Friends With Benefit

691 23 0
                                    


*Tin Tin*


Klakson mobil di luar sudah beberapa kali berbunyi. Seorang lelaki berpakaian resmi dengan rambut berpomed rapi tak henti-hentinya menekan tombol klakson dengan senyuman jahilnya.Jam di tangannya menunjukkan pukul 6 sore. Hari ini dia ada undangan seorang teman lama yang menikah di sebuah ballroom Hotel Bintang 5 di Kota Sidney. Undangan itu memang dimulai pukul 8 malam tapi entah kenapa dia sangat senang membuat seseorang yang ditunggunya kesal.


*Tin Tin* dia membunyikannya lagi.

Tak lama seorang wanita dengan balutan gaun hitam sederhana tapi elegan keluar dari sebuah pintu losmen sambil menenteng sepatu hak tingginya. Dia tergopoh-gopoh sambil berusaha memasangkan anting yang tinggal sebelah kirinya belum terpasang.

Wanita itu masuk ke dalam mobil dan melemparkan sepatu haknya ke arah pengemudi.

"Kamu bilang kan jam 8 pestanya!" sentaknya.

"Iya. Tapi gimana kalau kita kejebak macet?" jawab lelaki itu dengan wajah serius yang dibuat-buat.

"Aku gak mau lagi kamu ajak ke pesta-pesta kayak gini ya! Biar aja kamu sendiri dan biar orang lain tahu kalo kamu masih jomblo!" ancam wanita itu.

"Eits! Iya deh sori.." lelaki itu terkekeh sambil menjalankan mobil BMW hitamnya ke tempat tujuan.

Dean dan Sasha mereka berdua sudah berteman sejak menyelesaikan kuliah S1nya di Monash University. Dean yang seorang arsitek dan Sasha desainer interior kini menjalankan perusahaan bersama-sama yang dipimpin oleh Dean. Persahabatan yang telah terjalin sejak dulu terus berlanjut hingga kini.

Persahabatan Dean dan Sasha ini tergolong unik. Mereka berdua yang sama-sama seorang workaholic dan mengabaikan kehidupan pribadinya ini sama-sama betah menjomblo. Tapi setiap ada acara spesial seperti sekarang ini, mereka akan berperan sebagai pasangan agar tidak terlihat menyedihkan di mata orang lain. Semacam simbiosis mutualisme. Friends with Benefit.

Sasha menarik kaca spion dalam lalu melihat dandanannya yang terlihat cantik tapi tak berlebihan. Lalu dipakainya sepatu hak tinggi yang tadi dia lemparkan pada Dean. Sesekali Dean melirik ke arah Sasha. Sebenarnya dia ingin memuji, but in different way.

"Coba aja kamu kayak gini tiap hari, mungkin kamu udah punya pacar!" kata Dean.

Sasha melirik Dean, tak mau kalah. "Dih. Helloo.. apa kabar sama kamu?? Kamu tuh yang mesti cari pacar biar mulutmu gak terlalu tajem ngomongnya!"

Saling ejek adalah cara mereka berkomunikasi.

45 menit berselang, Dean sampai di area drive thru pintu masuk hotel. Tanpa memadamkan mesin, keduanya keluar dari mobil. Lalu Dean memberi isyarat pada juru parkir hotel untuk memarkirkan mobilnya. Lalu dia menyusul Sasha yang sudah masuk ke lobi hotel. Dean sudah berada di sampingnya.

"Acaranya ada di ballroom lantai 7." kata Dean lalu berjalan menuju lift yang disusul Sasha.Setelah pintu lift terbuka, mereka pun masuk dan menunggu pintu lift kembali tertutup. Tak ada orang lain di lift itu.

"Akhm!" Dean berdeham lalu lengan kirinya berkacak pinggang. 

Sasha menghela nafas lalu melingkarkan lengannya pada lengan Dean. Terpantullah bayangan mereka yg bergandengan dari pintu lift. Sempurna. Siapapun yang melihatnya pasti menganugerahi mereka pasangan paling serasi. Wanita cantik dengan riasan sanggul ala kadarnya dan lelaki tampan berstelan jas hitam dengan badan atletis yang sempurna. Sasha setinggi bahu Dean. Ketika mereka sedang tidak akur, Dean selalu menang karena dengan tubuhnya yang lebih tinggi dari Sasha selalu membuat Sasha serasa terintimidasi.

Days to LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang