27. Rencana Penangkapan Ayah (1)

538 63 1
                                    

Dino menyedot susu miliknya, kemudian melihat ke arah kumpulan anak-anak. Setelah itu, dia menjawab tanpa ekspresi, "Tanganku licin. Maaf, aku sengaja melakukannya."

Ucapan Dino menambah minyak ke dalam api yang membara. Anak dengan tumpahan susu itu mengepalkan kedua tangannya. Dia ingin mengumpati Dino, atau bahkan mengajak Dino berkelahi. Namun, karena orang tuanya sudah berhenti mengobrol, mereka diajak untuk pulang ke rumah.

Satu persatu anak pergi menuju rumahnya. Bersamaan dengan sudut bibir Dino yang turun semakin ke bawah. Mungkin di depan mata, Dino bisa bersifat sok tak peduli dengan wajah datar. Namun, jauh di lubuk hatinya, Dino terluka dengan kenyataan hidupnya sendiri.

Di saat anak-anak mendapatkan perhatian dari orang tuanya, Dino hanya duduk sendiri dengan sebuah kotak susu. Anak itu sendiri. Tak ada yang menemaninya. Dia berdiri di antara guru, siswa, dan murid-murid yang saling tertawa bahagia. Hanya Dino saja, yang diam memikirkan masalahnya sendiri.

Dino muak menunggu di sini, dan telinganya tiba-tiba mendengar suara Angel menyapa wali kelasnya. "Selama siang, Bu Ema."

Wanita paruh baya yang disapa tersenyum, kemudian berdiri dari duduknya. Dia membalas sapaan Angel, sekaligus menunjukkan tempat keberadaan sang anak.

Angel berkata, "Maafkan aku, karena terlambat datang dan terlambat menemani Dino untuk mengambil rapor. Tadinya, saat aku ingin pergi ke sini, tiba-tiba ada pasien darurat yang harus aku tangani terlebih dahulu."

Bu Ema tersenyum, dan menggelengkan kepala. "Tidak masalah, Bu Angel. Saya tahu, jika Anda pasti mempunyai banyak urusan sebelum pergi ke sini."

"Selamat juga, karena putra Anda berhasil menduduki posisi nomor satu di kelas, sekaligus sekolah," ungkap Bu Ema.

Angel bertepuk tangan, kemudian menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Dia melihat ke arah sang anak, baru memuji, "Wah, putra Ibu memang hebat. Selamat Dino."

Kebahagiaan menyelimuti Angel, tapi itu tidak berlaku untuk Dino. Alih-alih diselimuti oleh kegembiraan, anak itu malah terdiam dengan wajah datar. Matanya menatap kosong ke depan, setelah itu dia melompat dari kursinya.

Tanpa membalas ucapan Angel, Dino sudah lebih dulu berkata, "Pulang."

Satu kata, yang membuat Angel menurunkan sudut bibirnya. Wanita itu mengernyitkan kening, kemudian menatap ke arah Bu Ema yang tak kalah terkejut. "Loh, kenapa Dino sekarang murung? Padahal anak itu sangat bahagia tadi. Dia bahkan tak sabar menunjukkan hasil rapornya pada Anda," ungkap Bu Ema.

Angel tersenyum kikuk. Dia membalas, "Dino memang punya kebiasaan seperti itu. Dia awalnya senang, tapi jika aku telat memperhatikannya sedikit saja, anak itu langsung marah. Selain itu, dia juga gampang untuk dibujuk lagi."

Setelah berpamitan pada Bu Ema, akhirnya Angel mengejar sang anak. Dia berusaha untuk tetap tenang, meskipun pada akhirnya Dino sudah lebih dulu memasuki mobil dengan wajah datar.

"Dino, tunggu Ibu," pinta Angel.

Dino masuk ke mobil, kemudian melempar rapornya ke belakang. Biasanya, jika suasana hati Dino sedang senang, anak itu pasti akan tersenyum lebar. Bahkan sesekali tertawa. Namun sekarang? Senyuman Dino menghilang, digantikan dengan wajah kesal karena masalahnya.

"Dino, katakan pada Ibu, apa masalahmu sehingga kau bersikap ketus seperti tadi. Ibu tidak pernah mengajarimu untuk berperilaku ketus seperti tadi. Kenapa kau tidak berpamitan pada gurumu dulu?" tanya Angel. Angel duduk di kursi pengemudi. Dia bersiap mengemudikan mobil, sementara pandangannya tertuju pada putranya.

"Malas," jawab Dino. Anak itu menyandarkan punggungnya ke kursi mobil. Pandangannya tertuju ke jendela mobil, kemudian mengeluarkan napas panjang.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE MAFIA'S HIDDEN SON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang