Sasha membuka matanya perlahan. Lampu chandelier mewah menggantung di atasnya. Dia menebarkan pandangan ke sekeliling dan merasa asing dengan tempatnya berada. Dia berada di atas ranjang besar dan tangannya diinfus.
Dimana ini? Ini bukan rumah sakit.
"Sasha kau sudah bangun?" suara Alex membuatnya menoleh ke samping kiri. Dia duduk di atas kursi dengan ukiran mewah di pinggiran kursinya.
"Alex? Aku ada dimana?" tanya Sasha bingung. Kini demam dan rasa pusingnya sudah berkurang.
"Kau berada di rumahku. Seharusnya kamu dirawat di rumah sakit. Tapi aku tidak bisa meninggalkanmu. Aku pun membawamu ke rumahku dengan perawatan dokter pribadiku," jelasnya.
Sasha pun teringat terakhir kali dia salah menelepon di kamar mandi. "Kenapa kau tidak membawaku ke rumahku saja?"
"Losmenmu yang kecil itu?" Alex tersenyum miring. "Tinggallah di salah satu apartemenku. Itu lebih layak untukmu."
Lagi-lagi sikap arogan khas orang kaya keluar. Sasha tidak menyukai itu. "Tidak mau!" Sasha berusaha duduk dan dia limbung, segera Alex membantunya duduk. Hidung Alex hampir bersentuhan dengan pipi Sasha.
"Kau melihat ponselku?" tanya Sasha pada Alex yang merapikan selimut di pangkuan Sasha.
"Aku hanya membawamu saat menemukanmu tergeletak di kamar mandi." Alex merogoh saku celananya lalu memberikan ponselnya pada Sasha. "Mau menelepon?"
Sasha mengangguk lalu meraih ponsel itu dan menelepon seseorang.
"Halo?" sahut suara Dean dari seberang sana.
"Dean ini aku." kata Sasha.
"Sasha! Kamu dimana? Aku hampir mati mencarimu! Kau tau? Kau hilang seperti diculik, teleponmu saja yang kutemukan!" Dean nyeroscos.
Sasha melirik orang yang menculiknya di depannya. "Aku... baik-baik saja, tadi sepertinya aku pingsan dan Alex menemukanku lalu dia membawaku ke rumah sakit."
Mendengar kata Alex membuat Dean terpaku. "Kau ada di rumah sakit mana? Aku akan ke sana."
"Aku ada di rumah Alex,"
"Jangan bercanda lagi!" Dean setengah tak percaya.
Sasha memalingkan mukanya dari Alex yang senyam-senyum melihatnya menelepon. "Kali ini aku tidak bercanda!" Sasha setengah berbisik. "Aku benar-benar di rumah Alex. Dia membawaku ke sini dan aku dirawat oleh dokter pribadinya."
Alex terkekeh mendengarnya. Rupanya dia pernah bilang sedang berada di rumahku pada Dean? Haha.. lucu sekali.
"Baiklah aku akan ke sana." kata Dean.
"Jangan sekarang, aku akan pulang setelah menghabiskan labu infusanku. Aku hanya menelepon supaya kau tidak mencemaskanku." kata Sasha. "Sudah dulu ya, kau istirahat lah!"
Sasha menutup sambungan telepon. Dean menatap layar ponselnya dan tersenyum getir. Bagaimana bisa aku istirahat dan membiarkanmu berada di rumah lelaki lain?Tapi Dean akhirnya memutuskan untuk tidak menjemput Sasha meski hatinya gusar.***Cahaya matahari pagi sudah menerobos melalui tirai jendela kamar. Sasha sudah lebih baik sekarang. Demamnya sudah turun dan pusingnya sudah hilang. Infusan pun sudah dilepas. Sepertinya tadi malam dokter sudah mengecek keadaan Sasha yang sudah lebih baik dan membongkar alat infusannya.
Sasha bangkit dari tempat tidur dan melihat piyama yang dipakainya. Piyama bukan miliknya ini sudah terpasang sejak kemarin dia tersadar. Mungkin dipakaikan oleh pembantunya, tidak mungkin dipakaikan Alex. Begitu pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Days to Love
RomanceDean dan Sasha adalah sahabat sehidup semati. Tak pernah terpikirkan bahwa kebersamaan dan kebiasaan membuat mereka saling bergantung satu sama lain. Hingga sampai pada kesadaran bahwa mereka saling mencintai. Tapi kedatangan Alex dan Mia mengubah s...