18. Perisai Pelindung (1)

1.6K 186 21
                                    

"Dino, seperti apa ayahmu itu?" tanya seorang pemuda berseragam sekolah, yang saat ini tengah menyedot jus jeruk.

Anak yang berusia lebih muda dari pemuda itu menutup kelopak matanya. Dia menarik oksigen taman, baru kemudian mengeluarkannya. Dengan punggung bersandar pada sebuah kursi, Dino menjawab, "Aku tak pernah tahu siapa dia. Ibu tak pernah memperlihatkanku fotonya, dan aku juga tak mau tahu."

"Pria itu tak pernah mengajakku bermain, mengantarkanku pergi ke sekolah, atau bahkan memberiku uang jajan. Dia jauh berbeda dengan ayah Kak Jun, yang bahkan masih mengantarkan kakak pergi ke sekolah. Padahal Kak Jun sudah SMA," jelas Dino.

Jun hampir mengeluarkan jus yang dia sedot, saat mendengar apa yang Dino katakan. Setelah itu, pemuda itu menatap Dino dengan senyuman lebar. "Kau berbohong. Mana mungkin ibumu tak pernah memberitahukanmu, tentang ayahmu sendiri."

Tiba-tiba Jun berhenti berucap. Remaja itu menaruh jusnya di kursi, sembari memelototkan mata. Dia menunjuk ke arah Dino, kemudian menebak, "Apa jangan-jangan ayahmu seorang hantu?"

Tebakan Jun membuat Dino mendengkus, kemudian menepuk kepala Jun hanya dengan satu kali tepukan saja. Dino menyilangkan tangannya di depan dada. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain, kemudian membalas, "Ibu hanya berkata, jika ayah adalah pria tampan, mapan, dan dia seorang penyelamat."

Jun mengangguk-gangguk mengerti. Setelahnya, pemuda itu berjalan ke sebuah ayunan. Dia duduk, dan bermain seperti anak kecil. Kemudian berkata kepada Dino, "Sepertinya ayahmu seorang tentara atau pemadam kebakaran!"

"Ibumu mungkin menyembunyikannya, supaya kau tak kecewa, jika tahu ayahmu meninggal setelah menyelamatkan seseorang," tebak Jun, sembari mendorong kakinya ke depan lalu ke belakang, untuk menggerakkan ayunan.

Dino menatap dengan tatapan kosong ke depan. Dia menyangga salah satu pipi dengan tangan kecilnya, kemudian berkomentar, "Sepertinya begitu."

"Padahal aku sudah besar, tapi ibu masih berpikir jika aku adalah bayi yang tak tahu apa-apa," gumam Dino.

Dino menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia kemudian melihat ke arah Jun yang tengah memainkan ayunan seorang diri. Setelahnya, Dino merotasikan bola matanya. Dia berkata, "Di sini, yang seperti anak kecil adalah orang itu. Dia sudah SMA, tapi kelakuannya seperti bocah TK."

"Parahnya lagi, aku tak memiliki teman selain pemuda itu," gerutu Dino pada dirinya sendiri.

Jun berhenti mengayunkan ayunan miliknya. Pemuda itu melihat ke arah Dino yang sedang murung. Perlahan tapi pasti, sudut bibir Jun terangkat ke atas. Dia kemudian mengajak, "Oy, Bocah! Kemarilah. Mari bermain bersama."

Dino memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia kemudian berkata, "Jangan mengajakku memainkan permainan bocah itu. Tanggung saja rasa malumu itu sendiri."

Jun mengernyitkan kening. "Di sini kau yang bocah. Jadi kemarilah, jangan berlagak sok jadi orang dewasa. Kau ingin besar sebelum waktunya?"

Dino menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia melihat daun-daun berjatuhan di tiup angin. Ingin rasanya, Dino pergi ke rumah, tapi di rumah tak ada sang ibu. Dino pasti menghabiskan waktunya untuk menyendiri lagi.
"Memalukan. Lihat saja, aku akan mengadukanmu pada Kak Eisa, supaya dia tak mau menjadi pacar bocah sepertimu," ancam Dino.

Belum sempat Dino mengancam Jun lagi, Jun sudah lebih dulu beranjak dari ayunan miliknya. Dia kemudian pergi dan menggendong Dino untuk pergi ke ayunan. Setelahnya, Jun mendudukkan Dino di salah satu ayunan. Pemuda itu berjongkok tepat di depan Dino. Dia menalikan tali sepatu anak itu, kemudian berkata, "Nikmati masa kanak-kanakmu ini dengan bermain. Kau tak akan pernah tahu, betapa berharganya masa ini, setelah kau dewasa nanti."

"Jadi, jangan banyak berpikir, dan lakukan semuanya sesuai umurmu, ya bayi kecil, " pesan Jun sembari tertawa kecil.

Dino menyilangkan tangan di depan dada, sementara Jun sendiri mulai berdiri untuk menggerakkan ayunan. Dino bergumam, "Lakukan semuanya sesuai umur, tapi kau sendiri masih memainkan permainan anak."

Jun berkata, sembari menggerakkan ayunan Dino,"Ada beberapa orang yang tak bisa merasakan puasnya bermain saat kecil, lalu bertingkah seperti anak kecil ketika sudah dewasa. Orang-orang bilang, masa kecilnya kurang bahagia."

"Mungkin itu juga terjadi padaku," ungkap Jun.

Dino langsung terdiam mencerna ucapan Jun baik-baik. Dia tak pernah tahu, kehidupan masa lalu Jun seperti apa. Karena sekarang, Dino hanya melihat Jun bahagia hidup bersama kedua orang tuanya.

Perlahan, Dino menggerakkan kakinya ke depan kemudian ke belakang. Dia ikut menggoyangkan ayunannya sendiri, sembari menutup kelopak matanya. Dia bergumam, "Apa mungkin aku juga bisa merasakan hangatnya mempunyai keluarga lengkap seperti Kak Jun, ya?"

"Aku dengar, ibu Kak Jun menikah lagi setelah suaminya meninggal. Bagaimana jika aku sendiri mulai mencari suami baru untuk ibu, dan ayah yang baik untukku?" tanya Dino pada dirinya sendiri.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE MAFIA'S HIDDEN SON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang