melompat ke sebelah si empunya kamar yang sedang bersandar di kepala ranjang dengan mata fokus pada layar hp. "Bang, lo nggak sedih pas tau Papa married lagi?" tanya Ansel pada cowok lima tahun di atasnya itu.

Malvin menggeleng. "Ga. Ngapain sedih."

"Serius?"

Malvin mendengus kemudian mengangguk dengan mata yang masih fokus pada hp.  "Lo tau sendiri dari awal gue nggak terlalu akrab sama Papa. Selagi Papa masih hidup, menurut gue gaada hal yang perlu disedihin."

Agak kasar memang tapi Ansel setuju pernyataan itu. Entah kenapa dari awal Papa mereka selalu menjaga jarak. Ansel sendiri akrab dengan sang Papa sampai kelas dua SD dan setelah itu hubungan mereka perlahan merenggang tanpa alasan yang jelas.

"Lo mau mabar kagak?" Malvin menoleh pada Ansel saat dia telah menyelesaikan game-nya.

"Udah selesai main?"

Malvin mengangguk dan Ansel langsung mengeluarkan hpnya. Kakak beradik itu saling membantu di dunia game meski tak jarang juga mengumpati satu sama lain.

****


Satu tahun setelah perceraian kedua orang tuanya, ibu Ansel; Andini, tiba-tiba pulang ke rumah dengan membawa seorang pria yang agak botak. Andini memperkenalkan pria itu sebagai teman semasa kuliah pada Ansel. Meski begitu, Ansel paham arti tatapan ibunya yang begitu memuja saat menatap pria berkepala hampir botak itu.

Dan sesuai dugaan, tak berselang lama setelah 'perkenalan', Andini berkata jika dirinya akan menikah dengan teman semasa kuliahnya itu dan Ansel maupun Malvin hanya mengangguk karena bagaimana pun juga ibu mereka butuh pendamping.

Pernikahan sederhana dilaksanakan di salah satu tempat ibadah yang tidak jauh dari kediaman keluarga itu dan setelah janji suci terikrar, Andini memboyong suami barunya untuk tinggal bersamanya dan Ansel. Ansel yang tahu, lagi dan lagi tidak menolak.

Meskipun tinggal satu rumah, Ansel tidak begitu dekat dengan ayah tirinya. Yang ada, Ansel malah bingung dengan tingkah si ayah yang agak mencurigakan. Ayah tirinya itu kerap curi-curi pandang serta melakukan skinship yang menjurus ke hal-hal negatif, seperti mengusap bibirnya dan tak jarang juga mengelus pahanya saat mereka sedang duduk bersebelahan. Ansel yang baru berusia tiga belas tahun tidak berpikir yang macam-macam. Cowok itu menganggap jika perlakuan ayah tirinya itu sebagai bentuk sikap kasih sayang untuknya.

"Ansel ...!"

Ansel langsung menjeda tontonannya di aplikasi video saat pintu kamarnya diketuk, disusul suara ibunya yang memanggil namanya.

"Ya, Ma?"

"Makan malem udah siap. Ayo turun! Kita makan malem sama-sama!"

Ansel langsung men-shutdown laptopnya dan beranjak dari kasur menuju ruang makan.

Di ruang makan sudah ada Vincent; ayah tiri Ansel. Saat Ansel akan duduk di sebelah Andini, Vincent lebih dulu menginterupsi pergerakan anak tirinya itu.

"Sini duduk di samping Papa!" Vincent menunjuk kursi di sebelahnya dengan dagu.

Ansel lantas menatap ibunya dan Andini hanya mengangguk sekilas. Ansel mau tak mau duduk di samping sang ayah tiri.

"Gimana sekolah kamu?" tanya Vincent seraya menatap lamat Ansel yang sedang menyendok nasi serta lauk ke piringnya.

"Baik dan aman kayak biasanya."

"Nggak ada yang jahilin kamu, kan?" Vincent bertanya lagi seraya mengelus paha Ansel yang alhasil membuat si empunya langsung tersentak kaget dan membuat sendok di tangannya jatuh ke piring yang sontak menghasilkan bunyi nyaring.

"Ansel, jangan buat keributan di meja makan!"
tegur Andini yang memang risih jika saat makan ada bunyi bising.

Vincent langsung menarik tangannya sembari berdehem pelan. Pria itu tersenyum saat Andini memberikan piring berisi makan malam. Ketiganya lalu makan dalam diam, dengan Ansel yang sesekali melirik tangan ayah tirinya yang terus menyentuh pahanya.

Kejadian itu terus Ansel dapatkan hingga puncaknya dia yang tidak tahan lagi langsung meminta ibunya untuk membelikan dia sebuah apartemen. Ansel beralasan jika dirinya ingin belajar hidup mandiri. Andini yang mendengar itu tidak keberatan sama sekali. Pada dasarnya memang keluarga mereka tergolong keluarga berada yang membuat ibu dua anak itu tidak ragu-ragu untuk menguras saldo rekeningnya demi membelikan Ansel sebuah apartemen yang layak.

Setelah kelulusan SMP, Ansel langsung pindah ke tempat tinggal barunya tanpa memberitahu sang ibu akan sikap Vincent selama ini pada dirinya. Pada akhirnya, Ansel memilih diam.

****

FAMOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang