Eps. 29

1.3K 123 13
                                    

"Seokjin?"

"Ah, ya? Ah, maafkan aku, apa aku melamun?" Pria berparas cantik dengan gaun tidur itu bergerak canggung. Kenapa bisa-bisanya dia melamun di saat-saat begini?

Bahkan lamunan yang membawanya begitu jauh.

Namjoon terkekeh, pria jangkung itu berjalan mendekat, membuat Seokjin gusar. Namjoon meletakkan cangkir yang tadi di berikan Seokjin ke atas nakas, isinya telah diminum habis. Namjoon selalu suka coklat hangat buatan sang mantan.

Tatapan mereka tak sengaja bertemu, wajah Seokjin tak kuasa menahan semburat merah jambu yang menandakan bahwa dirinya bersemu, membuat Namjoon tak kuasa untuk tak menyentuhnya, membelai wajah itu lembut.

"Namjoon.."

"Kenapa kamu sangat cantik? Bahkan tak berubah sejak dulu." Ucapnya masih dengan punggung tangan mengelus pipi Seokjin.

Jika diingat-ingat, itu adalah pujian yang pertama kali Seokjin dengar di katakan terang-terangan oleh sang mantan, dan sialnya Seokjin tak bisa mengendalikan degup jantungnya yang mengganggu di dalam rongga dada. Seokjin bahkan tak bisa lagi membedakan rasa malu dan bahagianya.

Rambut Seokjin yang telah memanjang Namjoon sisipkan ke belakang telinga, kemudian tangannya kini menjamah kulit leher Seokjin yang sensitif. Itu selalu terlihat dan terasa begitu putih dan halus, Namjoon tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya untuk menyentuh Seokjin lebih banyak, kali ini.

"N-Namjoon.." tangan Seokjin bergerak menggenggam tangan Namjoon yang masih berdiri di depannya, menghentikan jelajah liar yang akan berbahaya jika terus dibiarkan.

"Wae? Apa aku membuat mu risih?"

Seokjin malu, sangat malu. Bukan risih, dia lebih merasa canggung. Apa mereka akan melakukan itu malam ini? Setelah sekian lama?

"B-bukan begitu.." Ucapnya ragu-ragu.

Namjoon menarik tangannya, kemudian bersimpuh di depan Seokjin yang duduk di tepi kasur. Kini kedua tangan mereka saling bertautan dengan Namjoon yang menggenggam erat tangan Seokjin. Masih menatap manik yang selalu terasa hangat jika di pandang, sosok yang sangat dirindukan.

"Aku menunggu sangat lama untuk bisa sedekat ini lagi dengan mu, maaf jika aku terlalu terburu-buru. Aku hanya.... Mungkin terlalu senang." Namjoon mengedikkan bahunya, "aku takut jika aku hanya akan menyia-nyiakan kesempatan lagi."

Seokjin tak menyahut, masih memandangi wajah Namjoon yang terlihat begitu tampan meski di usia yang tak lagi muda seperti dulu.

"Apakah ini benar, Namjoon? Maksudku.. Apa jika kita kembali bersama, itu tidak akan berakhir seperti sebelumnya? Jujur saja, aku... Masih terlalu takut untuk memikirkannya."

Namjoon tersenyum, "aku sungguh minta maaf untuk masa lalu kita, Jinseok. Tetapi, kalau kau ingin tahu, aku tidak akan membiarkan diriku mengulangi hal bodoh itu lagi. Kesendirian ku selama ini banyak membuka pikiran dan hatiku, terlebih soal kehadiran dirimu dan anak-anak. Aku membutuhkan kalian, aku mencintai kalian." Tatapan itu menjadi begitu dalam dan intim, "jika boleh, aku bersedia melakukan dan memberikan apapun untuk mendapatkan kesempatan agar bisa kembali bersama kalian, sekalipun nyawaku adalah jaminannya."

Seokjin bergeming, namun dirinya terus menggali kesungguhan yang Namjoon pancarkan begitu jelasnya di sorot matanya.

"Hidupku tidak akan ada gunanya tanpa kalian. Aku sungguh-sungguh soal ini, Jinseok." Namjoon bergerak mengecup kedua punggung tangan Seokjin, bergantian.

Gelenyar hangat menjalar dari hati Seokjin ke seluruh tubuhnya, menyalurkan perasaan nyaman yang telah lama dirinudkan. Desiran rasa bahagia terasa begitu nyata, sikap dan perlakuan Namjun yang seperti inilah yang sejak dulu Seokjin dambakan.

DivorceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang