"Gue sehat. Sehat banget malah. Cuma kesehatan gue rada terganggu gegara keberadaan lo di sini." Ansel menjawab dengan nada yang teramat ketus. Persetan dengan semuanya, rasa kesal lelaki itu kepada pria di depannya jauh lebih besar.
Brandon hanya diam. Hal itu tentu membuat Ansel mengernyit bingung tapi segera ia enyahkan.
"Pergi!" usir Ansel.
Brandon masih mematung.
"Gue minta lo pergi sekarang!"
"Ans-"
"Lo lupa kalo sekarang kita bukan siapa-siapa lagi? Dan juga lo ngga takut kalo misal ada kamera atau orang cepu yang tau lo ke sini? Mengingat betapa fanatiknya diri lo sama karir lo sendiri."
Pernyataan baruasan seperti menampar Brandon telak. Benar juga! Pria itu yang memutuskan hubungan mereka berdua tetapi pria itu juga yang mendatangi mantan pacarnya tanpa sebab. Jika memungkinkan ingin rasanya Brandon menggeplak kepalanya sendiri karena bisa-bisanya dia menuruti keinginan hatinya yang ingin menemui Ansel yang sekarang hanya menjadi orang asing baginya.
Tanpa banyak kata, pria itu langsung berbalik pergi bersamaan dengan Ansel yang tiba-tiba meringis saat perutnya terasa kram lagi. Seolah hal itu menunjukkan jika calon bayinya ingin berada di samping papa mereka.
Bohong jika Brandon tak mendengar suara ringisan itu. Tapi entahlah, rasa tidak peduli sudah masuk dan menutup pintu hatinya hingga pria itu memilih untuk melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Ansel yang terlihat cukup kepayahan yang disebabkan oleh anak-anaknya sendiri.
Setelah memastikan Brandon keluar, Ansel langsung mendudukkan tubuhnya di atas ranjang. "It's okay baby," ujar Ansel sembari mengelus perutnya yang makin membuncit.
Bahkan sampai sekarang, lelaki itu masih bingung menyebut dirinya apa. Papa? Tidak ada seorang papa yang mengandung dan juga melahirkan. Mama? Terdengar cocok memang, tetapi kembali lagi jenis kelaminnya adalah laki-laki tulen yang akan terdengar sangat aneh jika kedua anaknya kelak memanggilnya mama.
++
"Perlu gue anter ke dermaga?"
"Nggak perlu, kak. Ansel bisa ke sana sendiri."
"Pokoknya lo hati-hati di sana, juga jangan lupa kirim alamat di mana lo bakal tinggal! Gue juga pengen sekali-kali ngunjungin lo ke sana."
Ansel hanya tersenyum. "Iya."
"Inget juga perjanjian dari perusahaan! Kalo lo ngelanggar, penalti yang harus lo bayar itu besar."
"Iya, kak. Yaudah telponnya kumatiin dulu ya."
Setelah sambungan telpon itu mati, Ansel lanjut berkemas.
Setelah hampir satu minggu berlalu, lelaki cantik itu sudah memutuskan jika dirinya akan pindah tinggal di suatu tempat yang hanya dirinya, author dan Tuhan yang tau di mana tempat itu berada. Segala urusan dan yang lainnya sudah ia serahkan kepada manajernya sebelum dia memutuskan untuk hiatus.
Membayangkan dirinya dan kedua anaknya tinggal bertiga di suatu tempat yang aman dan nyaman membuat Ansel makin semangat untuk mengemasi barang-barangnya.
Sebuah pulau yang agak terpencil yang hanya bisa dilalui dengan menggunakan kapal laut karena mengingat jika di pulau itu tidak memiliki bandara. Alasan kenapa Ansel bisa tau tentang pulau itu dan kenapa dirinya memutuskan untuk tinggal di sana adalah karena pulau itu dihuni oleh sepuluh persen orang-orang istimewa sepertinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
FAMOUS [✓]
Fantasía[BL] [MPREG] "Lo masih mau berhubungan sama gue?" "Lo diem." "Mau bagaimanapun sikap gue ya lo harus terima dan cukup diem. Gausah komentar! Tapi kalo lo emang ngga bisa ya gampang, putus selesai." Brandon kembali berkata dengan nada yang super sant...