Rintik air hujan jatuh membasahi bumi. Meski bunyi gemerciknya mengusik, namun terkadang menenangkan untuk sebagian orang. Seperti Jihoon dan Chan yang terseret rasa kantuk karenanya, namun tidak dengan Jeonghan yang terjaga sepanjang perjalanan. Memang bukan sepenuhnya salah tangisan alam dirinya tidak bisa tidur, melainkan pikiran kalutnya yang menjadi pelaku terbesar. Memikirkan bagaimana dia berbohong pada Chan membuatnya merasa bersalah, belum lagi membayangkan sesuatu terjadi pada Seungcheol. Segalanya terasa tidak benar.
Namun yang paling merisaukan adalah apa yang terungkap tengah malam itu. Ketika Seungcheol terbaring pulas di ranjang, Jeonghan terbangun untuk pergi ke kamar kecil. Saat itu dia mendengar bunyi getaran ponsel dari saku celana Seungcheol yang terhampar di lantai. Dia mengambil ponsel itu untuk mematikannya, namun malah melihat sebuah nama asing tertera di layar. Nama seorang perempuan.
Memang benar perempuan itu bisa jadi teman Seungcheol. Atau rekan kerjanya. Atau mungkin saudara jauhnya yang tidak pernah Jeonghan tahu. Namun ketika getaran ponsel itu berhenti, muncul sebuah notifikasi pesan. Dan Jeonghan dengan jelas membaca teks pendek yang tertulis di sana.
Aku ingin bertemu lagi.
Pertemuan memang memiliki banyak arti. Mungkin untuk membahas sesuatu, mungkin juga untuk melepas rindu. Tetapi mana jawaban yang tepat, dia tidak tahu. Dia terlalu resah memikirkan segala macam kemungkinan yang bisa saja terjadi. Terlebih ketika esok paginya dia mendengar pembicaraan Chan dan Wonwoo, keresahannya semakin menjadi-jadi.
Dia berharap bisa memercayai Seungcheol, tetapi mengapa dua minggu berlalu tanpa kehadiran pria itu semakin saja mendorongnya berdiri ke ujung tanduk? Mungkinkah kecemasan yang ditakutinya terjadi? Mungkinkah selama ini Seungcheol memang sengaja merahasiakan kenyataan karena tidak ingin membuatnya terluka?
Dari kaca mobil yang mengalirkan tetesan air, dia memerhatikan pantulan bayangannya sendiri. Memikirkan bagaimana ekspresi yang harus ditunjukkannya ketika bertemu Seungcheol. Apa yang harus ditanyakannya, apa yang harus dia lakukan, belum terpikirkan rencana apapun. Dia hanya pergi ke sana dengan berbekal satu harapan: ingin mengungkap kenyataan.
Ketika akhirnya tiba di Seoul, mereka langsung menuju apartemen baru yang ditinggali Jihoon. Chan sejak tadi mencoba menghubungi Seungcheol, namun ponsel pria itu tak kunjung diangkat. Sama halnya dengan Jisoo, mereka seolah menghilang tanpa kabar.
Chan yang merasa frustasi akhirnya memberi ultimatum, "Aku tetap akan memberitahu Kak Seungcheol bahwa kita datang kemari. Aku juga sudah mengabari kepergian kita pada Kak Wonwoo. Pokoknya kalian harus menurutiku dan jangan bertindak gegabah selama berada di sini."
Jeonghan hanya diam mendengarkan, karena dia tak bisa mengangguk untuk menyanggupi ataupun terang-terangan menolak. Dia pun tahu Chan tak bodoh, pasti gerak-gerik mereka akan selalu diawasi. Maka untuk bermain aman, diam adalah langkah terbaik. Mereka mengikuti apa kata Chan, seperti menetap seharian di apartemen itu dan tidak diizinkan keluar sama sekali. Sampai malam tiba pun belum kunjung datang kabar dari Seungcheol maupun Jisoo. Berbeda dengan Wonwoo yang menghubungi Chan berkali-kali sejak siang. Jeonghan tahu pria itu pasti memarahi sang adik dan mendesaknya pulang. Namun sebelum Chan terpengaruh tuntutan itu, Jeonghan segera merebut ponsel Chan untuk menggantikannya bicara dengan sang kakak.
"Ini bukan salah Chan. Aku yang memaksa datang ke sini. Aku harus berziarah ke kuburan orang tuaku besok dan menemui saudaraku."
Terdengar bunyi hela nafas dari panggilan seberang. "Cepatlah kembali. Kak Seungcheol akan marah jika tahu kami melepasmu pergi."
"Aku akan kembali setelah urusanku selesai. Aku juga akan menemui Seungcheol dulu sebelum kembali ke Daegu."
Percakapan itu tidak menggebu-gebu, namun hawa perselisihan terasa di antara keduanya. Wonwoo berbeda dari Chan. Pria itu tidak mudah menunjukkan emosi, namun pintar membaca situasi. Dia seolah memahami tujuan Jeonghan yang sebenarnya dan berpesan, "Kau tidak akan suka mengetahui kenyataan. Pulanglah, sebelum terlambat."
![](https://img.wattpad.com/cover/278466675-288-k20707.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Winter
Romansa"Akan kubayar seluruh utangmu, dan kau hanya perlu melakukan satu hal: menjadi pendamping hidupku." Jeonghan tahu hidupnya menyedihkan. Yatim piatu, terlilit utang, dan harus menebus biaya operasi sang adik yang tak sedikit jumlahnya. Sementara Seun...