Dean dan Sasha adalah sahabat sehidup semati. Tak pernah terpikirkan bahwa kebersamaan dan kebiasaan membuat mereka saling bergantung satu sama lain. Hingga sampai pada kesadaran bahwa mereka saling mencintai. Tapi kedatangan Alex dan Mia mengubah s...
Mia berada di kamar cottagenya setelah pesta pernikahannya selesai. Tak banyak yang datang dari pihak keluarganya karena ketergesa-gesaan acara pernikahan yang Dean inginkan.
Setidaknya Alex sempat menyaksikannya saat mengucap janji bersama Dean, baginya itu sudah lebih dari cukup. Mia sudah mengganti gaun pengantinnya dengan piyama seksi yang sengaja di abeli khusus untuk malam pengantinnya.
Saat dia keluar dari kamar mandi, Dean terlihat mengenakan jasnya dan bersiap untuk pergi keluar.
"Kau mau kemana Dean?" tanya Mia.
"Aku harus menyelesaikan pekerjaan untuk meeting besok," jawab Dean tanpa memandang Mia.
"Dean, ini malam pernikahan kita!"
"Kau yang menginginkan pernikahan ini, bukan aku," akhir Dean seraya pergi keluar dari kamar.
Mia tertegun melihat kepergian suaminya itu. Tak ada yang lebih menyakitkan dari ditinggalkan suami di saat malam pernikahan. Dia meringkuk di atas tempat tidurnya sambil memejamkan mata dan air matanya meluncur di sudut pelupuk matanya hingga dia terlelap.
***Apa yang dilakukan Mia, sama persis dengan apa yang dilakukan Sasha saat ini. Dia meringkuk di atas tempat tidur dengan mata terpejam dan air mata yang membasahi bantal. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan kebersamaan Dean bersama wanita yang kini telah resmi menjadi istrinya di malam pernikahan. Kini dia sudah harus mengubur dalam-dalam perasaannya terhadap Dean. Dia yakin dia pasti bisa melakukannya. Ini hanya masalah waktu.
Pagi ini Sasha bangun dengan penuh semangat baru. Setelah mandi, dia membuat kopi dan sarapan sambil membuka google maps dan mencari info bagaimana caranya pergi ke kantor. Ternyata cukup memakai bis selama sepuluh menit dari shelter bis di depan apartemennya.
Saat dia melihat jadwal bis, dia terkejut saat melihat jadwal keberangkatan bis ada di jam 8.45 dan Sasha harus sudah ada di kantor barunya pukul 9. Waktu yang cukup sebenarnya, yang membuat dia terkejut adalah saat melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 8.40.
Sasha segera meneguk habis kopinya, kemudian memakai sepatu dan membawa tas yang berisi berkas persyaratan kerjanya. Dia tak bisa bersabar menunggu pintu lift terbuka. Keberadaan apartemennya yang berada di lantai sepuluh, tidak memungkinkan jika harus memakai tangga darurat.
Segera setelah lift terbuka, dia masuk dan menutup pintu lift. Dari kejauhan, bis sudah terlihat di shelter pemberhentian. Sasha segera berlari dengan cepat dan segera memasuki bis. Sesaat setelah dia masuk, pintu bis pun tertutup dan bis melaju. Jalanan di Auckland tak seramai dan sepadat di Sydney. Suasananya lebih tenang dan tidak membuat stress. Tempat yang cocok untuk memulai hari.
Sasha sudah duduk di ruang tunggu untuk bertemu dengan atasan barunya bernama Josh. Tak lama, sekertaris yang sedari tadi duduk di meja yang tak jauh dari tempatnya duduk, berdiri dan mempersilahkan Sasha masuk ke ruangan Josh. Sasha pun masuk dan melihat seorang lelaki setengah baya duduk di kursi eksekutif.
"Selamat pagi, Nona Sasha!" sapa Josh dengan senyuman hangat.
"Nona? Anda bisa memanggilku Sasha," ucap Sasha seraya menghampiri dan menjabat tangan Josh.
Dia memanggilku Nona pasti karena Alex. Pikir Sasha.
Josh mempersilahkan Sasha duduk di kursi di hadapannya. Setelah mereka berdua duduk berhadapan, Sasha menyerahkan berkas lamarannya pada Josh.
"Ini berkas lamaran saya, Tuan," ucap Sasha.
Josh menerima berkas itu. "Sebenarnya kau tidak perlu membuat berkas lamaran seperti ini. Rekomendasi Tuan Alex sangat kuat. Kau tahu, dia tidak pernah merekomendasikan seseorang. Dia sangat perfeksionis dalam pekerjaan. Jika dia merekomendasikan seseorang, maka kinerjamu dalam bekerja sudah sempurna menurutnya."
Sasha bingung harus menjawab apa. Dia pun hanya tersenyum.
Tok Tok
Sekertaris mengetuk pintu, lalu membukanya. "Tuan, Tuan Alex sudah datang!" ucap sekertaris itu dengan wajah seriusnya.
Mendengar itu, senyuman di wajah Josh menghilang dan berganti menjadi wajah yang sangat serius. Beberapa kali Josh merapikan dasi dan jasnya. Melihat itu, membuat Sasha terheran-heran dengan tingkah laku orang-orang yang bekerja di perusahaan Trump. Apakah Alex begitu menyeramkan di mata para karyawannya?
Josh seketika berdiri, membuat Sasha pun berdiri. Josh beranjak dari meja kerjanya, lalu berjalan menuju pintu dan Sasha pun berbalik menatap kepergian Josh. Tak lama, Alex datang dengan wajah yang sama seriusnya dengan Josh. Tapi keseriusannya itu sama sekali tidak mengurangi ketampanannya, malah meningkatkan kharismanya.
"Selamat datang di New Zealand Tuan Alex!" ucap Josh, lalu menjabat tangan Alex. "Bagiamana penerbangannya Tuan?"
Alex membalas jabatan tangan itu. "Lancar."
"Mari Tuan!" ucap Josh mempersilahkan Alex masuk ke dalam ruangannya.
Alex dan Sasha pun bertemu. Sasha hanya tersenyum dan merasa bingung bertemu dengan Alex dalam situasi profesional seperti ini, terlebih Alex sudah menjadi atasannya sekarang. Dia harus menjaga sikapnya ketika bertemu Alex di tempat kerja.
Sasha melirik Josh. "Kalau begitu, saya keluar dulu Tuan!"
Josh menatap Alex dan Alex tidak mengatakan apa-apa. Menandakan Josh berhak melakukan sesuatu pada Sasha. "Baiklah, sekertarisku akan mengantarkanmu ke meja kerjamu!"
Sasha mengangguk, lalu melirik sekertaris di ambang pintu yang terlihat ramah. Sasha melirik pada Alex sekilas. "Permisi Tuan!"
Dia pun segera menghampiri sekertaris Josh dan pergi dari ruangan itu. Alex tersenyum senang melihat Sasha sudah mulai bekerja. Itu tandanya Sasha sudah siap untuk menyibukkan diri dan melupakan kesedihannya.
***"Perkenalkan namaku Audrey," ucap sekertaris itu saat berjalan di lorong.
"Sasha," balas Sasha sambil tersenyum.
"So, kau orang yang direkomendasikan oleh Tuan Alex? Wow! Sepertinya kau begitu spesial baginya!" kata Audrey dengan diselipi tawa renyahnya.
"Aku pernah menangani proyek apartemen Perusahaan Trump di Sydney. Lalu, menangani proyek villa pribadinya di Pulau Chirstmas. Mungkin, dia melihat kinerjaku di sana," jawab Sasha dengan pilihan jawaban yang terdengar professional.
Jika Audrey tahu kalau dia berteman dengan Alex, maka dia pasti menjaga jarak dengan Sasha. Saat ini yang Sasha butuhkan adalah seorang teman di negeri orang.
"Ohh begitu. Pasti kinerjamu sangat bagus! Kau tahu? Tuan Alex seleranya sangat tinggi. Maksudku, dalam urusan pekerjaan. Seleranya sangat tinggi. Tunggu? Apa kata selera itu cocok untuk sebuah pekerjaan?" oceh Audrey yang kebingungan dengan kata yang dia ucapkan sendiri.
Sasha terkekeh. "Ya, bisa jadi."
"Yah begitulah. Dia tidak segan memecat karyawannya jika kinerjanya buruk atau pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan," tambah Audrey dengan mengecilkan volume suaranya. "Kau harus berhati-hati, jangan sampai kinerjamu menurun!"
Sasha semakin tak habis pikir. "Sebegitu menyeramkankah Alex? Um.. maksudku Tuan Alex,"
"Ya, dia sangat menyeramkan! Dibalik wajah tampannya, dia adalah monster!"
"Oh My God!"
Sasha menggeleng. Alex tidak boleh tahu apa yang dia bicarakan dengan karyawannya hari ini.
***
Alexander Trump
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.