Tatapan dari mata gelap dan tajam itu membuat Naya terpaku ditengah-tengah koridor yang dipenuh mahasiswa yang berjalan lalu lalang. Sosok Baskara kini berdiri dihadapannya. Tampak tampan dan mempesona seperti biasanya.
Kening pemuda itu mengkerut dengan ekspresi wajah mengeras. Ransel hitam miliknya tersampir lemas di pundak bidangnya, sepertinya Baskara telah menyelesaikan kuliah terakhirnya hari ini, kemudian pergi ke area Jurusan Arsitektur untuk mencarinya.
Mereka berdua berdiri berhadapan satu sama lain, tidak ada yang bicara. Baskara masih tetap menatapnya seakan menunggu penjelasan atas semua sikapnya hari ini. Namun Naya bahkan tak berani menatap mata pemuda itu dan memilih untuk terus menunduk.
Samar-samar terdengar bisikan dari orang-orang yang melewati mereka berdua, sebagian besar melontarkan rasa heran mengenai keberadaan Baskara di area jurusan mereka.
Sosok Baskara memang terlalu menarik perhatian. Dan ini merupakan pertanda bagi Naya bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan masalah mereka sehingga Naya memilih untuk memendamnya dulu.
"Lo kenapa?" Tanya Baskara akhirnya mengakhiri keheningan diantara mereka.
Lidah Naya terasa kelu. Ia bahkan tak sanggup untuk bicara dengan pemuda itu. Hatinya masih sakit dan bayangan kebersamaan Baskara dan Saura di foto itu kembali terlintas di pikirannya.
"Naya?" Suara Baskara terdengar cemas ketika memanggil namanya.
Emosi Naya seperti berkecambuk di hatinya. Rasa marah, kecewa, sedih dan sakit hati yang dirasanya bercampur dengan kerinduan dan perasaannya kepada pemuda itu.
"Naya ..."
Melihat Naya yang tak mau berbicara dengannya, Baskara kemudian maju selangkah memastikan jarak diantara mereka cukup dekat sehingga Ia dapat dengan mudah meraih tangan gadis itu.
Naya semakin merasa tak berdaya ketika merasa kedua tangannya kini sudah berada di genggaman Baskara. Tangan pemuda itu terasa hangat ketika menyentuh kulitnya.
"Kamu sakit?"
Naya langsung menengadahkan kepalanya ketika mendengar ucapan Baskara, dilihatnya pemuda itu kini menatapnya dengan teduh dan tergambar jelas rasa cemas disorot matanya. Baskara bahkan berbicara kepadanya dengan menggunakan 'Kamu' untuk pertama kalinya. Kini pemuda itu tampak was-was karena Naya tak kunjung mau bicara.
"Nay jawab gue" Pinta Baskara, "Gue ada salah ya sama lo? ampe lo diemin gue kaya gini?"
Naya semakin gugup ketika Baskara kembali mencercanya dengan berbagai pertanyaan. Diliriknya sekeliling, dimana orang-orang yang melewati mereka berdua tampak menatap tajam ke arahnya, pandangan mereka tertuju kepada tangan Naya yang masih digenggam Baskara.
Naya segera melepas genggaman tangan itu yang seketika langsung membuat ekspresi wajah Baskara kecewa karenanya.
Naya lalu menelan ludahnya dan memberanikan diri berbicara dengan Baskara, setenang yang Ia bisa.
"Gue lagi capek banget Bas, gue lagi pengen sendiri dulu" Kata Naya mencoba mencari jawaban terbaik untuk menyudahi percakapan mereka ini.
Baskara menatap curiga kearahnya setelah mendengar ucapannya itu.
"Nay, kalau ada yang pengen lo bilang ke gue mending lo bilang aja"
"Gak ... gak ada kok Bas" Kata Naya cepat-cepat.
Namun tatapan curiga Baskara malah semakin tajam kearahnya.
"Oke" Kata Baskara pelan, "Ya udah sekarang mending istirahat dulu Nay ... atau lo mau gue anter pulang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unmoveable [END]
RomanceThere is a thin line between love and obsession *** Saura mencintai Baskara dengan segenap hatinya. Segala hal dilakukan Saura untuk menjadi gadis terbaik dan paling sempurna untuk Baskara. Namun di benak pria tersebut, cinta bukanlah untuk mendapat...