Setelah penolakan itu, kini Brandon tidak lagi menampakkan dirinya di depan Ansel dan membuat hidup ibu dan anak itu berjalan sangat tenang. Hari-hari Ansel lewati berdua dengan Theo sesekali setiap malamnya mereka selalu video call bersama Dikta. Yang Ansel tau sekarang jika keluarga Malvin sedang sedikit berkonflik dengan keluarga mantan tunangan pria itu. Mantan tunangannya berubah merusuh dan secara terang-terangan berusaha merebut Malvin kembali padahal dia tau jika pria yang ingin ia rebut itu sudah memiliki seorang anak dan akan menikahi ibu dari anaknya.
Ansel terus menyimak curhatan panjang lebar Dikta sambil terkantuk-kantuk. Hingga akhirnya lelaki itu ketiduran dengan posisi Theo yang masih nemplok di dadanya.
Dan saat pagi tiba, Ansel kembali tersadar saat Theo menggigit dadanya keras. Lelaki itu lantas tertawa kecil dan mulai membersihkan diri serta memandikan anaknya.
Ansel menaruh mangkuk berisi bubur labu ke depan meja baby Theo. Iya, tak terasa usia putranya sudah memasuki bulan ke enam.
Dan satu hal yang Ansel tau jika sampai detik ini, Brandon tidak juga muncul kembali. Bohong jika Ansel merasa baik-baik saja dengan itu. Terkadang dirinya berpikir apakah hanya sebatas itu pengorbanan yang Brandon lakukan untuk mereka berdua? Apakah kedatangannya untuk merusuh pada hidup Ansel kemarin tidak lebih dari bahan gabut?
Mengingat itu membuat Ansel menghentakkan sapu yang dipegangnya dengan kesal. Lelaki itu melirik ke arah putranya yang sedang asyik bermain boneka monyet hadiah dari Dikta bulan lalu.
"Kayaknya gue kudu nyari bokap baru buat Theo!"
Saat sedang asik melamun, hp Ansel berdering nyaring hingga membuat Theo tersentak kaget. Bibir turunan Brandon itu lantas mencebik dan kedua mata sipitnya mulai berkaca-kaca.
"Et, anak mama jangan nangis ya!" Ansel lantas melangkah mendekati putranya sambil mengambil hp di meja. "Kalo nangis, bonekanya mama ambil nih."
Detik itu juga raut berkaca-kaca di wajah Theo langsung hilang dan itu membuat Ansel menghela napas pelan.
Dirinya melangkah sedikit menjauh dan melihat nomor asing yang terlihat di layar. Dahi lelaki itu mengernyit saat nomor itu terus menelpon tanpa henti.
"Angkat ga ya?" Ansel menatap ragu jempolnya yang ingin memencet ikon tolak.
Dan pada akhirnya, Ansel memilih mengangkat panggilan itu.
"Hal--"
"Ansel... hiks! Papa kamu meninggal, sayang!"
Jantung asli berdetak semakin kencang. Semoga yang dimaksud mamanya adalah si pria tua bangka itu.
"K-kamu pulang ya A-ansel... walaupun dia papa tiri kamu....."
Bibir Ansel seketika melengkung membentuk seringai. "Welcome to hell, bastard!"
++
Setelah berhari-hari menyiapkan mentalnya, akhirnya tepat hari ini Ansel memutuskan untuk kembali ke tempat asalnya. Dengan persiapan seperti masker dan bucket hat serta Theo yang sangat nyaman di gendongan koala. Kepala putra kecilnya sengaja ia tutupi dengan sebuah jaket bertujuan memberi privasi dan dia juga masih belum berpikir untuk membuat putranya menjadi konsumsi publik.
Kedatangannya di dermaga lantas membuat orang-orang di sana terkejut bukan main. Untungnya dari kejauhan, Ansel dapat melihat Dikta yang melambai kearahnya sambil bersandar pada sebuah mobil putih.
"Cepet masuk!" Dikta langsung membuka pintu mobil di belakangnya.
Setelahnya Dikta langsung melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAMOUS [✓]
Fantasy[BL] [MPREG] "Lo masih mau berhubungan sama gue?" "Lo diem." "Mau bagaimanapun sikap gue ya lo harus terima dan cukup diem. Gausah komentar! Tapi kalo lo emang ngga bisa ya gampang, putus selesai." Brandon kembali berkata dengan nada yang super sant...