17. Darah Pewaris (2)

1.8K 195 19
                                    

Hari-hari tanpa suami, dan pekerjaan yang membuat Angel berpindah tempat. Semakin Angel dewasa, semakin banyak pekerjaan yang menghampiri Angel. Namun, anehnya, Angel sama sekali tak terlihat terbebani dengan semua pekerjaannya. Dia terlihat santai, menjalani seorang ibu beranak satu, tanpa ada suami yang terlihat di sisinya.

"Ibu dokter meraih penghargaan lagi."

"Sekarang, ke mana Bu Dokter akan pergi?"

"Padahal aku ingin, Bu Dokter tetap tinggal di kota ini. Lumayan sekali, biaya pemeriksaan sangat murah."

"Bu Dokter menjalankan tugasnya sebagai relawan negara."

Setiap kali ada orang yang bicara tentang pekerjaan dan status Angel, Angel hanya bisa tersenyum kecil. Di balik senyuman ramah seorang malaikat penyelamat nyawa warga. Bersembunyi seorang sosok dari kegelapan, yang melayani sang suami sepenuh hati. Sebenarnya Angel tak hanya bertugas sebagai pelayan negara, dia juga bertugas untuk memata-matai setiap pejabat atau orang baru yang diam-diam melakukan pengobatan atau pemeriksaan.

"Aku penasaran dengan suami asli Bu Dokter. Ada yang bilang, jika suaminya sudah meninggal."

Angel menggigit bibir bawahnya rapat-rapat. Dia tak pernah sedikit pun membongkar identitas asli Sean, sesuai perintah suaminya. Bahkan, putranya sendiri tak pernah mengetahui siapa ayahnya. Sean ingin anaknya tumbuh tanpa masalah, karena berstatus sebagai anaknya.

Meskipun harus menyembunyikan statusnya bertahun-tahun.

"Bagaimana pun juga, status mafia adalah belahan hidup Sean. Dia tak mungkin bisa lepas dengan mudah, dengan darah yang mafia yang mengalir di dalam tubuhnya."

"Namun, meskipun aku tahu begitu, aku tak pernah ingin melepas ikatan kami. Karena diam-diam dia melindungi keluarga kecilnya dari jauh," gumam Angel sembari menghapus air di kelopak matanya.

Dua belas tahun. Hidup dalam kepura-puraan, dan kebohongan. Siapa orang yang sanggup bertahan? Ya. Angel adalah orangnya. Angel tak pernah merasakan kesepian. Karena Sean selalu menepati janjinya untuk bertemu, dan menghabiskan satu malam penuh berdua. Dia tak pernah absen, menanyakan kabar anaknya, memberikan nafkah, serta menanyakan kondisi Angel saat ini.

Namun, di tengah kedamaian jiwa Angel, karena suaminya selalu dekat di hatinya. Kenyataan bahwa mengurus anak seorang diri, memang bukanlah hal mudah. Seperti saat ini, Angel berlari seperti orang gila, menuju tangisan anak-anak yang berada di taman bermain.

Suara tangisan anak-anak semakin mengeras. Angel berteriak memanggil-manggil nama anaknya, sekaligus mengamati lingkungan taman sekitar. Dia khawatir dengan  keadaan sang anak, yang tadinya bermain di taman samping rumah baru mereka.

"Dino!"

"Dino!"

Angel akhirnya menemukan sekumpulan anak yang sedang berkerumun. Anak-anak itu menangis, dan Angel langsung datang menghampiri mereka. Tepat di tengah sana, ada seorang anak yang sedang memegang bola basket. Sorot mata anak itu kosong, dia mendriblle bola basket tanpa selera. Sampai namanya terpanggil, oleh suara sang ibu.

"Dino! Ada apa ini?"

Anak itu melirik ke arah Angel. Dia terdiam, kemudian menatap semua orang yang sedang menangis. Tanpa rasa bersalah, Dino berkata, "Mereka menantangku dan kalah."

Ucapan singkat Dino membuat Angel menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia melihat ke arah anak-anak dengan pipi memerah, dan anak-anak yang memiliki luka-luka di kaki. Salah satu anak datang menghampiri Angel, kemudian menunjuk ke arah Dino, dengan ingus yang keluar. "Anak... anak... anak... itu tidak sedang bermain basket! Tapi Dino malah menyerang kami semua!"

"Dia menembak bola ke wajah kami, hingga tubuh kami terjatuh dan berulang kali mendarat ke batu, Bu," adu anak itu.

Dino tak berekspresi. Dia malah melemparkan bola ke sebuah tembok. Setelah bola itu memantul kembali ke tangannya, Dino mengungkap, "Kalian tidak pandai menghindari serangan."

Ucapan Dino langsung membuat anak-anak menangis kencang. Mereka memaki Dino dengan  tangisan yang hampir membentuk paduan suara. Dino akhirnya berdecak, dan melepas bola basketnya. Dia kemudian berjalan ke arah Angel, dan berkata, "Aku ingin mandi. Tubuhku penuh keringat."

Angel mengangguk, dan Dino pergi tanpa rasa bersalah. Dia meninggalkan Angel, dengan beberapa anak yang semakin lama semakin menangis kencang.

Pada akhirnya Angel tersenyum kecil. Dia berkata pada anak-anak itu, "Maafkan anak Ibu yang terlalu bersemangat bermain bola basket. Untuk pengobatan, kalian bisa datang ke rumah sakit ibu, ya."

Setelah mengatakan hal itu, Angel langsung pergi menyusul Dino. Dia mengernyitkan kening, kemudian meminta Dino untuk berhenti berjalan. "Dino berhenti."

"Tubuhku bau, aku ingin mandi," tolak Dino.

Dino tumbuh dan dibesarkan oleh Angel. Namun, darah Sean mengalir di tubuh Dino. Terlebih lagi, Angel tak sepenuhnya merawat Dino, karena pekerjaannya yang banyak. Dino terbiasa dirawat oleh pengasuh yang sering berganti-ganti. Oleh karena itu, Angel berusaha keras untuk membagi waktunya bagi sang anak.

Ketika sampai di rumah, Dino menundukkan kepala. Dia bertanya pada Angel, "Apa ibu akan memarahiku seperti ibu-ibu lain?"

Angel tersenyum dan bertanya, "Untuk apa? Apa Dino melakukan kesalahan?"

Dino terdiam, dan menjawab, "Aku melukai temanku."

Angel berjalan ke arah Dino. Dia berjongkok, dan memeluk tubuh sang anak dari belakang. "Itu hanya permainan, dan kau tak sengaja melukai mereka."

Dino mengernyitkan kening. Dia bertanya, "Ibu tidak menyalahkanku?"

Kedua tangan Angel melingkar di tubuh kecil Dino. Dia memeluk tubuh sang anak sekuat tenaga, kemudian berbisik, "Kau tidak salah, mereka saja yang tak bisa menghindari serangan anak ibu."

"Dino kan kuat dan hebat."

Angel memberikan pujian, bukan hukuman.

Dino merasakan bola matanya berkaca-kaca. Meskipun dia tampak tak peduli pada sekitarnya. Namun, jauh dilubuk hatinya, Dino menginginkan pujian dan kasih sayang sang ibu. Dia tersenyum kecil, dan menggenggam erat tangan sang ibu. "Aku harus kuat, untuk melindungi ibu, dari pria yang sering datang diam-diam di tengah malam, lalu merebut ibu dariku," gumam Dino.

"Aku tak bisa memaafkan pria yang selalu membuat ibu menangis dan berjerit di tengah malam."

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE MAFIA'S HIDDEN SON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang