FMS : 28

34.7K 3.6K 276
                                        

Tongkrongan kami bukan tongkrongan pecundang pecundang pecundang~

++

"Saat gue udah berada di ambang kematian."

Entahlah kata-kata itu terus terngiang di kepala Ansel dan membuat perasaan lelaki itu cukup terganggu. Berulang kali ia berusaha mengenyahkan tetapi sayangnya perasaan aneh itu kembali datang. Ansel pada akhirnya mengusak rambutnya kasar.

"Yakali kan orang jahat pasti mati nya lebih lama, relate sih."

Kini atensi Ansel mengarah pada Theo yang sedang digendong Dikta. Setelah selesai bersiap, dirinya lalu berjalan menghampiri Dikta. "Gue titip Theo bentar ya."

Dikta mengangguk. "Lo yakin mau keluar sekarang?"

Ansel menghela napas pelan. "Males aslinya cuma ya gimana nyokap maksa gue buat pulang ke rumah."

"Ada masalah urgent banget kayaknya di rumah lo."

"Tau deh. Kalo ngga ya ujung-ujungnya minta duit mungkin."

"Heh tiati kalo ngomong! Gitu-gitu dia nyokap kandung lo sendiri," tegur Dikta.

"Lah emang kenyataannya gitu," jelas Ansel lalu dirinya bergerak mencium seluruh wajah Theo hingga membuat si anak menggeliat heboh di gendongan Dikta.

"Mwaa~ kamu jangan nakal ya!" peringat Ansel yang kini mengusak rambut halus putranya.

Theo membalas dengan tatapan super polos sambil terus bergumam bahasa bayi yang membuat Dikta dan Ansel yang mendengarnya memekik gemas.

"Gue pergi dulu ya, ntar tiap sepuluh menit sekali gue nelpon elo."

Dikta sontak mendelik. "Buat paan?"

"Buat nanyain kondisi Theo," jawab Ansel polos.

Hal itu sontak membuat Dikta menggaplok lengan Ansel. "Ada-ada aja sih lo. Gue bukan pedo ya yang perlu lo curigain setiap sepuluh menit sekali."

Ansel tertawa menanggapi. "Canda-canda."

Setelah beberapa saat kemudian, Ansel lantas melangkah pergi dan saat dirinya hilang di balik pintu apartment, Dikta langsung menghela napas pelan. Lelaki itu lalu menunduk menatap ponakannya yang masih sibuk dengan dunianya.

"Perasaan gue jadi berubah ngga enak ya," ujar Dikta saat sekelebat bayangan tentang ayah dari anaknya tiba-tiba muncul.

++

"Tumben mama nyuruh Ansel kesini, ada perlu apa?" tanya lelaki itu to the point sambil menatap wanita paruh baya yang barusan ia pergoki sedang bermesraan dengan pria tua asing.

Wanita itu tersenyum lembut. "Sini duduk dulu!"

Ansel mendengus tapi memilih menuruti perintah mamanya.

"Kamu mau minum apa? Biar mama ambilin."

Ansel menggeleng. "Ngga perlu. To the point aja ma, Ansel ngga bisa lama-lama di sini."

Sedetik setelahnya raut wajah wanita itu sedikit berubah. "Ah iya, sekarang kamu udah punya anak ya. Gimana kabar dia?"

Sebelah alis lelaki itu terangkat. "Dia?"

"Anak kamu."

Ansel tertawa dalam hati. Satu hal yang dia sadari jika wanita di depannya itu memang sudah berubah saat mengetahui jika dirinya adalah seorang penyuka sesama jenis, apalagi bisa hamil pula yang jelas-jelas itu adalah kodrat seorang wanita.

FAMOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang