Chapter 6: Trauma

4.9K 598 49
                                    

Tidurlah, Seungcheol. Ibu akan menemanimu.

Bisikan itu mendorong Seungcheol yang berusia sembilan tahun memejamkan mata.

Kesadarannya menipis seiring usapan lembut merayap di kepalanya. Dia siap tenggelam menuju alam mimpi untuk bertemu dengan para makhluk imajinasi yang belakangan ini gemar berkeliaran di alam bawah sadarnya.

Namun belum sepenuhnya terlelap, tiba-tiba sesuatu menghimpit wajahnya. Meski kedua matanya kembali terbuka, hanya gelap gulita yang tampak. Erangan kesakitan mulai meluncur dari bibir mungil Seungcheol. Dia ingin memekik minta tolong, namun suaranya terhambat dorongan yang menekannya begitu kuat dari atas.

Gelap, sesak, rasanya terlalu menyakitkan. Lambat laun kesadarannya memudar. Namun saat itu, dia masih sempat mendengar suara tangisan pilu seseorang di dekatnya. Suara itu berulang kali mengucap kata 'maaf', hingga kesadarannya benar-benar hilang ditelan kegelapan.

Sejak terjadinya peristiwa mengerikan malam itu, hidup Seungcheol tak pernah lagi sama.

*****

Jam menunjuk pukul empat pagi ketika Seungcheol membuka tirai jendela. Angkasa di luar masih gelap dan salju sedang turun lebat. Entah berapa jam sudah dia habiskan dengan terjaga di tengah malam menjelang subuh karena mimpi buruk itu selalu hadir dalam lelapnya.

Tiba-tiba sepasang lengan mendekap tubuhnya dari belakang. Lalu didengarnya suara seorang pria bertanya, "Kau tidak bisa tidur?"

Seungcheol tak kunjung memindahkan tatapannya dari luar jendela. Namun perlahan bibirnya membuka kecil, "Singkirkan tanganmu."

Seolah tuli, pria itu semakin mengeratkan pelukannya. "Apa ada yang membuatmu tidak nyaman saat tidur bersamaku?"

Seungcheol tidak menjawab. Bergeming tanpa suara.

Mengira ada kesempatan, pria penggoda itu berbisik nakal, "Perlu aku lakukan sesuatu untuk menghiburmu?"

Perlahan satu tangannya merayap turun, mencapai perut hingga celana panjang yang Seungcheol kenakan. Namun belum sempat bertindak lebih, tangan kurus itu dicekal kencang.

"Kau tidak punya telinga?" tutur Seungcheol dengan suara beratnya. Cengkeraman itu begitu kuat hingga membuat lawan bicaranya mengaduh kesakitan. Pada akhirnya pria itu terhempas ke lantai sambil memegangi lengannya yang memerah.

Seungcheol mengeluarkan dompet dari dalam saku celananya, lalu mengambil segenggam uang dan melemparnya ke lantai. "Keluarlah, dan jangan pernah menampakkan dirimu lagi di hadapanku."

Pria itu ketakutan. Dia buru-buru memungut uang yang berserakan di lantai dan berlari keluar kamar. Beberapa menit kemudian, sesosok pria lain masuk dan menghampiri Seungcheol. "Tuan muda, pria itu sudah diantar pulang oleh sopir. Apa yang terjadi?"

"Kenapa kau selalu membawakanku penggoda menjijikkan?" keluh Seungcheol disertai nada tak senang.
Wajah sang sekretaris menegang dan dia membasahi bibirnya. "Tuan, ini sudah orang ke-40 yang saya bawa. Tapi tidak ada satupun yang berhasil memuaskan anda."

Seungcheol menghela nafas dan kembali menerawang keluar jendela. "Menurutmu, kenapa mereka tidak berhasil?"

Sang bawahan terdiam. Lama dia mencari jawaban, namun tak kunjung menemukannya. "Saya tidak tahu. Saya sudah berusaha membawakan orang-orang dengan beragam karakter dan penampilan. Tapi sepertinya itu tidak berpengaruh sama sekali."

The Next WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang