FMS : 31

28.7K 3.2K 143
                                    

"Ansel tunggu!"

Langkah kaki Ansel sontak terhenti saat dirinya mendengar suara serta langkah kaki dari wanita yang dilihatnya barusan.

Lelaki itu lantas berbalik dan kini kedua orang itu berdiri berhadapan menatap satu sama lain.

"Ya?"

Davika terlihat membasahi bibir bawahnya beberapa kali sebelum berkata. Tapi setelah beberapa menit berlalu, wanita itu tidak juga membuka suaranya.

"Lo mau ngomong sesuatu sama gue? Kalo nggak gue mau turun sekarang."

Davika langsung menahan tangan Ansel yang akan melangkah pergi.

"Bentar."

Ansel menghembuskan napas pelan.

"Boleh gue gendong dia? Sebentar aja."

Tepat detik itu juga, Ansel tidak bisa untuk tidak kaget dan bingung.

"Sebentar aja. Gue mohon!" pinta Davika lagi.

Perasaan Ansel berkecamuk. Apa-apaan ini? Apa semua ini dan kenapa jadi seperti ini? Oh apa jangan-jangan wanita itu tau kalau...

"Itu anak lo sama Brandon, 'kan? Yang artinya dia ponakan gue." Davika berkata lagi. Raut wajah wanita itu juga terlihat biasa saja seolah kenyataan yang barusan ia katakan itu bukanlah sesuatu yang besar.

"Lo... tau?"

Davika mengangguk tanpa ragu. "Waktu itu gue nggak sengaja nemu foto lo di bawah bantal Brandon.  Karena gue penasaran, jadi gue cari tau tentang kalian berdua dan... ya pada akhirnya gue tau kalo kalian sempet berhubungan dan lo hamil."

"Gue nggak sejahat yang lo kira." Davika kembali berkata. Ucapannya itu menurut Ansel memiliki banyak makna.

Davika yang memancing dan tidak salah kan jika Ansel memakan pancingan itu.

"Terus kalo lo nggak jahat kenapa lo tiba-tiba dateng ke hubungan Malvin sama Dikta? Lo tau kan, kalo mereka berdua udah punya anak?"

"Gue cuma mau ngambil milik gue lagi."

Sebelum Ansel kembali menjawab, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di belakang mereka dan saat berbalik terlihat Malvin dan papanya melangkah kearah mereka.

"Boleh om minta tolong?"

Ansel langsung mengangguk. Melihat raut wajah pria paruh baya itu membuat dirinya merinding.

"Tolong temenin Dikta di kamar tamu."

Ansel seketika itu juga langsung melesat pergi menuju sebuah kamar yang barusan ditunjuk oleh pria paruh baya itu.

Sesampainya di dalam kamar, terlihat Dikta sedang duduk termenung di depan pintu balkon sambil menidurkan Darren di pangkuannya.

"Gue lagi pengen sendiri sekarang," ujar Dikta yang sadar akan kedatangan Ansel.

"Bokapnya Malvin nyuruh gue kesini dan gue juga nggak bisa ninggalin lo sendirian." Ansel langsung mendudukkan dirinya tepat di samping Dikta.

Beberapa menit terlewati dengan keheningan. Baik Dikta ataupun Ansel belum ada yang membuka suara.

"Hidup gue kok gini amat ya."

Ansel menoleh menatap Dikta yang pandangannya masih fokus ke depan.

"Gue takut kalo ngebesarin Darren sendirian. Gue takut gue gagal."

"Kok lo bisa berpikir kayak gitu?"

"Bahkan orang tua lengkap pun terkadang masih gagal buat ngedidik anak, apalagi gue sebagai orangtua tunggal."

FAMOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang