FMS : 24

32.1K 3.6K 177
                                    

Kedatangan Ansel di perusahaan yang menaunginya hampir lima tahun belakangan itu sontak menyita perhatian banyak orang. Tapi apakah Ansel perduli dengan reaksi mereka? Ya, tentu saja tidak. Jujur saja dia cukup muak berada di bawah tekanan perusahaan yang bahkan melarangnya untuk berpacaran. Tapi sialnya sekarang Ansel sudah melanggar perjanjian itu, dirinya tidak lagi berpacaran melainkan sudah memiliki anak sekarang.

Ansel terlihat berbincang sedikit dengan tangan kanan bos nya sebelum seseorang itu melangkah menuju suatu tempat dengan diikuti Ansel di belakang.

Theo? Bayi mungil itu sengaja Ansel titipkan kepada Dikta. Mana mungkin berani dirinya membawa si anak ke tempat seperti ini.

"Selamat siang." Ansel menyapa satu persatu orang di dalam ruangan sambil tersenyum dan sesekali menunduk.

Orang-orang di sana tampak membalas sapaan Ansel hingga seseorang mempersilahkan lelaki yang baru saja tiba itu untuk duduk di salah satu kursi yang kebetulan kosong.

Ansel menatap satu persatu orang di sana sebelum to the point tentang pilihannya.

Hingga beberapa detik kemudian, bait an kalimat keluar dari celah bibir kemerahan lelaki itu dan dengan tegas dia mengakui segalanya termasuk status nya kini. Tentu saja karena pilihan yang dibuatnya membuat dirinya wajib membayar denda dengan nominal yang cukup besar.

++

"Cukup Davika! Hentikan perbuatan memalukanmu itu!" sentak wanita paruh baya sambil mencengkram erat lengan anak tirinya.

"Malvin sudah memiliki pasangan sekarang, bahkan dia sudah memiliki anak. Apa kamu tidak malu untuk merusak kebahagiaan orang lain?"

Davika lantas terkekeh. "Malu? Buat apa?! Sedari awal, Malvin itu milikku mama dan akan tetap begitu selama-selamanya!"

Perempuan itu lalu beralih menatap si kakak tiri yang baru menuruni anak tangga. "Aku akan merebut milikku lagi!"

Brandon menatap datar pemandangan di depannya. Sialan! Karena sikap gila adik tirinya itu membuatnya mau tidak mau harus pergi meninggalkan Ansel serta anaknya di pulau aneh itu.

"Brandon, lo mau bantu gue kan?!"

Brandon mengerutkan keningnya gagal paham.

"Lo pernah ngomong ke gue, kalo lo bakal bantu gue buat deket sama Malvin lagi suatu saat dan sekarang gue tagih omongan elo."

Pria itu lantas menggeleng. "Kondisi Malvin sekarang beda dan lo yakin mau ngerusak kebahagiaan dia?"

Davika berdecak. "Gue ngga perduli. Gue cinta sama Malvin dan gue harus ngedapetin dia." Davika berkata dengan sorot mata berkobar-kobar.

"DAVIKA!"

Davika lantas berbalik menatap sang papa. "I DONT CARE! Sampai kapanpun aku ngga akan ngelepasin Malvin untuk pria aneh yang bahkan saking gilanya bisa hamil dan melahirkan. Bukankah itu terdengar sangat mengerikan, bagaimana bisa--"

"Siapa yang lo bilang mengerikan?" potong Brandon tiba-tiba.

"Pria yang dihamili Malvin." Davika menjawab tanpa ragu.

Brandon melangkah mendekati si adik tiri lalu memegang kedua pundak si perempuan dengan sedikit kasar. "Daripada lo yang lebih milih angkat rahim dengan tujuan biar ngga bisa hamil terus melar tuh badan. Percaya deh, lo lebih mengerikan dari apapun! Bahkan melebihi pria yang bisa hamil sekalipun." Brandon lalu menjauhkan tubuhnya dan sedikit menepuk pipi Davika sebelum melangkah pergi, meninggalkan Davika yang kini mematung tanpa suara.

FAMOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang