Kebahagiaan Kecil

96 7 0
                                    

"Sudah kuduga, pasti mereka memiliki hubungan spesial!" ucap Audrey pada Milly di meja kafetaria.

"Kenapa kau menyimpulkan seperti itu?" tanya Milly.

"Pertama, Sasha datang ke sini atas rekomendasi Tuan Alex. Kau tahu kan, Tuan Alex tidak pernah merekomendasikan siapapun untuk bekerja di perusahaannya. Kedua, saat Sasha datang, Tuan Alex secara tiba-tiba muncul dan mengambil alih komando perusahaan ini. Ketiga, tadi pagi Sasha dipilih oleh Tuan Alex untuk menemaninya bisnis trip!" jelas Audrey.

Milly mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mungkin spekulasimu ada benarnya!"

"Kalau memang benar Sasha adalah orang dekat Tuan Alex, maka kita harus berhati-hati di depannya. Jangan sampai kita menjelek-jelekkan Tuan Alex, nanti kita bisa tamat!" Audrey memperingatkan dengan mata yang terbelalak.

Dari kejauhan, Sasha datang dengan secangkir kopi di tangannya dan duduk di meja dimana Audrey dan Milly berada.

"Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya ada cerita seru?" kata Sasha dengan wajah riangnya.Audrey dan Milly saling melemparkan isyarat untuk menuntup mulut.

"Ahh.. tidak, hanya pembicaraan seputar pekerjaan, biasa!" kata Audrey.

"So, kau akan menemani Tuan Alex dalam bisnis trip minggu ini?" kata Milly, yang langsung mendapat senggolan kaki dari Audrey.

"Ah.. haha... iya," jawab Sasha. "Bisnis trip dia bilang? Aku akan menjalani hukuman!" teriak Sasha dalam hati.

"Kau sangat beruntung. Berada dekat dengan Tuan Alex adalah keinginan setiap wanita! Kecuali jika sifat monsternya keluar! Hahaha..." ucap Milly yang sudah mulai tidak terkendali.

"Ahhaha.. Milly hentikan! Sebaiknya kau mencari Chad, jangan sampai dia sedang menelepon wanita lain!" seru Audrey.

"Oh ya! Aku akan mencari Chad!" Milly segera bangkit dan pergi.

Sasha memandang Audrey dengan mengangkat sebelah alisnya. "Kalian pasti merahasiakan sesuatu!"

Audrey mulai panic. "Rahasia? Rahasia apa? Tidak.."

"Sungguh?"

"Tentu. Kenapa aku merahasiakan sesuatu darimu? Ah, ya, aku lupa aku harus menyiapkan berkas-berkas Tuan Josh untuk meeting siang ini! Sampai jumpa!" Audrey pun pergi meninggalkan Sasha di sana.

Tak lama setelah Audrey pergi, Alex datang dari dalam lift dan terlihat berjalan menghampirinya.

"Sasha, ikut aku sekarang!" perintah Alex, kemudian melangkah pergi.

Sasha segera mengikuti Alex. Sampai di depan gedung, mobil dan sopirnya sudah menunggu. Sopirnya segera membukakan pintu belakang untuk Alex dan Sasha.

Alex menoleh pada Sasha. "Masuklah lebih dulu!"

Sasha mematuhi apa yang diperintahkan Alex. Setelah Sasha duduk di jok belakang, dia pun segera menggeser dan memberi ruang pada Alex untuk duduk di sampingnya. Setelah Alex duduk, sopirnya segera menutup pintu dan mulai menjalankan tugasnya.

"Kita mau kemana?" tanya Sasha.

"Kau akan tahu nanti," jawab Alex.

Sasha pun menutup mulutnya dan menikmati perjalanan. Dalam dua puluh menit, mobil yang ditumpanginya berhenti di sebuah toko perhiasan. Setelah memarkirkan mobil, sopir itu pun segera membuka pintu belakang dan Alex berserta Sasha pun keluar dari mobil.

Alex masuk ke dalam toko itu dan Sasha hanya mengekor di belakangnya. Mata Sasha terbelalak melihat kilauan perhiasan. Alex berhenti di depan sebuah meja etalase berisi cincin berlian.

"Perhiasan seperti apa yang Anda cari Tuan?" tanya seorang karyawan laki-laki yang melayani Alex.

"Aku ingin mencari cincin yang cocok untuk tunanganku," jawab Alex.

Karyawan lelaki itu pun menoleh pada Sasha, lalu tersenyum hormat. "Cincin apa yang Anda inginkan Nona?" tanyanya pada Sasha.

Sasha terlihat kikuk ditanya oleh karyawan itu, dia melirik pada Alex yang sama sekali tidak bergeming. "A... aku ingin cincin yang sederhana."

"Sederhana, tapi tetap elegan dan mewah tentunya!" imbuh karyawan itu.

Sasha tersenyum aneh. Karyawan itu pun kemudian masuk ke dalam pintu yang terdapat di belakangnya.

"Jadi kau membawaku ke sini untuk ini?" tanya Sasha pada Alex.

"Ya, untuk menjadi tunanganku, kau butuh cincin."

Tak lama karyawan perhiasan itu kembali muncul dan membawakan kotak beludru kecil berwarna hitam.

"Ini cincin dengan kualitas berlian dan kandungan emas terbaik," ucap lelaki itu kemudian membuka kotak itu.

Sebuah cincin dari emas putih bermata berlian, membuat mata Sasha berbinar terang. Belum sempat Sasha melihatnya lebih dekat, Alex sudah mengambilnya.

"Baiklah, aku ambil yang ini!" kata Alex.

Karyawan itu pun mengangguk kemudian membuatkan nota transaksi. Sambil menunggu, Alex menarik telapak tangan kiri Sasha lalu melingkarkan cincin itu di jari manisnya.

"Pakai ini dan jangan pernah melepasnya!" kata Alex.

"Apa perlu dipakai sekarang?" tanya Sasha sambil menatap cincin itu melingkar di jarinya.

"Sekarang."

"Baiklah."

Alex tersenyum singkat melihat Sasha yang terlihat menyukai cincin yang dia belikan untuknya.

"Hm... sayang sekali, cincin cantik ini hanya akan bertahan satu minggu di jariku," ucap Sasha dalam hati.***Mia terbangun pagi hari di sofa dengan selimut melingkar di tubuhnya. Dia kembali mengingat kejadian semalam. Dia ketiduran di sofa karena menunggu Dean pulang bekerja. Namun seingatnya, dia tidak pernah memakai selimut saat menunggu Dean di sofa. Saat itulah dia menyadari bahwa Dean yang menyelimutinya semalam. Mia memeluk selimut itu membayangkan memeluk suaminya.

Mia segera bangkit lalu masuk ke dalam kamarnya. Di kamarnya Dean, tidak terlihat. Tetapi, suara shower yang sedang menyala menandakan Dean sedang mandi di kamar mandi. Mia pun segera melakukan tugasnya. Dia membereskan tempat tidur, lalu menyiapkan pakaian yang akan dipakai Dean bekerja hari ini.

Setelah selesai dengan urusan kamar, Mia segera pergi ke dapur dan menghangatkan lasagna yang dia masak semalam serta membuatkan kopi pagi untuk suaminya. Mia melaksanakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang baik, sambil diselingi dengan morning sicknes.

"Hoeekk!" Mia mengeluarkan cairan yang membuatnya mual ke wastafel.

Dean mendengar penderitaan Mia sebagai ibu hamil dari dalam kamarnya sambil memakai baju. Meskipun dia mendengar, tapi Dean tidak keluar dari kamarnya untuk memperlihatkan simpatinya. Dia terus melanjutkan mempersiapkan diri untuk berangkat kerja. Setelah selesai, barulah Dean keluar dari kamarnya dan Mia pun sudah terlihat lebih baik.

Tanpa bicara, Dean duduk di meja makan dan menyantap hidangan sarapan yang sudah tertata di meja beserta segelas kopi hangat. Mia duduk di samping Dean dan menemaninya sarapan.

"Kau pulang jam berapa semalam?" tanya Mia membuka percakapan.

"Bukan urusanmu," jawab Dean ketus.

Meski demikian, Mia pun tersenyum. "Terima kasih sudah menyelimutiku semalam."Dean tidak bergeming. Setelah selesai sarapan, Dean pun segera memakai sepatunya dan beranjak dari apartemennya. Sebelum dia membuka pintu, dia menoleh pada Mia yang berdiri di belakangnya.

"Lain kali, jangan menungguku pulang. Jika kau mengantuk, tidurlah di tempat tidur," kata Dean seraya keluar dari apartemen.

Mia terpaku mendengarnya. Meski Dean menyampaikannya dengan nada yang datar, tapi Mia tahu betul bahwa itu adalah wujud perhatiannya pada dirinya. Mia merasakan kebahagiaan kecil hari ini. Dia mengusap perutnya, kemudian kembali ke rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga.***

Days to LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang