Eps. 27

1.5K 147 15
                                    

Seokjin pulih dengan cepat, pria itu pulang ke kediamannya hari lalu. Dokter hanya meminta Seokjin untuk lebih berhati-hati dengan apapun yang di konsumsinya.

Yoongi masih berusaha menemukan orang yang menjadi dalang dibalik keracunan Seokjin. Pasalnya mereka bahkan tidak bisa menebak siapa orang itu, terlalu buta, tak memiliki clue.

Sedang Seokjin santai-santai saja, pria itu bahkan sempat meminta Yoongi untuk berhenti saja menyelidikinya. Tapi atas keterberatan Namjoon, Taehyung dan Yoongi sendiri, Seokjin akhirnya manut saja dengan keinginan ketiga pria itu untuk menemukan tersangka.

Meski Namjoon memiliki firasat, dia tak bisa langsung menuduh, segalanya butuh bukti. Dan mereka semua sedang mencari itu. Namjoon tak bilang pada siapapun soal ancaman Irene hari itu, karena jika Seokjin tahu, ini semua takkan mudah.

Seokjin sedang membantu pelayan menyiapkan makan malam saat Namjoon tiba-tiba saja sudah berada di kediamannya.

"Selamat datang, tuan." Seorang pelayan yang lebih dulu menyadari kehadiran Namjoon, menyapa. Membuat Seokjin ikut berpaling dari kegiatannya.

"Oh? Namjoon?" Sapanya sedikit terkejut.

"Kenapa kamu disini? Bukankah kamu harus istirahat?" Protes Namjoon seraya berjalan mendekat.

Seokjin terkekeh, "kata dokter kan aku sudah tidak apa-apa."

"Itukan dokter. Aku ingin kamu istirahat lebih lama, Jinseok."

Seokjin tersenyum, pipinya terasa panas mendengar panggilan Namjoon serta tatapan penuh perhatian itu.

"Tuan, tuan Namjoon benar. Biar kami yang melanjutkan menyiapkan makan malam nya."

Seokjin menoleh pada kepala pelayannya, seorang wanita paruh bayah yang sudah dianggap seperti keluarga. Seokjin kemudian tersenyum sebelum menyerah pada mereka. Lagi pula dia tak ingin membiarkan Namjoon berlama-lama di dapur.

Keduanya pindah ke ruang keluarga. Duduk saling bersebrangan.

"Dimana anak-anak?" Tanya Namjoon setelah menyamankan dirinya di sofa.

"Ku rasa mereka masih di kamar, sebentar lagi pasti turun."

"Oh! Daddy?!"

Seokjin dan Namjoon hapal betul suara nyaring siapa itu. Si bungsu Kim.

Sunoo berlari menuju ayahnya, berhambur untuk memeluknya, pemuda itu tersenyum begitu manis.

"Daddy kapan sampai?"

"Belum lama, sayang. Dimana hyung mu?" Tangan Namjoon bergerak untuk mengusap surai sang anak.

"Sedang mandi sepertinya."

Namjoon mengangguk, tersenyum pada Sunoo.

"Apa daddy akan menginap?" Tanya pemuda itu dengan mata penuh binar harap, Namjoon tahu itu adalah permintaan berkedok pertanyaan.

Ayah dua anak itu terdiam, kemudian dia menoleh pada sang mantan. "Ah, besok daddy harus bekerja, sayang."

"Lalu kenapa? Kan bisa berangkat dari sini. Sarapan disini. Apa daddy tidak rindu sarapan bersama kami?" Bibir tipis itu mulai mengerucut lucu.

Benar. Sejak 10 tahun lalu mereka tak pernah lagi makan satu meja berempat. Tentu saja Namjoon rindu. Seandainya mereka tahu bahwa harinya begitu hampa dilewati seorang diri, atau bahkan, dengan orang-orang yang tak diinginkannya.

Being surrounded by the wrong people is the truest loneliness.

Everyone know it. Kim Namjoon know it.

DivorceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang