Chapter 28: The Conditions

3K 343 71
                                    

Suara bising membuka mata Jeonghan. Tidur singkatnya berakhir ketika sinar matahari serta keributan dari luar menembus ventilasi kamar.  Sedikit janggal memang, mengingat tidak pernah ada kebisingan semacam itu di hari-hari sebelumnya. Chan misalnya, orang terheboh di rumah itu, masih tahu diri dan menjaga sikap untuk tidak membangunkan orang rumah dengan langkah gegabahnya di pagi hari.

Dengan mata masih setengah menggantung, Jeonghan bangkit dari ranjang dan mendekati jendela. Sayang, dia tidak bisa melihat jelas apa yang terjadi dari posisi jendela kamarnya yang terhalang ranting pohon. Namun keributan masih kunjung terdengar, sehingga dia buru-buru bergegas ke lantai dasar untuk memeriksanya.

Seluruh staf dan asisten rumah tangga berkerumun di depan pintu masuk. Melihat mereka semua bergeming di tempat, Jeonghan berusaha mengintip dari jendela. Namun tiba-tiba saja dia mendengar teriakan kencang yang berasal dari luar rumah.

"Kau tahu, selama ini aku selalu menghormatimu. Tapi kau sangat mengecewakanku, kak! Kau pikir perasaan orang lain hanya mainan?!"

Suara menggelegar itu jelas suara Chan. Teriakannya terdengar geram dan penuh amarah.

"Maaf kalau aku mengecewakanmu. Tapi aku tidak pernah sengaja memainkan perasaan orang lain."

Kali ini Jeonghan membeku. Suara  yang membalas Chan adalah suara pria yang amat dia kenal. Suara yang dia rindukan selama beberapa bulan terakhir.

Langsung saja Jeonghan menerobos kerumunan sesak itu dan tiba di muka pintu. Dia dapat melihat penampakan Chan dan dua pria lain yang sedang tersungkur di satu sisi, sedangkan Seungcheol berdiri tegak di sisi yang berlawanan. Kemejanya setengah terbuka memampangkan dada bidangnya. Tubuhnya bersimbah keringat seperti baru menyelesaikan maraton dua kilometer. Siapapun bisa melihat bahwa kedua orang itu, atau lebih tepatnya keempat orang itu, baru saja berkelahi.

"Omong kosong! Kau berselingkuh, kan?!" Chan menyahut lagi. Dia berusaha bangkit berdiri dengan kedua kaki bergetar. Seperti Seungcheol, Chan seakan baru saja melalui perjalanan penuh rintangan karena penampilannya yang kacau.

Seungcheol mengusap sudut bibirnya yang ternodai darah. Senyum miringnya terukir, dan pandangan berangnya tertanam pada Chan. "Asal kau tahu. Sejak beberapa bulan terakhir, aku hanya merindukan seseorang. Aku sulit untuk tidur tanpanya, dan saat berhasil terlelap pun, dia selalu hadir di mimpiku. Saat ini aku sungguh ingin memeluknya, tapi kau malah menghalangiku dan menuduhku berselingkuh. Apa kau tahu bahwa sekarang kau membuatku kesal?"

Ucapan bernada dingin itu berhasil membuat bulu kuduk Chan berdiri. Dia sedikit bergerak mundur. Refleks karena gentar. "Kau hanya membual...kalau kau memang merindukannya, kenapa tidak menghubunginya belakangan ini?"

Tepat sebelum menjawab, Seungcheol menengok ke arah pintu rumah. Lantas mendapati kehadiran Jeonghan di sana. Yang ditatap terperanjat seperti kepergok dan segera menundukkan wajah. Sebab jika tidak, dia akan mengundang perhatian semua orang padanya. Dan memang benar, sekarang seluruh pasang mata sudah ikut menatap ke arahnya berada.

"Karena jika aku menghubunginya, aku tidak akan mampu menahan diri. Aku akan semakin merindukannya, dan itu akan membuatku gila."

Seungcheol sengaja mengeraskan suaranya agar Jeonghan mendengar. Dan memang Jeonghan mampu menangkap ucapan itu dengan amat jelas.

Chan tahu Seungcheol tak akan menaruh perhatian lagi padanya, sehingga dia ikut memandang ke arah Jeonghan berada, tak lupa berseru lantang, "Kak Jeonghan, kau percaya padanya?"

Ketika Jeonghan mengangkat wajah, dia baru menyadari bahwa dirinya telah menjadi tontonan saat itu. Rasa malu dan gugup tak terelakkan lagi. Chan juga semakin menyudutkannya. "Kau lihat kan apa yang dia lakukan semalam? Apa kau masih mau mengizinkannya masuk? Atau sebaiknya kita usir saja dia?"

The Next WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang