FMS : 14

30.1K 3.4K 162
                                    

Keheningan menyelimuti kamar itu saat Davika menghentikan tangisannya sejak beberapa menit yang lalu. Keduanya; Brandon dan Davika, tidak ada yang membuka suara seolah mereka merasa nyaman atas kesunyian yang datang menyelimuti.

"Lo pasti seneng, kan?"

Gerakan tangan Brandon yang akan menarik sebatang rokok sontak terhenti. Pria dominan itu menatap si adik tiri dengan tatapan bertanya.

"Lo pasti seneng ngeliat gue sehancur sekarang."

"Gue udah bikin nama keluarga tercemar, bikin mama nangis dan bikin malu sekeluarga besar." Davika menunduk sambil tangannya meremat ujung piyama yang dikenakannya.

Melihat kondisi perempuan itu membuat sisi kemanusiaan Brandon langsung bangkit. Pria itu lalu melangkah mendekati Davika yang sedang duduk di atas ranjang.

"Mau ngetawain gue ya?"

"Gausah ngaco!" Untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan, Brandon membuka suara untuk adik tirinya. "Kalo butuh sandaran, pundak gue welcome buat elo tapi cuma untuk hari ini."

Perempuan itu tertawa. "Ternyata lo bisa becanda juga."

Brandon sempat terpana saat melihat lengkungan di bibir Davika. Aura positif perempuan itu langsung menguar dan membuat Brandon berpikir lagi apakah perbuatannya selama ini salah? Davika seperti bukan tipe perempuan yang pantas untuk dibenci. Dari pancaran matanya terlihat jika perempuan itu sangat baik dan tidak neko-neko.

Tanpa aba-aba, pria itu langsung menarik kepala adik tirinya untuk bersandar di pundaknya dan detik itu juga tangisan Davika kembali muncul. Perempuan itu langsung memeluk tubuh kakak tirinya dengan erat dan tidak dapat dipungkiri saat memeluk Brandon, Davika merasa ada sebuah kekuatan yang sedang melindunginya sekarang.

++

"Dikta, lo yakin mau ke pasar?"

Dikta lantas mendengus. "Iyaaaa! Udah yang kesepuluh kalinya lo nanya kayak gitu ke gue."

"Ya ngga nya gitu, perut lo kan udah gede banget mana jarak rumah ke pasar lumayan juga loh. Mending lo di rumah aja ya biar gue sama Malvin yang belanja ikan."

"NO!" tolak Dikta tegas. "Entar lo malah selingkuh lagi sama laki gue."

"HEH MULUT!" Hampir saja Ansel menyelepet bibir Dikta dengan centong nasi yang dipegangnya.

Malvin yang sedang bersiap di ruang tamu langsung terbahak dengan tidak elit.

"Canda doang," cibir Dikta. "Udah lah mending lo jaga rumah sekarang. Gue sama Malvin cabut dulu." Lelaki itu lalu berjalan menghampiri dominannya.

Dilihat dari jalan berjalan Dikta saja Ansel sudah tau jika sebentar lagi temannya itu pasti akan melahirkan.  Tapi bukan Dikta namanya jika mendekati waktu lahiran hanya duduk diam di rumah. Ansel tidak membayangkan bagaimana aktifnya anak yang dikandung Dikta saat sudah besar nanti jika mengingat kelakuan ibunya saat mengandung yang jauh dari kata alon-alon asal kelakon.

Ansel menutup pintu rumah saat motor yang dikendarai Malvin dan Dikta sudah melaju jauh. Lelaki itu memilih beristirahat sambil menonton TV yang sedang menyiarkan kabar peperangan Rusia vs Ukraina yang digadang-gadang bakal menjadi WW3.

"Ngeri banget dunia sekarang." Ansel terus berceloteh saat pembawa berita sedang menyiarkan kondisi terkini dari dua negara tersebut. Lelaki itu begitu fokus menonton sambil sesekali mengelus perutnya yang kini sudah sangat-sangat membesar dan terkadang membuat Ansel bergidik ngeri saat melihat pantulan tubuhnya di cermin.

FAMOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang