TEAM: 37: PERFORMANCE

1.7K 204 68
                                    

pertunjukan

HAPPY READING

...

Coba pikirkan, untuk apa datang ke acara sekolah kalau ujung-ujungnya hanya menyendiri di tempat yang—bahkan jauh dari kata 'acara'?

Memang Adly ini rada aneh. Kalau cuma mau tidur, kenapa tidak tidur di rumahnya saja? Dia punya rumah 'kan? Begitulah Airin yang mendesis dalam hati. Tapi setelah cukup lama memandang Adly yang bersandar dengan mata terkatup itu, segala kesinisannya perlahan menghilang. Airin mencondongkan tubuh ke depan untuk melihat lebih jelas rupa lelaki itu.

Kalau diam begitu, Adly kelihatan angelic. Ya, Airin juga tau semua orang yang tertidur akan terlihat tenang. Tapi Adly ini 'kan spesies berwajah tembok alias datar dan sinis; wajahnya selalu menyebalkan. Kalau bukan datar, matanya pasti menyipit kesal atau mengernyit remeh. Wajar kalau Airin merasa Adly lebih teduh ketika menutup mata.

Beda lagi kalau dibuka.

"Kenapa liat-liat?" tanya Adly membuat Airin kaget dan cepat-cepat menarik tubuhnya duduk lagi dan mengerling kesal.

Sekarang keduanya duduk bersebelahan—terhalang pilar.

"Lo ngapain di sini?" tanya Airin.

"Nggak liat gue ngapain?"

Tuhkan. Adly kalau matanya terbuka berubah jadi demon. 

"Kalau niat tidur, mending nggak usah datang ke sekolah kali," balas Airin.

Seharusnya begitu. Adly memang tak ada niatan datang ke sekolah malam ini. Tapi, berhubung rumahnya kembali ribut seperti biasa, Adly menjadikan malam puncak ini sebagai alasannya untuk keluar. 

Lelah dengan rumahnya.

Airin mengerucutkan bibir karena Adly hanya diam. "Oh gue tau, lo di sini pasti karena ogah dansa ma gue 'kan?"

Adly mengernyit.

"Ya kalau ogah lo nggak perlu menyendiri di sini kali. Nggak mau dansa ma gue juga nggak apa-apa. Gue merasa direndahin nih kalau gini."

Apa sih maksud cewek ini? "Dansa sana ma Leon."

Airin membulatkan netranya. "Heh, lo liat ya?!"

Adly mengerjap malas. Ya bagaimana ia tidak lihat? Pas sampai gedung itu, yang ia temukan orang-orang berdansa. Padahal Adly rasa ia sudah cukup terlambat dan berharap sudah ada pengumuman kelas favorit atau pertunjukan-pertunjukan dari setiap kelas. Mana orang pertama yang ia lihat Airin pula.

"Ya tadinya sih gue dansa ma Leon." Suara Airin mulai parau dengan wajah tertekuk. "Gue juga nggak tau kenapa harus lari dari sana, pake alasan ke toilet dan malah ketemu lo di sini."

Astaga! Kenapa gue jujur banget sama orang ini? Airin mulai merasa tidak enak karena menumpahkan perasaannya pada Adly. Mereka 'kan bukan teman. 

Atau mungkin karena malam ini Airin butuh seseorang sebagai tempat mencurahkan perasaannya. 

"Nggak usah dipikirin. Bukan apa-apa kok," lanjut Airin karena tak ada tanggapan dari Adly.

Adly menyeringai remeh. Kembali menyandarkan kepala di pilar dan menutup mata.

"Lo suka Leon 'kan?"

Sekarang Airin memicing kesal. "Nggak usah sok tau."

"Semua orang juga pasti tau kalau lo suka dia. Kecuali Leon."

Airin terdiam. Benarkah terbaca?

Ya, Airin memang sengaja terang-terangan memperlihatkan rasa sukanya pada Leon, seperti ... Airin yang selalu menatapnya intens, senyumnya selalu berbeda ketika Leon melihatnya, pipinya yang kadang berubah merah jambu atau ketika bicara, Airin lebih lembut pada Leon ketimbang Arian.

Team ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang