Dua Anak Tidak Cukup

111 7 0
                                    

Hari ini Dean, Mia dan Alex akan kembali ke Sydney meninggalkan Sasha di villa untuk mulai bekerja.

"Sasha, maafkan aku tidak bisa menemanimu. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan panggilah pelayan mereka akan membantu pekerjaanmu," kata Alex di tengah-tengah sarapan.

"Tentu. Aku akan menyelesaikannya tepat waktu dan tidak akan mengecewakanmu," balas Sasha.

Selesai sarapan, mereka semua bersiap di kamar masing-masing mengemas barang-barang. Sasha duduk bersila di atas ranjang sembari memperhatikan Dean mengemas kopernya.

Dia akan pergi ke South Wales untuk proyek pembangunan rumah sakit bersama Mia dalam waktu yang lama. Dia pasti senang sekali!

Gerutu Sasha dalam hati yang kesal.

Dean yang dihujani tatapan menakutkan dari sahabat yang kini menjadi kekasihnya itu tersenyum seolah mendengar isi hatinya. Dia simpan kopernya yang sudah rapi di lantai, lalu merangkak menuju Sasha.

"Yang aku inginkan saat ini adalah membawamu. Tapi apa boleh buat? Kita harus profesional," kata Dean menyentuh dagu Sasha dan menempelkan bibirnya pada bibir merah di hadapannya.

Sasha menyambut bibir Dean yang kini menjadi candu. Jantungnya berdegup kencang setiap kali Dean menyentuh area sensitifnya. Tapi Dean selalu tahu kapan saatnya untuk berhenti. Dia tidak akan melangkah lebih jauh jika tidak Sasha sendiri yang memintanya.

Sasha menguncupkan bibir Dean dengan telapak tangannya. "Jangan pernah ada yang menyentuh bibir ini lagi selain aku!" ancamnya membuat Dean terkekeh.

Helikopter sudah siap, Alex, Dean dan Mia bersiap berangkat. Kini seorang pilot khusus yang mengemudi. Sasha melambaikan tangannya pada helikopter yang menjauh.

Sasha kemudian memanggil beberapa pelayan lelaki untuk mengosongkan ruangan Alex agar dia dapat memulai pekerjaannya. Hal pertama yang akan dia lakukan adalah mengecat semua dinding menjadi warna putih.

***Dua minggu berlalu Dean, Bruce, Mike dan Olivia mulai mengerjakan proyek pembangunan rumah sakit satu lantai yang diperuntukan khusus untuk anak penderita kanker di South Wales.Pembangunan dimulai dengan perataan lahan dan pengamanan area proyek dalam tiga hari. Setelah itu mulai pendirian konstruksi.

Hampir setiap hari Mia datang berkunjung, meski hanya sekedar memberikan makan siang untuk Dean. Sebenarnya Dean menyadari bahwa Mia menyukainya, tetapi Dean tidak punya alasan untuk menyakiti hati gadis itu.

Dean adalah tipe laki-laki gentle dan sangat menjaga perasaan wanita, apabila dia menyakiti wanita maka akan sama saja seperti dia menyakiti ibunya.

Siang itu Mia datang ke area proyek untuk meninjau progres rumah sakitnya.

"Jangan lupa pakai helmmu!" kata Dean lalu memasangkan helm pada Mia.

Perhatian kecil itulah yang membuat Mia semakin tergila-gila pada Dean. Tapi sayang, hati lelaki itu sudah terkunci bagi siapapun dan Mia tidak tahu itu. Setiap hari dia selalu berusaha agar Dean menjadi miliknya.

"Dean, kapan rumah sakit ini selesai?" tanya Mia sambil melihat-lihat bangunan yang sudah 40% berdiri.

"Sekitar satu bulan lagi. Aku memperbanyak pekerja agar rumah sakit ini cepat selesai dan diresmikan di Hari Anak Internasional," kata Dean.

Mia terbelalak. "Oh God! Aku bahkan tidak memikirkan hal detail seperti itu. Anak-anak asuhku di yayasan pasti senang!"

"Kau punya yayasan?" tanya Dean sambil berjalan dengan Mia beriringan.

"Ya anak perusahaan yang dipercayakan padaku bergerak di bidang sosial. Di dalamnya terdiri dari berbagai yayasan. Mulai dari yayasan pendidikan, panti asuhan dan yayasan peduli kanker pada anak," jelas Mia.

"Rupanya kau menyukai anak-anak?"

"Ya aku menyukai mereka. Mereka bagaikan malaikat. Kasihan sekali bagi mereka yang kurang beruntung, maka dari itu aku bekerja dengan keras untuk membantu mereka."

Terpancar ketulusan dari mata indah Mia. Dean takjub dengan wanita itu. Tidak seperti wanita sosialita kebanyakan yang hanya menghambur-hamburkan uang, Mia banyak berkontribusi pada aksi sosial yang sesungguhnya.

"Oh ya, jika kau menikah nanti ada berapa anak yang kau inginkan?" tanya Mia berandai-andai.Dean tersenyum lalu menatap pemandangan di depannya dengan tatapan menerawang.

"Sepertinya dua saja cukup!" kata Dean sambil membayangkan Sasha mengurus anak kecil satu laki-laki dan satu perempuan.

Jujur saja, Dean kurang mempercayai bakat Sasha dalam mengurus anak kecil karena dia hidup sebatang kara. Tapi lucu saja membayangkannya menggendong anak sambil mengecat dinding dan mendekorasi. Dean tertawa seketika bayangan itu muncul di benaknya.

"Kenapa?" tanya Mia ikut tertawa. "Dua anak sepertinya kurang, negara ini sedang kekurangan populasi. Kau harus mempunyai anak lebih dari dua. Empat misalnya?" kata Mia sambil membayangkan dirinya mempunyai empat orang anak dari Dean.

"Empat?" Dean tertawa semakin keras membayangkan Sasha kerepotan mengurus empat orang anak. "Ya... saranmu dapat diterima."

Mia semakin berbunga mendengarnya. Dia pikir Dean setuju memiliki empat orang anak bersama dirinya kelak.

***Haciuh!!

Sasha bersin tiba-tiba. Lalu dia mengikat rambutnya ke belajakang agar tidak menyentuh hidungnya lagi dan membuatnya bersin. Padahal dia bersin karena Dean sedang menertawakannya di belahan benua sana.

Saat ini dia memakai hotpants dan tanktop yang dibalut kemeja longgar agar memudahkan pergerakannya saat mengecat . Setelah diberi cat putih kini dia akan menumpahkan berbagai warna lainnya sebagai aksen dekorasi. Meskipun dia memakai sarung tangan pelindung tapi tubuhnya tetap saja kecipratan cat, karena sudah biasa dia mengacuhkan penampilannya yang kotor.

Dari balik pintu, Alex memperhatikan Sasha yang terlihat begitu sexy di matanya. Tak perlu memakai lengerie, Sasha sudah telihat sexy dengan kemeja kumal dan tubuh serta rambut yang dipenuhi cat.

Kemudian Sasha bergeser sambil terlihat kesusahan mengangkat kaleng cat besar. Alex segera berlari membantu Sasha, tapi dia tidak memperhatikan plastik yang menjadi alas lantai.

BRUK!

Alex terpeleset dan Sasha yang kaget malah melemparkan kaleng yang dia pegang. Naas, seluruh isi cat tumpah ruah di lantai dan badan Alex.

Sasha menutup mulutnya yang menganga. "Akh! Alex apa yang kau lakukan di sini?"

Sasha menyimpan koas yang dia pegang lalu membantu Alex berdiri. Alex mengusap mukanya yang dipenuhi cat berwana abu. Membuat wajah tampan itu menjadi lucu. Sasha tak dapat menahan tawanya.

"Hahaha!" Sasha tertawa terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya yang kesakitan.

Alex tak terima ditertawakan dia mengusap telapak tangannya yang penuh cat ke muka Sasha. Gadis itu seketika berhenti tertawa. Gantian Alex yang tertawa terpingkal-pingkal.Alex kembali hampir terpeleset karena lantai yang licin penuh cat, dia berpegangan pada bahu Sasha tapi Sasha yang badannya lebih kecil darinya tak dapat menahan beban, mereka pun terjatuh di lantai.

BRUK!

Punggung mereka menyentuh lantai lalu mereka tertawa bersama memikirkan kekonyolannya sendiri.

"Hahaha!"

Sasha menyeka wajahnya dengan lengan kemeja. Mereka berhenti tertawa tapi masih tiduran di lantai. "Kenapa kau tiba-tiba ada disini?"

"Aku sedang mengecek pekerjaanmu," singkat Alex.

"Kau tahu? Aku hampir menyelesaikannya tapi kau menghancurkannya!"

"Haha... biar saja, aku akan membuatmu menjadi anggota suku pulau ini!" Alex tertawa bersama Sasha.

"Aku ingin cepat pulang!" rengek Sasha, merindukan Dean.

Days to LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang