Part 50 (2015)

587 74 52
                                    

Tahun 2015

Hujan deras menguyur deras area parkir rumah sakit ketika Baskara memarkir mobilnya. Jari telunjuknya yang masih diperban berdenyut nyeri ketika digunakan paksa untuk menyetir kesini. Namun Baskara seolah tak peduli. Pemuda tampan dengan bekas luka besar disudut bibirnya tersebut langsung keluar dari mobil sambil membuka payung untuk melindunginya dari hujan yang turun semakin lebat.

Baskara berjalan dalam diam memasuki gedung rumah sakit. Kakinya secara otomatis melangkah menuju bangsal rawat inap yang berada di sayap timur rumah sakit. Beberapa orang yang dilewatinya, terutama kaum hawa tampak mencuri-curi pandang kearahnya. Walau dengan bekas luka disekunjur tubuh dan wajahnya dan hanya mengenakan sweater hitam sederhana, ketampanan Baskara seolah tetap terpancar.

Baskara kemudian berhenti dan mengetuk pintu kamar bernomor 29. Sebuah kamar yang sudah seminggu lebih selalu dikunjunginya itu.

Tak lama seorang pria paruh baya yang menggenakan kacamata bulat membukakan pintu untuknya.

"Eh ada Bas ..." Pria itu tersenyum ramah ketika melihatnya, "Ayo masuk nak"

Baskara mengangguk pelan kepada pria tersebut. Pria ini adalah Om Wirita, ayah dari Naya.

Begitu masuk ke dalam ruangan, perasaan sedih kembali menerpanya. Terutama ketika melihat sosok gadis yang terbaring kaku diatas tempat tidur ruangan tersebut.

Mata gadis itu terpejam rapat, hembusan napasnya terlihat bergerak pelan melalui ventilator yang dipasang untuk membantu pernapasannya. Tubuh kurusnya dipasangi berbagai macam selang. Bagian atas kepalanya dibalut perban tebal yang membuat Baskara bergidik ketika melihatnya, karena Dokter telah mencukur habis rambut di bagian tersebut untuk kepentingan operasi yang dilakukan hingga hanya menyisakan sebagian saja dari rambut indah yang dimiliki gadis itu.

Baskara tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Naya nanti ketika mendapati Ia kehilangan rambut indahnya. Perasaan bersalah semakin dalam Baskara rasakan, karena pasca operasi yang dilakukan Naya belum juga siuman setelah lima hari berlalu.

Sesaat Baskara mematung ditempat. Rasanya begitu sakit melihat kondisi Naya saat ini. Dan itu semua karena dirinya.

Ia rela ...

Ia rela memberikan apapun dalam hidupnya, asalkan bisa bertukar tempat dengan Naya. Agar bisa menggantikan semua luka dan rasa sakit yang dialami gadis itu.

Di malam yang naas itu, untungnya polisi datang tepat waktu sehingga Naya bisa mendapat penanganan dengan cepat. Gadis itu didiagnosa mengalami cedera kepala dan pendarahan di otaknya sehingga memerlukan tindakan operasi saat itu juga.

Masih membekas diingatannya, bagaimana tubuh kecil Naya terkulai lemas dipelukannya dengan darah bersimbah membasahi mereka berdua. Malam itu, Baskara tak pernah menangis sekeras itu dalam hidupnya, Ia menangis begitu keras hingga air matanya seolah mengering.

Saat itu Ia takut kematian akan datang. Bukan datang untuk menjemputnya, melainkan untuk menjemput gadis kecil yang mengorbankan diri untuknya ...

"Bas ..." Om Wirita tiba-tiba memanggilnya pelan membuat Baskara tersentak dari lamunannya.

"Ngeliatin Nayanya sampe bengong gitu yaa hehehe ..."

Om Wirita tersenyum sendiri melihat dirinya yang terpaku menatap Naya. Baskara seketika merasa canggung dan malu karena sikapnya barusan. Melepas pandangan dari Naya adalah hal yang sulit untuk Ia lakukan. Pastilah sangat kentara gelagatnya yang selalu ingin memandangi gadis itu.

Sejak Naya dipindah ke ruang inap, Baskara selalu datang untuk menjenguk gadis itu.

Tidak seperti Naya yang mengalami luka cukup serius, Baskara hanya mengalami babak belur disekunjur tubuhnya. Ia mendapat perawatan jalan untuk menyembuhkan luka yang cukup dalam di bagian dada dan bibirnya serta telunjuk kirinya yang patah.

Unmoveable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang