Perasaan Dean

96 8 0
                                    

Dean melepaskan dasinya dengan kasar lalu menjatuhkan badannya ke atas ranjang. Yang dia lihat sekarang adalah langit-langit kamarnya. Bayangan Alex dan Sasha yang tengah berdansa dengan romantis layaknya video yang diputar ulang. Hingga melihat Sasha pulang bersama Alex pun membuat dirinya gusar.

Sial! Kenapa aku seperti ini?

Dean bangkit lalu duduk di pinggir ranjangnya sembari memainkan ponselnya. Dia membuka kontak bertuliskan 'Sasha Bodoh'. Dia pun akhirnya menelepon Sasha dengan perasaan tak menentu.

"Apa?" tanya Sasha di seberang sana.

"Apa kau sudah sampai di rumah?" tanya Dean sembari menutup matanya.

"Tidak. Aku sedang ada di rumah Alex." jawab Sasha datar.

Bodoh!Dean menyadari bahwa keputusannya menelepon Sasha kali ini adalah hal terbodoh yang pernah dia lakukan.

Hening. Lamaa sekali.

"Hahahah!" Sasha tertawa terbahak-bahak. "Aku sudah di rumahku laah! Kau pikir aku wanita yang bisa dibawa pulang kemana saja?!"

Helaan nafas panjang Dean hembuskan dan menghilangkan rasa gusarnya. Dean tersenyum.

Ya, seharusnya aku percaya padanya. Sasha wanita tangguh yang penuh harga diri. Dia tidak selemah wanita kebanyakan mengenai soal lelaki. Dia tidak pernah tergoda lelaki kaya. Dia masih mengutamakan hatinya ketimbang dibutakan oleh materi. Sasha White yang kukenal memang begitu.

"Kenapa kau menelepon?" tanya Sasha memecah lamunan Dean.

"Aku..." Dean mulai gelagapan menjawab. Gengsi kalau Sasha sampai tahu dia mengkhawatirkannya. "Jangan lupa minum air jahe, malam ini kau pakai gaun yang terbuka sekali!" Dean cepat-cepat menutup teleponnya tanpa menunggu respon Sasha.

Dean melemparkan ponselnya dan kembali menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Matanya terpejam.

Sasha duduk di sampingnya sekarang. Dean duduk di jok kemudi. Setelah memarkirkan mobilnya di jalanan yang sepi, Dean mematikan mesin mobilnya lalu menoleh pada Sasha yang terheran kenapa Dean parkir di jalanan sepi.

Dean membuka seat belt-nya. "Sha, sudah lama aku memendam ini. Dan sekarang sepertinya aku tak sanggup lagi memendamnya."

Sasha terdiam menunggu Dean melanjutkan perkataannya.

"Aku mencintaimu Sasha, aku menyayangimu." singkat Dean. Mengatakan itu rasanya seperti melepaskan segala beban yang dipikul di pundaknya.

"Aku.." Sasha mulai berbunyi. Dia membuka seat belt-nya, lalu membalikkan badannya menghadap Dean.

Sasha mencengkram tengkuk Dean dan mendekatkan kepalanya. Dean tahu apa yang diinginkan Sasha, dia pun menginginkannya. Dean meraih Sasha dan mendekapnya, mempertemukan kedua bibir yang dia tahan selama ini. Dean mencium bibir Sasha lebih dulu yang dibalas Sasha penuh hasrat.

Tak disangka ternyata Sasha lebih berani. Tubuhnya yang kecil kini berada di atas pangkuan Dean. Dean memundurkan joknya agar lebih leluasa. Gairahnya bergejolak dan cintanya yang selama ini dia kubur kini mendapatkan tempatnya untuk menetap.

Tiba-tiba Alex datang dan membuka pintu mobil lalu menarik Sasha dari pangkuan Dean.

Dean terperanjat dan terbangun dengan terengah-engah. Rupanya ini hanya mimpi!***Dean memarkirkan mobilnya di depan losmen Sasha. Hari ini dia datang lebih pagi dari biasanya. Dean masuk ke dalam losmen karena dia sudah tahu kode kuncinya.

"Sha? Kamu sudah bangun?" tanya Dean setengah berteriak.

Pintu kamar terbuka, lalu terlihat Sasha yang menggulung tubuhnya di balik selimut dengan pipi yang merah dan rambut terburai kemana-mana. Matanya sayu dan tidak seindah biasanya.

"Dean, hari ini aku cuti kerja!" katanya lemah.

Dean setengah berlari menghampiri Sasha yang terlihat lemah berdiri. Dia mendekap tubuh itu lalu membopongnya untuk kembali berbaring di kasur.

"Kamu kenapa?" tanya Dean khawatir.

"Sepertinya kau benar. Semalam aku memakai gaun terlalu terbuka dan ini musim gugur. Aku demam." kata Sasha sambil menyelipkan rambutnya ke belakang daun telinga kanannya.

"Oke, sekarang kita pergi ke dokter saja!" kata Dean yang bersiap menggendong tubuh Sasha.

"Tidak mau! Aku sudah minum obat penurun demam. Aku hanya tinggal istirahat," Sasha menolak.

"Baiklah. Kau sudah makan?" tanya Dean berdiri. "Aku akan membuatkan sesuatu."

"Tidak usah. Aku tadi sudah makan oatmeal. Kamu pergi saja ke kantor!" kata Sasha.

Dean tidak ingin pergi. "Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di sini. Biar aku di sini merawatmu."

"Jangan berlebihan deh! Pergi sana! Kau dibutuhkan di kantor! Ini hanya demam biasa. Setelah istirahat, besok aku pasti sudah sembuh!" Sasha terduduk di ranjangnya dan meyakinkan Dean untuk pergi bekerja.

Meski berat, Dean tak bisa berontak. Batu karang masih terlalu rapuh ketimbang keras kepalanya Sasha. "Baiklah. Aku akan ke sini nanti sore. Kalau ada apa-apa cepat telepon aku!" kata Dean yang disusul anggukan Sasha.

***Sasha membuka matanya berat, di jam dindingnya masih menunjukkan pukul 1 siang. Sudah sekitar 4 jam dia tidur tapi sepertinya demamnya tidak menurun. Obatnya tidak bereaksi. Sasha duduk di pinggir kasurnya dan kepalanya masih pusing. Dia ingin ke kamar mandi tapi rasanya masih lemah. Sambil membawa ponselnya, dia berjalan terhuyung menuju kamar mandi.

Setelah selesai urusannya di toilet, dia berdiri di depan cermin dan tangannya mencengkram wastafel. Kepalanya semakin pening dan dunia serasa berputar. Sasha menyalakan ponselnya dan mencoba menelepon.

"Dean, cepat kemari. Aku sudah tidak kuat, aku perlu ke dokter!" kata Sasha dengan mata tertutup dan telepon yang diloudspeaker.

"Sasha?" suara Alex terdengar dari balik telepon.

Sasha membuka matanya. Hah? Kenapa aku salah menelepon!

Seketika setelah matanya terbuka dunia kembali berputar dan Sasha tidak kuat lagi menahannya. Dia ambruk dan gelap meliputi dirinya.

***Setelah ahli kunci berhasil membongkar pintu losmen Sasha, Alex masuk setengah berlari dan mencari sesuatu. Dia masuk ke kamar Sasha dan di atas kasur dia tidak melihat Sasha. Pandangannya lalu teralih di pintu kamar mandi. Sepasang tangan menjuntai di lantai terlihat dari lubang pintu.

Alex langsung menghampiri dan melihat Sasha pingsan di sana. Diraihnya tubuh itu yang terasa seperti terbakar. Alex mengangkatnya segera lalu keluar dari tempat itu. David membukakan pintu mobilnya untuk Alex yang menggendong Sasha. Setelah keduanya masuk, mobil pun melaju kencang.

"Rumah sakit! Cepat!" teriak Alex pada David yang menyetir. Kali ini dia datang dengan mobilnya yang lain yang tak kalah mewahnya dengan limousin.

Tubuh Sasha ada di dekapannya sekarang. Itulah yang diinginkannya, tapi bukan dalam keadaan seperti ini. Alex meletakkan telapak tangannya di dahi Sasha yang terkulai. Panas sekali.

Setibanya di rumah sakit, Alex membawa tubuh Sasha dan langsung disambut para perawat dan dokter yang siaga. Sasha dibawa masuk ke dalam ruang pemeriksaan dan Alex menunggu di luar.

Setelah dua puluh menit menunggu, dokter pun memanggil Alex masuk ke dalam ruangan. Sasha sudah dipasangi alat infus dan dia masih belum tersadar.

"Kenapa dengannya Dok?" tanya Alex.

"Isteri Anda demam tinggi dan disertai anemia. Dia harus dirawat dulu sampai dipastikan anemianya sembuh." kata Dokter lalu dia pun pergi meninggalkan Alex di sana.

"Isteriku?" Alex menatap Sasha dan sepertinya dia mendapatkan cara untuk memilikinya.

Days to LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang