Chapter 23: Another Promise

3.2K 326 20
                                    

"Seingatku kau bilang baru akan kembali besok."

Jisoo hadir di depan apartemen mereka sembari menenteng sebuah kantong plastik. Wajahnya tampak letih, kedua area gelap berbayang di bawah matanya. Dia sempat tertegun melihat Jeonghan sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Seungcheol. "Saya membawa makanan untuk anda Tuan Muda, karena sejak semalam anda belum makan. Dan..."

Sekilas Jeonghan melihat keraguan terpancar di wajah Jisoo ketika pemuda itu meliriknya. "...ada hal penting yang harus saya sampaikan."

Seungcheol ternyata cukup peka menangkap keraguan Jisoo. Dia membalas, "Katakan saja. Jeonghan sudah tahu semuanya."

Namun sang sekretaris tetap tidak langsung buka suara dan membasahi bibirnya. Baru setelah melihat Jeonghan tersenyum, dia angkat bicara. "Tuan Muda, anda harus menghadiri acara penggalangan dana Presdir Tokio Company bersama Nona Ahra nanti sore."

Kening Seungcheol spontan menikuk tajam. Jelas tampak rasa tidak senang di wajahnya. "Kenapa mendadak?"

"Nona Ahra yang secara pribadi memintanya."

"Jeonghan sedang ada di sini. Bilang saja aku tidak enak badan."

Jisoo membasahi bibir keringnya lagi dan lagi. "Tuan Besar bilang apapun yang terjadi anda harus datang. Selama ini anda selalu menuruti perintahnya. Jika tiba-tiba membangkang, beliau pasti akan curiga dan mencari tahu alasannya."

Ucapan itu tidak lagi dibalas Seungcheol. Sebaliknya dia berdecak kesal dan mendesis, "Tua bangka sialan..."

"Pergilah, tidak apa-apa. Aku akan menunggu di sini," timpal Jeonghan. Kening Seungcheol yang tadi berkerut seketika mengendur. Suara lembut Jeonghan yang menenangkan selalu saja mampu menyurutkan amarahnya.

Setelah berpikir cukup lama, pada akhirnya dia mengangkat tangan, menggapai kepala Jeonghan untuk membelainya. "Maaf. Aku akan usahakan untuk pulang cepat."

Jeonghan tersenyum lemah dan hanya bisa mengangguk.

Kepergian Seungcheol hari itu membuat Jeonghan merasa sedikit kesepian. Meski ada Jisoo menemani, pikirannya selalu melayang pada Seungcheol dan tunangannya. Melihat gadis itu dengan mudahnya memeluk Seungcheol memberinya dugaan bahwa tindakan itu tidak pertama kalinya terjadi.

Untuk meredakan kecemasannya, Jeonghan putuskan memasak. Jisoo membantunya di dapur dan mereka mulai menyibukkan diri dengan aktivitas masing-masing. Terjadi keheningan yang cukup canggung di antara mereka, entah karena Jeonghan yang pikirannya masih sibuk berkelana, atau karena Jisoo tak enak memulai percakapan. Hingga pada akhirnya Jeonghan tak kuasa lagi menahan diri untuk bersuara, "Waktu aku menghubungimu beberapa minggu lalu...Seungcheol sedang bersama gadis itu, bukan?"

Jisoo yang sedari tadi sibuk memotong daun bawang seketika menoleh dengan ekspresi terkejut. Selama beberapa saat bibirnya menganga. "Bagaimana...anda tahu?"

Jeonghan menarik kecil kedua sudut bibirnya. "Aku mendengar suara bel, bel khas restoran tempat dulu aku bekerja paruh waktu. Aku juga melihat tas makanan di atas meja, dan ada nama restoran yang sama. Jadi aku menduga kau berada di restoran itu untuk menemani Seungcheol bertemu dengannya."

Jisoo tak dapat menyangkal dan melipat bibirnya ke dalam. Dia memejamkan mata dan menjawab lirih, "Benar. Nona Ahra adalah putri dari presdir Tokio Company. Selain membantu perusahaan ayahnya, beliau juga mengelola restoran."

Gerakan tangan Jeonghan yang sedang mengaduk sup di dalam panci perlahan melambat. Pandangannya beranjak sedikit kabur. "Apa saja...yang mereka lakukan selama ini?"

Pertanyaan bak interogasi itu membuat sang lawan bicara takut salah menjawab. Dia berpikir masak-masak. "Mereka...hanya beberapa kali makan bersama dan bertemu di kantor."

The Next WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang