Chapter 35: Their Dreams

2.2K 232 19
                                    

"Kukira kau sudah mati tenggelam."

Kata-kata menyelekit diiringi tawa tak bernada itu, tak dapat dipungkiri, telah menjadi ciri khas Choi Dojin. Biasanya tak sedikit yang nyalinya menciut dan terintimidasi karenanya. Tapi siapa sangka target sindirannya kali ini tidak tersinggung dan justru membalas tenang, "Saya kira juga begitu. Tapi beruntungnya saya ditakdirkan untuk hidup hingga detik ini."

Pening. Seungcheol rasakan kepalanya berkedut. Di saat seperti itu, kedua orang yang tak ingin dia pertemukan justru saling berinteraksi. Terlebih kali ini Jeonghan yang lebih dulu berinisiatif, membuatnya tak habis pikir.

"Apa tujuanmu menghubungiku? Kau ingin pamer karena masih hidup? Atau mengejekku akan situasi ini?" Dojin bertanya sembari menatap Seungcheol. Mendapati bagaimana putra sulungnya itu tampak seperti ingin menerkamnya.

Jeonghan sedikit lama terdiam sebelum menaikkan volume suaranya, "Seungcheol dan Jisoo ada di sana, bukan? Apa mereka bisa mendengarkan?"

Dojin menjauhkan ponsel itu dari wajahnya dan berseru dramatis, "Tentu. Semua orang bisa mendengarmu. Bahkan tikus kawananmu di seluruh muka bumi ini, semuanya mendengarkan!" guraunya sarkas.

Seungcheol berniat merebut ponsel Dojin. Namun pria itu berhasil mengelak, membuatnya tak tahan lagi untuk berseru, "Jeonghan, untuk apa kau menghubunginya?"

"Seungcheol?" Jeonghan terdengar lega begitu Seungcheol bersuara. "Ada yang ingin kukatakan padamu. Juga pada ayahmu dan Jisoo. Sudah sejak lama aku memendamnya."

Jeonghan di panggilan seberang sedang duduk menerawang ke luar jendela mobil yang bergerak kencang. Sementara itu, Seokmin di sampingnya fokus menyetir dengan kecepatan penuh. Keduanya sempat bertatapan sejenak, hingga Seokmin menganggukkan kepalanya seolah memberi dukungan. Maka setelah memantapkan hati, Jeonghan kembali berujar, "Tuan Dojin, saya tahu saya memang tidak pantas bersanding dengan Seungcheol. Pada awalnya, saya menikah dengannya karena uang. Itu betul, semua yang anda katakan betul."

Ucapan itu sukses memompa kencang jantung Seungcheol yang mendengarkan. Entah apa yang hendak Jeonghan utarakan saat itu, dia sama sekali tak punya gambaran.

"Saya tahu sampai kapanpun anda tidak akan menerima saya. Saya tahu sampai detik ini pun, anda masih membenci saya." Jeonghan membasahi bibirnya. "Namun sampai saat inipun, saya tidak bisa berhenti mencintai Seungcheol."

Dojin sontak tertawa. Tawanya tentu saja bukan tawa yang tulus. "Kau sungguh ingin pamer. Apa kau kira aku akan tersentuh dengan ucapan dramatismu itu?"

"Tuan Choi Dojin. Apa anda tidak mengerti?" Jeonghan berkata lebih tegas, "Saya rela kehilangan apapun. Bahkan hidup saya. Bahkan harga diri saya di depan semua orang. Saya juga mungkin tidak akan ragu menembak anda jika anda membahayakan nyawa Seungcheol."

Entah sudah berapa detik Seungcheol tertegun. Ucapan Jeonghan barusan menyentuh hatinya. Memberinya kehangatan.

"Apapun yang anda lakukan, saya tidak akan menyerah. Karena saya sangat mencintainya. Hal yang mungkin tidak pernah anda lakukan padanya selama ini." Jeonghan menghimpun nafasnya setelah terlalu panjang berbicara. Entah mengapa emosi benar-benar menguasainya saat itu. Namun dia tak gentar dan kembali berkata, "Dan karena saya mencintainya, saya tidak ingin dia membunuh siapapun, terutama ayahnya sendiri. Dia berhak hidup tanpa ketakutan. Dia berhak bahagia tanpa perlu merebut kebahagiaan orang lain. Dan saya yakin, dia ingin anda menyayanginya...meski tidak pernah mengatakannya."

Ada hati seseorang yang terlalu keras ditempa. Namun ada pula hati yang rentan melebur. Yang terjamah hanya karena ucapan Jeonghan. Hingga tanpa sadar meluapkan air matanya yang nyaris tak terbendung.

The Next WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang