Part 52 (2017)

616 76 67
                                    



Naya merasakan sentuhan lembut bibir Daven yang menekan permukaan bibirnya.

Seketika Naya mematung tak berkutik sedikitpun.

Gadis itu sama sekali tak siap dengan tindakan diluar dugaan yang dilakukan pemuda itu.

Naya tidak bereaksi sedikitpun ketika Daven mulai mencumbunya dengan lebih agresif. Pemuda itu bahkan memejamkan matanya dan menarik tubuh Naya lebih dekat untuk didekapnya dengan lebih erat dalam pelukannya.

Naya tetap mematung, tubuhnya terkurung dalam pelukan Daven dengan bibir yang terkatup rapat.

Ditengah gencarnya Daven menyusuri setiap sudut bibirnya dan lidah pemuda itu yang berusaha masuk untuk melumatnya, Naya tetap tidak bergeming.

Mata gadis itu masih terbuka dan melebar karena dikuasai rasa syok. Ditatapnya pemuda yang menjadi cinta pertamanya itu dengan pandangan tidak percaya.

Bukannya ini yang selama ini Ia nantikan.

Harusnya jantungnya berdebar kencang dengan jutaan kupu-kupu mengelitik perutnya karena rasa bahagia.

Akhirnya perasaannya terbalas setelah menunggu bertahun-tahun.

Tapi kini hanya terasa ketidaknyamanan menguasai seluruh tubuhnya.

Air mata mulai berlinang dipelupuk matanya lagi, ketika ketidaknyamanan itu semakin lama semakin membuatnya sesak. Entah sudah berapa banyak Ia menangis malam ini, sungguh sudah tak terhitung lagi. Perasaan ini amat menekannya, membuatnya begitu sedih. Perasaan sedih yang terasa asing dan tak Ia mengerti sama sekali.

Dipejamkannya mata rapat-rapat, hingga setetes air matanya turun mengalir membasahi pipinya.

Dalam pandangan gelapnya, perasaan resah itu semakin menguasai dirinya. Menumbuhkan rasa bersalah yang datang entah dari mana. Seakan menyiratkan hal ini tak seharusnya terjadi.

Pikirannya pun mulai melayang.

Sayup-sayup terdengar alunan lagu Cigarettes After Sex berputar dikepalanya seolah membawanya kembali ke memori malam itu.

Masih jelas terasa ketika tangan atletis itu mengusap halus punggungnya. Bagaimana sentuhannya meninggalkan jejak hangat di setiap belaiannya. Berada didekapannya terasa begitu tepat, seolah kedua tangan itu memang diciptakan untuk memeluknya.

Aroma tubuh maskulin yang menguar dari tubuh itu selalu memabukkannya. Tak pernah gagal untuk semakin memikat dan mengunci dirinya pada pesona yang sulit untuk dibantah.

Mata tajam itu dengan persisten membuat pandangannya tertahan. Memaksanya tetap terpaku kepada kelamnya bola mata gelap yang selalu menatapnya dengan hangat.

Semua terasa begitu tak nyata, ketika bibir indah itu mencumbunya. Seluruh tubuhnya bereaksi seakan menyambut riuh kecupan itu. Bibir itu membuatnya tak bisa berpikir jernih, memabukkannya dalam lautan hasrat dan mengacaukan detak jantungnya.

Darahnya berdesir setiap kali mereka bertaut semakin dalam. Setiap sentuhan dilakukan dengan dalam dan tempo yang lambat. Membuat setiap detik yang berlalu terasa sangat berarti.

Ciuman itu membuatnya merasa dicintai begitu dalam hingga rasanya larut dalam rasa yang tercipta. Seolah menyampaikan sebuah ketulusan yang tak memburu, tak memaksa dan tak menuntut.

Terasa begitu murni. Hingga menyentuh relung terdalam hatinya.

Baskara.

Hanya Baskara, yang mampu membuatnya merasakan semua perasaan indah itu.

Ciuman pertama mereka.

Di apartemen Baskara.

Saat lagu Cigarettes After Sex berputar.

Unmoveable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang