Chapter 25: Frustration

2.8K 297 41
                                    

Pesta gemilang yang marak kemewahan terselenggara malam itu. Bak kompetisi, seluruh tamu datang berpenampilan mahal. Gaun bertaburkan permata, jas jahitan sutra dan kasmir, segalanya tampak gemilang. Di antara keramaian borjuis itu, dua sosok perempuan dan laki-laki menjadi sorotan. Mereka dihujani tepuk tangan meriah ketika selesai memasang cincin pada jari manis masing-masing. Si perempuan tampak sumringah, dan dia memamerkan cincin itu pada khalayak luas untuk diabadikan. Sementara si pria hanya mengulas senyum simpul dan tetap memasang ekspresi khasnya yang tenang.

Pesta itu berlangsung menembus malam. Kemeriahan pesta tampaknya tak akan surut dalam beberapa jam ke depan. Dari antara keramaian itu, sang pemuda menepi ke sisi ruangan dan keluar menuju balkon. Tanpa mengindahkan kemarakan di belakangnya, dia menyendiri dan mengeluarkan sepuntung rokok serta pemantik api. Namun baru saja rokok itu menyala dan menempel di bibirnya, suara seorang pria terdengar, "Tuan muda, anda dicari tuan besar."

Seungcheol menoleh. Di belakangnya sudah hadir Jisoo, sang sekretaris yang tampil dalam busana sehari-harinya: kemeja putih dan jas hitam. Mendengar informasi itu, Seungcheol tampak tidak acuh dan menjawab, "Biar saja. Paling dia hanya ingin menyuruhku membicarakan bisnis dengan para tua bangka itu."

Jisoo tahu jawaban itu yang akan Seungcheol berikan, karena dia hafal benar karakter sang atasan. Namun dia tidak kunjung beranjak dari sana. Dia mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam saku jas dan menyodorkannya pada Seungcheol. "Tadi ponsel anda terus berdering."

Lagi, Seungcheol menoleh. Namun kali ini tiada satupun kata meluncur dari bibirnya. Dia hanya termenung sebentar sebelum kembali memutar kepala ke depan.

"Anda tidak ingin menghubunginya?" tanya Jisoo memastikan.

Seungcheol mengisap rokoknya, lalu mengembuskan asapnya perlahan. Kedua bola matanya tampak kelabu seiring mengamati asap rokok berbaur dengan udara malam. "Nanti saja."

"Tapi...Tuan Jeonghan pasti sangat ingin bicara dengan anda."

Mendengar nama itu, pandangan mata Seungcheol seketika melembut. Jisoo tahu, hanya setiap nama itu terucap sang bos yang terkenal dingin akan menjelma menjadi pria lembut, pria yang tampak merindu seperti kehilangan separuh jiwanya. Seungcheol sekali lagi mengisap rokoknya. Setelah asap yang diembusnya mengurai, suara lirihnya mengalun. "Apa aku pantas menghubunginya di saat seperti ini?"

Jisoo menangkap kesedihan dari suara berat itu. Dan juga keputusasaan.

"Dia menangis sebelum aku pergi ke Jepang. Dia tidak berkomentar apapun tentang perjodohanku dan Ahra, tapi aku tahu hal itu melukainya. Jika aku menghubunginya sekarang...aku hanya akan menyakitinya."

Ucapan itu mengalir sendat, dan akhirnya berakhir dengan keheningan mencekam. Jisoo pun tidak berbicara lagi. Dia kembali memasukkan ponsel terabaikan itu ke dalam saku celananya tanpa menggubris puluhan notifikasi missed calls yang ada. Apa daya, sang pemilik ponsel yang biasanya tampak gagah dengan punggung besar dan tegapnya, kini seperti menyusut. Dia kini bukan sang bos mafia yang menyeramkan, melainkan hanya seorang pria biasa yang sedang menggalau. Rapuh hatinya.

Sejujurnya Jisoo tak habis pikir. Yang satu dulunya selalu merindu, namun kini menahan diri. Yang satunya lagi dulu lebih pemalu, namun kini agresif mencari dan mendamba.

Dua orang yang sedang jatuh cinta ini begitu aneh, batinnya.

*****

Suasana pesta itu tentu sangat meriah. Kelap-kelip lampu yang memancar di latar belakang, buket bunga warna-warni yang indah, penampilan rupawan gadis itu, semua tampak sempurna.

Namun yang paling menarik perhatian adalah pria berjas putih yang tersenyum di tengah foto. Senyumnya manis berlesung pipi, senyum yang sangat Jeonghan rindukan.

The Next WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang