Sebuah boks aluminium digembok rapat. Boks berukuran sedang itu lalu dilapisi kain hitam sebelum akhirnya diangkut ke dalam bagasi mobil. Jisoo mengawasi seluruh jalannya proses itu hingga mobil melaju meninggalkan area parkiran. Setelah memastikan segalanya terkendali, dia berniat pergi dari tempat itu. Namun di saat yang sama seseorang datang menghampiri. Dalam sekali pandang, keduanya langsung mengenali satu sama lain.
"Semua sudah selesai?" Wonwoo menyapanya.
"Ya, semua aman. Berkat bantuan anda," balas Jisoo.
Saat itu hari sudah gelap, dan jarang terdapat aktivitas lalu lalang manusia. Wonwoo bersilang tangan di depan dada sembari menghela nafas. "Apa yang dia lakukan di Jepang sampai para yakuza itu datang ke sini?"
Pertanyaan itu hanya dibalas senyum dan balasan singkat Jisoo, "Ceritanya panjang."
Sang sekretaris terkadang memang pelit bicara, apalagi jika topik pembicaraan menyangkut perihal sang bos. Wonwoo pun tidak mendesaknya lebih lanjut. Dia tahu Jisoo hanya menjalankan perintah untuk menjaga rahasia.
"Saya pergi dulu, Tuan Wonwoo. Sampai jumpa lagi," ucapnya berpamitan. Langkah Jisoo tenang dan terjaga, namun guratan wajahnya terlihat letih. Dia bergerak ke arah yang berlawanan dengan Wonwoo, dan tepat ketika posisi mereka sejajar, Wonwoo bergumam, "Jangan sampai terluka. Atau seseorang akan menangisimu."
Langkah Jisoo tersendat. Otaknya bekerja keras memahami maksud ucapan itu. Dan ketika berhasil mengerti, bibirnya spontan mengembang. Kepalanya terangguk kecil sebelum kedua kakinya kembali melangkah. Menyusuri jalan malam yang kelam.
======
Chan menahan nafas. Keringat meleleh membasahi kulitnya. Dia menyingkir ke area lobby yang sepi sambil memegang erat ponsel genggamnya. Jarinya bergerak maju-mundur, mempertimbangkan apakah sebaiknya dia menekan nomor yang tertera di layar atau tidak. Pada akhirnya dia menekannya juga, mendengar nada sambung panggilan dengan was-was. Ketika panggilan itu terangkat, Chan beranjak gugup. "K-Kak Jeonghan?"
Namun balasan yang Chan nantikan tak kunjung terdengar, membuatnya beranjak makin gelisah. "Kak Jeonghan, maafkan aku..."
Seiring lalu lalang para tamu terekam dalam pandangannya, Chan mendengar suara lirih di pendengarannya. "Kenapa kau harus minta maaf? Kau hanya merekam."
Chan menggigit bibirnya. Memang dia hanya merekam, tapi dia yang telah memampangkan pemandangan menyakitkan itu pada Jeonghan. "Aku tidak mengerti. Kak Seungcheol bersikap aneh, begitu pula Kak Wonwoo. Seperti ada yang janggal dengan mereka. Tadi saja saat aku ingin membahasmu, Kak Seungcheol-- "
"Chan, aku ingin istirahat. Boleh kita lanjut bicara besok?"
Mulut Chan mengatup. Dia membasahi bibir dan mengangguk kuat-kuat meski tak terlihat oleh sang lawan bicara. "Ya...istirahatlah kak. Sekali lagi...maafkan aku."
Meski sudah diberitahu untuk tidak minta maaf, Chan tetap saja merasa bersalah. Dia mengakhiri panggilan dengan berat hati dan beranjak pergi meninggalkan gedung hotel.
Perjalanan pulang Wonwoo dan Chan malam itu tidak berlangsung damai. Mereka duduk bersebelahan di bangku penumpang dan Chan terus mendumel tanpa henti. Wonwoo yang tadinya hendak tidur sepanjang perjalanan merasa terganggu, terutama karena Chan terus mengulangi ucapan yang sama. "Kau tahu Kak Seungcheol berselingkuh, kan? Aku tadi merekamnya! Mereka berciuman! Sinting!"
Lelah karena terus dirundung ocehan, Wonwoo akhirnya bersedia meladeni Chan. "Kau merekamnya?"
"Ya, aku merekamnya! Kalau tidak percaya, nanti akan kutunjukkan! Yang jelas kau pasti tahu kan bahwa mereka berselingkuh?!" desak Chan sambil tak henti-hentinya menuduh.
![](https://img.wattpad.com/cover/278466675-288-k20707.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Winter
Romance"Akan kubayar seluruh utangmu, dan kau hanya perlu melakukan satu hal: menjadi pendamping hidupku." Jeonghan tahu hidupnya menyedihkan. Yatim piatu, terlilit utang, dan harus menebus biaya operasi sang adik yang tak sedikit jumlahnya. Sementara Seun...